Part 12

54 3 0
                                    

"I..i..bu?"

Tanganku gemetar. Jantungku seakan berhenti berdetak. Air matakupun berhasil lolos dari pertahanannya.

"Alysa? Kenapa kau menangis?"

Aku mendongakkan kepalaku dan menemukan kak Vini yang menatapku lembut sekaligus bingung.

Aku menghapus air mata yang keluar dari pelupuk mataku,"maaf, mungkin aku hanya merindukan ibuku," aku tersenyum padanya sambil memberikan ponselnya kepadanya.

Dia mengerutkan dahinya,"ibu?" ia berbicara dengan seseorang di seberang sana melalui ponselnya.

"Ibu nanti ku hubungi lagi ya," ucap kak Vini mengakhirinya.

"Ada apa Alysa? Kau bisa bercerita padaku," kak Vini mengusap bahuku lembut.

Aku menggelengkan kepalaku,"mungkin aku hanya lelah dan terlalu merindukan ibuku, sampai-sampai aku menganggap ibumu adalah ibuku." Ucapku dengan senyum menyedihkan. Seakan diriku sedang menghina hidupku sendiri.

Aku berlenggang pergi dan menuju tempat kesukaanku, kamar tidur.

*****

Aku menatap langit-langit kamarku. Membiarkan air mata yang jatuh tiada henti. Memang kejadian seperti tadi sudah beberapa kali aku alami.

Berhalusinasi jika aku mendengar suara ibuku.

Jika kalian pikir aku sudah tidak memikirkan orangtua ku. Maksudku orangtua 'kandungku' lagi, kalian salah besar.

Bahkan aku pernah mengalami gangguan psikologi saat aku kecil yang masih meninggalkan bekas trauma yang melekat di hatiku.

Flashback

Aku dan Rachel sedang menduduki kursi yang ada di taman dekat sekolah kami.

"Alysa, apa kau ingin eskrim itu?" Rachel menunjuk seorang lelaki dengan gerobaknya yang berisi eskrim.

"Hmm tapi aku tidak membawa uang," ucapku seraya menundukan kepalaku.

"Ah sudahlah! Aku akan mentraktir mu." Rachel bangkit dari duduknya dan melangkah kearah penjual eskrim tersebut. Seketika ia membalikkan badannya dan menatapku.

"Tapi kau harus berjanji akan menggantikan uangku ya!" Ia terkekeh pelan dan mengedipkan sebelah matanya.

Aku hanya tersenyum menanggapinya.

Aku memalingkan melihat sekeliling taman. Melihat beberapa anak sebayaku dan anak-anak yang berumur sekitar 5 tahunan bermain bersama.

Sadness Isn't The EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang