4

1K 31 0
                                    

Janeta merasa kepalanya pening saat membentak Estu tadi, ada rasa bersalah yang besar dihatinya terlalu kasar kepada Estu.

Janeta membereskan kamarnya yang dari semalem sudah berantakan. Janeta mengangkat bantal yang tadi dipake Estu, wanginya masih saja menempel disarung batal itu, saat Janeta melamun tentang Estu hpnya berbunyi diatas meja. Janeta mengambil hpnya dan melihat ke layar hpnya, tetapi nomer yang menelponnya tidak dikenal, Janeta mencoba mengangkatnya. “halooo..”

“Selamat pagi, apa benar ini nomer Janeta Stefany?” tanya seorang wanita dengan suara yang lembut. Jantung Janeta kini berdebar kencang, siapa lagi wanita yang menelponnya saat ini, apa ini cewek baru Sebastian? Apa mungkin ceweknya Estu yang dulu pernah bepapasan dengannya dirumah makan.

Janeta terdiam sejenak mendengar orang yang tak dikenalnya menyebut namanya “ada apa ya? Iya saya Janeta Stefany” Janeta menjawabnya dengan ragu

“Saya dari rumah sakit Hasan Sadikin mau memberitahukan kalau kerabat anda yang bernama Sebastian William, dia masuk rumah sakit karena kecelakaan motor tadi pagi”

Tangan Janeta mulai gemeteran saat mendengar Sebastian masuk rumah sakit, ini bukan hanya satu kali Janeta mendapat kabar kalau laki-laki itu membuat ulah, air matanya tanpa disadari sudah menetes dipipinya. “apa sus? Sebastian? Sekarang gimana ke adaannya sus? dia ada diruangan mana?” Tanya Janeta panik dan tangannya meremas hp yang sedang dipegangannya saat ini agar tidak jatuh kelantai.

“Saya tidak bisa menjelaskannya secara rinci ditelepon, sekarang anda ditunggu dirumah sakit! Kerabat anda sampai saat ini belum sadarkan diri, sekarang Sebastian masih ada di ruang ICU” ucap sang suster membuat dada Janeta semakin sesak.

 “Yasudah sus saya akan kesana sekarang” jawab Janeta lalu mematikan teleponnya, Janeta mengambil tasnya dan memasukan hpnya kesaku celananya.

Janeta berlari mencari taxi tetapi tidak ada satu pun taxi yang lewat, kepala Janeta terasa sakit saat mengingat ucapannya kemarin kepada Sebatian, air matanya terus mengalir dipipinya. Janeta berusaha untuk terus mencari taxi saat Janeta mengusap hidungnya dengan tisue dan melihat tisue yang putih tadi sekarang berubah berwarna merah, Janeta terkejut, dia memberhentikan langkahnya ke tepi jalan. Sekarang dia terdiam melihat darah segar yang ada ditisue yang dipegangnya saat ini. Janeta memperhatikan sekeliling melihat seseorang memberhentikan taxi dan mendekati Janeta memintanya masuk kedalam taxi yang baru saja dia berhentiin. “Ini naik taxi saya saja” Janeta melayangkan senyumnya hangat tidak percaya ada orang baik didunia ini “terima kasih mbak, saya gak tau harus ngebalas pakai apa, saya doain anda mendapatan balasan yang berlipat-lipat” Janeta membuka pintu mobil taxi yang tadi diberhentikan sama seorang perempuan cantik yang mungkin umurnya beberapa tahun lebih tua dari pada dirinya, tetapi wajahnya benar-benar terlihat sangat cantik.

Janeta berlari mencari ruangan ICU dirumah sakit ini. Janeta memakai baju seteril dengan cepat, dia sekarang berhasil menemukan Sebastian yang tidak sadarkan diri. Janeta menahan isakannya saat memandangi semua yang terasa seperti mimpi. Janeta berjalan perlahan mendekati Sebastian dan duduk disamping tempat tidur Sebastian yang sedang terbaring kaku diatas kasur, kepalanya diperban, jarum infusan yang menusuk ditangannya, dan banyak alat-alat yang masih menempel dibadannya.

Janeta rasanya tidak mempercayai orang yang didepannya adalah Sebastian, orang yang baru saja kemarin berdebat dengannya. Janeta mengusap kepala Sebastian dengan hati-hati “kenapa sih kamu dari dulu sampe sekarang selalu kaya gini nekat terus, kamu gak sayang sama diri kamu sendiri ya? Kalau udah kaya gini siapa yang kebingungan? Aku Bas, aku gak mau liat kamu kaya gini terus, yang dulu pergi ninggalin aku sendiri itu kamu, sekarang kamu yang buat aku jadi ga karuan kaya gini” Janeta tidak bisa menahan isakan dan air matanya, dia menumpahkan air mata dipipinya kembali. Janeta menggenggam tangan Sebastian yang masih belum sadarkan diri “bangun Bas, jangan buat aku lebih sakit lagi, aku takut, sampe kapan kamu kaya gini?” sekarang tangisannya meledak ledak, rasa bersalah menghantui otak dan fikirannya.

True Love OleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang