"Katakan saja siapa. Lagi pula aku tidak terlalu peduli dengan kehidupan gadis itu. Eh maksudku wanita itu."
Rachel kembali memutar bola matanya."Yang menghamilinya adalah Ardo."
****
Sontak aku membelalakan mataku saat mendengar kata 'Ardo'.
"APA?! Yang benar saja?!"
"Untuk apa aku berbohong? Kalau kau tidak percaya buka saja akun gossip sekolah!" ujarnya seraya memutuskan panggilan telepon.
Bergegas aku membuka akun gossip yang dikatakan Rachel.
"What the fuck!" postingan terbaru menyatakan bahwa Stafie Maynard mempublikasikan kehamilannya.
"Headline news. King and queen will havin a baby. Stafie declared her pregnancy and Ardo as the baby's father." Aku membacanya caption yang tertulis tepat di bawah foto hasil USG janin yang dikandung Stafie.
"GILA! Bagaimana bisa?! Padahal ia selalu bilang bahwa ia membenci Stafie!" aku membanting telepon genggamku ke atas kasur dan kuhentakkan badanku menelungkup diatas kasur.
Sial! Mengapa masalah harus datang disaat seperti ini?! Seharusnya aku tetap fokus pada kompetisi!
****Sinar bulan sudah menyinari kegelapan dengan cahayanya. Namun, pikiranku masih tertuju pada satu lelaki yang sedang terjerat masalah itu.
Ardo.
Aku menghawatirkannya, sangat.
Bukannya cemburu. Perasaan khawatir akan masa depannya menjadi beban dipikiranku. Bagaimanapun juga Ardo adalah sahabatku. Ia selalu ada disaat aku terpuruk.
"nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan."
Aku menekan tombol merah yang ada di layar ponselku. Ini sudah kesekian kalinya aku mencoba menghubungi Ardo. Tidak ada jawaban.
Kulirik jam dinding di kamarku, sudah menunjukkan pukul 10 malam. Dan aku belum mendapat kabar sama sekali dari Ardo.
Entah sudah berapa putaran aku mengelilingi balkon kamarku sembari menggigit kuku.
Perasaanku makin kacau.
Ardo.
Apa dia baik baik saja?
AH!
Ini sangat menggangguku!
"Aku harus menemuinya!"
*****
"Hallo," ujarku saat telepon telah tersambung.
"Rachel, aku akan ke apartment Ardo sekarang. Aku punya firasat buruk. Cepatlah menyusul!" aku mematikan sambungannya sebelum ia sempat menjawab dan mengambil kunci mobil yang tergantung.
"I have to go. This is urgent!" ucapku melewati beberapa pelayan yang menahanku untuk pergi.
Tak perlu waktu lama mobilku melesat dengan cepat menuju kediaman seorang lelaki yang mungkin sedang dalam bahaya.
****
Aku memberikan kunci mobil kepada petugas valley yang bertugas didepan pintu masuk.
Dengan tergesa aku menaiki lift, menekan tombol berangka 6.
Sial mengapa lama sekali!
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadness Isn't The End
Teen Fiction"Kesedihan bukanlah akhir dari sebuah kehidupan. Karena dibalik itu pasti akan ada kebahagiaan yang telah tuhan rangkai untuk umatnya."