AAAARGHH!!!!! Deadline mengirim naskah novel tinggal 2 minggu! Tapi layar Microsoftku begitu putih.polos. bagaimana ini? Mataku tertuju pada sebuah café, yang tak jauh dari rumahku. Mungkin aku akan mendapatkan inspirasi disana.
“bisa saya bantu?” Tanya seseorang pelayan perempuan yang menghampiriku.
“ya. Pesan Moccacino satu.” Jawabku sambil memegang menu. Memang banyak pilihan. Tapi, menurutku kopi, tak ada salahnya. Dosanya juga ga ada. Hehe…
Seperginya pelayan yang ku ketahui namanya adalah “Asshila” itu, ku tatapi kembali laptopku yang masih kosong melompong ini. Ku ketik satu kalimat. Namun kuhapus lagi. Begitu terus hingga moccacino-ku datang. harum yang menggiurkan.
Tak lama, handphoneku bordering. Bernama kontak “Chika” . ku tekan tombol ‘yes’.
“Tata!!!!” teriak suara orang seberang telepon sana.
“apa? Gue lagi pusing sama deadline gue. DEADLINE NIH!!”
“sisanya berapa minggu ,ta?”
“2 minggu tersisa.”
“kesini aja ta. Gue sembuhin stress lo.”
“ya ampun. Gue tau lo psikiater. Dokter rumah sakit jiwa. Haha..”
“Shopping yuk ta. Kan lo juga lagi badmood gara-gara deadline lo tuh.”
“aduh.. maaf banget, cik. Ga bisa nih. Lagipula, 2 jam lagi gue musti di rumah. Ga ada yang jaga rumah.”
“ya udah deh. BYE JOMBLOWATI!!”
Belum ku balas kata-kata terakhir itu, chika menyudahi telponnya. Ya. Aku jomblo. J-O-M-B-L-O! terus MASBULO kalo gue jomblo?
Kuteguk moccacinoku. Sambil memikirkan deadline naskah cerita. Cmon otak, cmon!!!
⋆⋆⋆
Kubuka mataku. AKU TERTIDUR? DI KAFE? OH GOD!!!! Tapi aku beruntung. Kafe ini sedang tak ramai-ramainya. Namun, yang perlu ku akui adalah, sesosok cowo dimeja 13. Cowo bule yang bermata biru itu, menatapku sedari tadi. Mungkin saat aku tertidur. Tapi mata birunya bagaikan menyihirku. Ia menatapku dalam. OH GOD!! Cakep! Ganteng! Tinggi! BULE LAGI!
Dia tersenyum, ya. Indah sekali. Aku bagaikan di dalam surga. Apa dia malaikat yang menjemputku? AH! Tidak mungkin! Jujur saja. Siapapun pasti terpesona oleh keindahannya. Rasanya aku membutuhkan nasihat Chika. Apa mungkin aku gila? Apa aku akan di jadikan salah satu pasiennya? Pasien SAKIT JIWA.
Akhirnya kuputuskan untuk menatapi handphoneku yang sedaritadi bergetar dengan membahananya. Ada message masuk ternyata. Dari Bu Reno Aditya
“Thas, Novel udha? Bentar lagi DEADLINE! Inget ! !”
Ya, aku nyaris melupakan tentang deadlineku. Argh! Cmon !. Akhirnya aku memesan moccachino lagi. Ku harap moccachino kali ini dapat membantuku. Tapi, mirisnya hidupku. Moccachino yang terakhir kupesan, ternyata tak dapat membantu apa-apa.
Kudapati secarik kertas seperti note di bawah cangkirku.
“Saya tau, buku kamu belum kelar. Padahal bentar lagi deadline. Tapi kamu mustinya istirahat. Kamu udah ancur gitu loh mukanya. Well, yeah. You’re still sweet. As always. Tapi saya khawatir sama kesehatan kamu. Tidur yang cukup. Jangan kebanyakan minum kopi, gak sehat.
Note: Bill kamu udah saya tanggung.
-Damian, Table Number 13-"
Ternyata namanya Damian toh. Lalu kututup laptopku dan menghela napas dengan berat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Moccacino
Fiksi RemajaLelaki yang bermata Biru indah itu, cowok yang menatapku hangat dengan segala magic yang dia punya. aku mengagumi dirinya. lelaki impian semua kaum Hawa, lelaki yang menggiurkan lidah. Pertemuan awal, lalu kami berkenalan dan segala hal yang memicu...