Part 11 - Complicated

101 6 1
                                    

"Hai!!" Aku mengguncangkan tubuh Ardo dengan gerakan yang, sedikit manja.

Entahlah kupikir hal ini akan berhasil membuat dia tidak mendiamkanku lagi.

Kulihat ia memutar bola matanya. Dan tetap diam.

"Ah, ayolah. Sudah kubilang berkali-kali padamu, bahwa aku dan Carl tidak mempunyai hubungan apa-apa!" Aku melipatkan kedua tanganku di depan dada.

Kulihat ia menghela napasnya berat, "okey, aku percaya padamu," dia berlalu pergi meninggalkanku yang menatapnya tidak percaya atas kelakuannya yang aneh itu. Seperti, cowo PMS?

"Ardo!" Aku meneriakan namanya yang membuat lelaki itu diam di tempatnya berdiri.

"Lagi pula, mengapa kau peduli jika aku memiliki hubungan khusus dengannya?" Aku menatap punggung atletisnya yang berada sekitar 3m dariku.

Dia membalikan tubuhnya dan, lihatlah ekspresinya, seperti marah. "Aku tidak perduli,"

Sekali lagi aku menatapnya bingung saat melihat ia kembali membalikan tubuhnya dan kembali berjalan meninggalkanku.

Dan sungguh! Ini pertama kalinya aku melihat ekspresi wajahnya yang bisa dibilang menyeramkan itu. Sangat berbeda seperti biasanya. Ardo yang lucu dan ceria seketika lenyap sejak saat itu.

*****

Siang ini, setelah bel pulang sekolah berbunyi aku memutuskan untuk menemui Ardo lagi. Dan kurasa ia ada di lapangan basket.

Ya, semua orang di sekolah ini juga tau. Jika Ardo sang ketua tim basket yang selalu menghabiskan sebagian waktunya di lapangan basket. Entah itu saat jam istirahat, pulang sekolah, atau bahkan jika ia sedang bosan, ia akan meninggalkan jam pelajarannya dan lebih memilih lapangan basket.

Aku mulai mendengar suara dentuman bola basket yang menyentuh permukaan dengan sedikit gaduh, saat aku memasuki area lapangan basket.

Kulihat Ardo yang sedang bermain dengan Carl.

Oh! Astaga aku baru menyadari bahwa mereka hanya berdua di lapangan itu!

Dan itu tidak bagus. Lihatlah! Ekspresi masing-masing dari mereka. Tidak ada ekspresi perdamaian sedikitpun!

Kulihat mereka sedang membicarakan sesuatu di sela-sela permainan mereka.

"Kenapa? Kau cemburu?" Samar-samar aku mendengar percakapan mereka.

"Tidak juga," Ardo melemparkan bolanya dengan kasar yang segera ditangkap oleh Carl.

"Lalu ada apa denganmu?" Kulihat Carl yang menatap Ardo dengan tatapan meremehkan.

Oke, jangan tanyakan padaku bagaimana ekspresi Ardo saat ini. Dia. Sangat. Marah.

Kulihat Ardo menghela napasnya kasar dan, "baiklah! Akanku akui jika aku, memang menyukainya dan aku tidak suka jika dia disentuh oleh pria lain!"

Kata-katanya tersebut sukses membuat mataku membulat sempurna.

Apa? Dia, Ardo menyukaiku? Sahabatku menyukaiku?

"Oh! Hai Alysa!"

Aku kembali tersadar ketikan Carl melambaikan tangannya ke arahku.

Sadness Isn't The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang