Tin
Sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat di depanku. Dan tak lama terbuka jendela mobil tersebut.
"Ada apa dengan mobilmu? kau terlihat gelisah,"
"Hmm mobilku mogok,"
"Mau aku antar?" dia menaikan satu alisnya.
"Ah, nanti merepotkan," aku kembali memalingkan kepalaku kesana-kemari guna mencari taksi yang lewat.
"Percuma saja kalau kau mencari taksi disini, dan akanku pastikan kau akan sangat terlambat sampai di kampus sehingga membuat Mrs. Raline mengamuk padamu," dia menatap lurus ke arahku.
Menimbang-nimbang tawarannya yang mungkin harus aku setujui, karena dia benar. Mrs. Raline bisa membunuhku jika aku terlambat.
"Hmm, oke," aku menganggukan kepalaku dan segera menaiki mobil hitam tersebut.
**********
Aku menuruni mobil yang berhenti tepat di depan gerbang sekolah setelah mengucapkan kata terimakasih kepada pemilik mobil yang aku tumpangi. Carl, Carlen Hoshi.
Dengan berlari-lari kecil langkahku menuju ruang musik tempat Mrs. Raline menungguku.
Aku lihat benda yang melingkar di tanganku menunjukkan beberapa angka, jam 16.05.
Meski tadi Carl sudah memacu mobilnya dengan kecepatan yang cukup tinggi, tetap saja aku terlambat.
Ku percepat langkah kakiku. Yang semula berlari-lari kecil dan kini telah berubah menjadi lari secepat yang aku bisa.
Sampai akhirnya aku sampai di depan pintu ruang musik yang terdengar suara dentingan piano yang tembus dari pintu ini.
Aku mengetuk pintu tersebut setelah mengatur nafasku yang terengah-engah.
Dengan perlahan kubuka pintu tersebut dan terlihatlah Mrs. Raline yang sedang berkacak pinggang di sertai dengan tatapan tajam kearahku.
"Kau tau sudah jam berapa sekarang?! Kau sudah terlambat hampir satu jam!"
"Ma-maaf Mam ta-tadi mobilku mogok," ucapku dengan terbata sembari menundukkan kepalaku.
Mrs. Raline memang terkenal guru yang sangat cantik, penyabar dan lemah lembut. Tapi, gelarnya tersebut akan lenyap jika ia sudah marah.
"Kau tau kan perlombaan itu sudah dekat, jadi tidak ada waktu bermalas-malasan!" Mrs. Raline meninggikan suaranya di akhir kalimat yang ia ucapkan.
**********
Salju mulai turun di kota yang penuh sejarah ini.
Aku menggosokan kedua tanganku dan meniupnya perlahan guna mencari kehangatan.
Bermodalkan kemeja lengan pendek dan jelana jeans aku beridiri di teras sekolah menunggu seseorang menjemputku.
Mungkin aku memang bodoh karena meninggalkan jaketku pada musim yang mulai memasuki musim dingin ini. Alasannya hanya satu, ceroboh.
Suara mobil yang semakin lama semakin dekat membuatku menolehkan pandanganku ke asal suara. Itu mobilnya.
Tak ingin berbasa-basi lagi, akupun langsung menaiki mobil berwarna hitam tersebut setelah mobil itu berhenti beberapa jarak dari tempatku berdiri.
"Maaf Nona, saya sedikit terlambat," Ucap pria yang berumur sekitar 37an. Salah satu supir di rumah Ayah.
"Ya, tidak apa-apa. Oh ya apa kau sudah mengambil mobilku yang mogok?"
"Sudah Nona," ujar pria tersebut.
Dan hanya sampai situ percakapan antara kami berdua, sampai ia menatarku ke rumah yang aku tinggali sekarang. Rumah Ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadness Isn't The End
Genç Kurgu"Kesedihan bukanlah akhir dari sebuah kehidupan. Karena dibalik itu pasti akan ada kebahagiaan yang telah tuhan rangkai untuk umatnya."