Ku hempaskan tubuhku di atas kasur, melimpahkan rasa lelahku. Ku ambil ponselku untuk melihat beberapa notification yang belum sempat aku lihat.
Yang pertama yaitu pesan dari Rachel yang menanyakan apa yang terjadi antara aku, Ardo dan Carl. Ya, memang entah mengapa Ardo mendiamkanku setelah kejadian ia yang memergoki kami - aku dan Carl dengan posisi yang sedikit intim tadi pagi. Walaupun aku sudah menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tapi tetap saja Ardo masih mendiamkanku sampai sekarang.
'Akanku jelaskan besok,' aku mengetikkan balasan dari pesan yang Rachel kirim.
Dan pesan yang kedua yaitu pesan dari ayahku. Dia menanyakan kabarku, kabar rumah dan juga ia mengirimkan beberapa foto saat acara pertunangan kak Leo dan kak Vini berlangsung.
Tanpa kusadari setetes air mata jatuh dari pelupuk mataku. Sakit. Itu yang kurasakan saat ini.
Dengan tangan gemetar kubalas berapa pesan dari ayah dan juga menanyakan kapan mereka akan kembali.
Ku letakkan ponselku ke atas nakas yang ada di sebelah tempat tidurku. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga pagi, yang membuatku berusaha menutup mataku disela tangisanku yang tanpa kusadari lagi semakin deras.
*****
Sinar bulan berganti dengan sinar mentari yang memaksaku untuk bangun dari tidurku. Ku lirik jam yang ada di atas nakas tempat tidurku yang sudah menunjukkan pukul 9 pagi.
Tidak seperti orang-orang lain yang menghabiskan waktu akhir pekan mereka dengan berjalan-jalan atau berkumpul dengan keluarga. Aku memutuskan untuk tetap tinggal di rumah dan tidur sepanjang hari.
Tapi, rencana yang sudah ku susun rapih itu seketika rusak saat Rachel yang menghubungiku bahwa ia ingin kami bertemu di salah satu restauran.
*****
"Ada apa?" Ucapku malas sambil menduduki kursi di depan seorang perempuan yang sudah lama menjadi sahabatku.
"Ada apa?" Dia berkata dengan wajahnya yang sulit kuartikan. Mungkin marah? Kesal?
Aku mengerutkan dahiku. Ia memang seperti itu, jika ia sedang penasaran dengan suatu hal pasti sifat keras kepalanya timbul.
Ku helakan napasku dan mulai menceritakan apa yang terjadi kemarin antara aku, Carl dan Ardo.
"Hmm mungkin dia menyukaimu," ucapnya santai setelah aku menceritakan kejadian kemarin.
"Siapa?" Aku kembali mengerutkan dahiku.
"Ardo!" Setengah berteriak Rachel menyebutkan nama itu.
Aku membulatkan mataku dan menggeleng tidak percaya,"tidak-tidak-tidak. Dengar Rachel dia tidak mungkin menyukaiku."
"Mungkin saja. Siapa yang tahu." Ucapnya dengan santai.
Baru saja aku berniat untuk membalas ucapannya, seketika ponsel yang ada di dalam tasku berbunyi.
"Halo," aku menyapa seseorang di seberang telephone tanpa melihat siapa yang menghubungiku.
"Hai sweety, apa kau ada di rumah? Ayah, kak Leo sudah di perjalanan menuju rumah."
Ku dengar suara dari ponselku dan membalikkan ponsel itu kegenggamanku. Ayah. Itu yang tertera pada layar ponselku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadness Isn't The End
Teen Fiction"Kesedihan bukanlah akhir dari sebuah kehidupan. Karena dibalik itu pasti akan ada kebahagiaan yang telah tuhan rangkai untuk umatnya."