Hari terakhir Sebastian ada dirumah sakit setelah satu minggu dirawat inap dirumah sakit. Janeta masih setia menjaga Sebastian dirumah sakit setiap hari, pulang hanya untuk mandi dan memberi makan Oliver.
Suasana rumah sakit tetap terasa ramai seperti biasanya, disepanjang koridor rumah sakit Janeta hanya menatap kosong setiap ujung jalan, sesampainya Janeta didepan pintu kamar bertulisan angka 8 Janeta berhenti sejenak sebelum melangkah masuk ke dalam, entah apakah ini pilihan yang tepat untuknya bersama laki-laki yang dulu sering menyakitinya, atau dia harus meninggalkan laki-laki yang hampir mencoba bunuh diri karena dirinya. Rasa bimbang yang mengelilingi otaknya sekarang semakin menjadi, tapi apa pun pilihannya itu adalah yang terbaik untuknya saat ini.
Janeta membuka pintu kamar itu tetapi saat tangannya menyentuh gagang pintu ada satu tangan membuat Janeta menghentikan tindakannya untuk membuka pintu itu. Janeta menoleh ke arah pemilik tangan itu dan Estu sudah berdiri disampingnya dengan wajah yang tak seceria dulu saat mereka berkenalan. “bisa ngomong sebentar?” suaranya pun sekarang terdengar berat entah apa yang membuatnya seperti ini “ikut ke ruangan aku sebentar” ucap Estu sambil menggenggam tangan Janeta, Janeta menganggguk dan mengikuti langkah laki-laki didepannya ini, sesampainya didalam ruangannya yang tertata rapih dan sangat nyaman, Estu meminta Janeta duduk didepannya.“Ada apa?” Janeta membuka suara duluan.
Estu menggenggam tangan Janeta dengan lembut “Net aku udah pernah bilangkan kalau aku suka sama kamu dari pertama kita kenal, kamu sadar gak perubahan aku sekarang?” tanya Estu dengan nada yang sendu memperhatikan mata coklat teduhnya kepada Janeta, matanya tidak seindah dulu, terlihat mata panda yang mengganggunya ketampanannya, sepertinya satu minggu ini Janeta benar-benar tidak meninggalkan Sebastian sedikit pun, lagi-lagi hanya rasa kecewa yang menghampirinya.
Janeta sangat menyadari ada beberapa perubahan didalam diri Estu, dari penampilan rambutnya yang sudah terlihat panjang dibagian poninya dan suaranya yang sekarang terdengar berat. Janeta mengangguk, “aku sadar ada beberapa perubahan didalam diri kamu, tapi...” Janeta memberhentikan kata-kata yang mau dikeluarkan, memperhatikan lagi penampilan Estu yang masih menatapnya
“Tapi apa? Kamu tau ini bagian kecil perubahan aku yang kamu liat, aku ini dokter tapi dalam sehari aku bisa ngabisin rokok dua bungkus, sampai suara aku mulai terdengar berat, aku gak pernah nangis sebelumnya karena wanita tapi cuman kamu yang berhasil buat aku nangis kaya gini! Terakhir aku nangis saat ayah dan bunda aku bercerai, saat ini aku merasa konyol melihat diri aku sendiri nangisin kamu, kamu yang baru aku kenal beberapa minggu ini” ucapnya sambil membuang nafasnya, mencoba mayakinkan Janeta agar bisa memilihnya.
Sekarang Janeta merasa benar-benar merasa bersalah atas perilakunya yang tidak bisa melihat mana yang terbaik untuk dirinya, bukan hanya Estu yang bilang kalau dia penyebab laki-laki menangis tetapi Sebastian pun pernah berkata hal yang sama, saat mereka putus.
Janeta pernah melihat satu wanita mention kalau dia lah penyebab Sebastian mengganti gaya rambutnya, tetapi Sebastian dengan cepat menyangkalnya dan meyakinkan Janeta kalau wanita itu bukan kekasihnya melainkan sepupunya, Janeta tidak segampang itu percaya penjelasan Sebastian yang sudah berkali-kali menghianatinya, semalaman Sebastian menelpon tetapi tidak satu pun telpon yang diangkat Janeta, rasa sakit tidak sebanding dengan ucapan maaf yang di ucapkannya waktu itu. Sebastian memohon agar Janeta mengangkat teleponnya tetapi saat Janeta mengangkat telponnya tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulut Sebastian. Janeta mencoba menenangkan fikirannya agar tidak terpengaruh bujukan Sebastian, dan akhirnya Janeta mendengar penjelasa Sebastian “sumpah demi allah dia sepupu aku, percaya” bukan itu yang membuat Janeta tersentak tetapi tangisan Sebastian bersamaan dengan isakannya, itu yang membuatnya percaya bahwa Sebastian sangat mencintainya dan beberapa bulan berikutnya dengan nada serius dia berkata, “sumpah demi allah Net sehabis aku selesaiin skripsi aku, aku akan segera datang ke rumah kamu untuk ngelamar kamu secepatnya” setelah kata-kata itu berlalu dan Sebastian tidak bisa menepati janjinya, Janeta merasa bodoh pernah percaya kalau Sebastian mencintainya, sangat bodoh kalau Sebastian akan melamarnya dan kalau Sebastian tidak akan meninggalkannya, disaat Janeta mencoba meminta Sebastian fokus sama skripsinya, semua yang Janeta lakukan agar Sebasatian bisa tenang tetapi dengan mudah dia diam-diam memiliki wanita yang baru dan meninggalkan Janeta sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
True Love Ole
Teen FictionApa kalian percaya akan arti dari karma? Karma itu bukan pembalasan tetapi karma adalah sebuah keadilan yang Tuhan berikan agar manusia itu tidak mengulangi kesalahanya lagi. Janeta: Disini aku Berpijak di kota Bandung. Mencoba menyelesaikan tulisan...