"Cha temenin gue dong plissss," tampangnya memelas, bel istirahat telah berdering tapi Jingga tak kunjung keluar dari kelasnya dan nyamperin Bumi.
"Cuman nemenin ya, lo sendiri yang bilang ke Bumi," sedikit ragu ia akan mengiyakan, wajahnya masih menyiratkan kalau ia ingin Secha yang menyampaikannya pada Bumi, " oke? Deal?, kita berangkat," Secha berdiri dari bangkunya diikuti Jingga, pada akhirnya Jingga pun mengiyakan tawaran Secha.
Kali ini kelas gambar akan mengadakan pameran lukisan dan seni bertepatan dengan hari ulang tahun sekolah, seluruh wali murid akan diundang dan diajak untuk mengapresiasi suguhan yang ada, bukan hanya lukisan dan seni, seluruh ekskul yang ada akan menampilkan hasil karya dan keahlian masing-masing. Jingga bermaksud meminta ijin Bumi dalam beberapa hari sampai kegiatan pameran berlangsung ia tidak bisa terus menemani Bumi seperti biasa, ia ingin berkonsentrasi menyelesaikan lukisan-lukisannya alih-alih sebagai hobi siapa tahu ada yang berminat dan membeli lukisannya, bukan hanya itu sebagai kapten kelas lukis ia bertanggung jawab dengan kegiatan pameran yang akan berlangsung, ia tidak mau kegiatan ini tidak berjalan maksimal karena perhatiannya terpecah. Jingga dan Secha pun berjalan menuju kelas Bumi melewati kantin, tak disangka mereka semua sudah berada disana duduk dengan minuman diatas meja mereka, musyawarah antara ia dan Secha setidaknya cukup memakan waktu jadi benar saja ia terlambat nyamperin Bumi, seperti biasa wajah Bumi tampak kusut melihat Jingga yang baru saja datang bersama Secha.
"Kemana aja lo?," tanyanya ketus tanpa memandang Jingga."Sorry," ucapnya terbata, "gue telat banget ya?," inilah Bumi yang sebenarnya galak, cerewet, ketus dan nyebelin, berbeda sekali dengan Bumi galau yang semalam ditemuinya.
"Banget... sejak kapan lo jadi pinter telat?."
"Gu-gue minta maaf," wajahnya mulai sedikit ketakutan, niatnya semula untuk meminta ijin Bumi pelahan pupus melihat tampang Bumi yang terlihat begitu marah. Secha yang berdiri disampingnya berjalan menghampiri Eru yang sedari tadi memberi isyarat dengan tangannya untuk Secha duduk disampingnya, gelas minuman di depan Eru pun digesernya tepat di depan Secha, Jingga hanya memperhatikan tingkah mereka berdua, Eru romantis banget kapan gue bisa bener-bener pacaran kayak mereka, ia menghela nafas panjang menyesali nasibnya.
"Sampe kapan lo mau berdiri?," menyadari Jingga masih berdiri didepannya, Jingga pun mencari sela-sela tempat duduk yang kosong diantara mereka.
"Sini aja Ngga'," Anji menunjukkan kursi kosong yang ada disebelahnya, Jingga tersenyum menghampiri Anji dan duduk tepat di sebelahnya. "Nih minum," ia menggeser minumannya tepat didepan Jingga, "gue belum minum kok," Jingga hanya tersenyum menikmati keadaan ini, ya Tuhan cepet banget sih jawab doa gue, baru aja gue minta yang seperti ini ternyata udah engkau kabulkan, Anji co cweet banget sih.
Bumi yang sedari tadi memperhatikan mereka merasa sedikit tidak nyaman dengan keadaan yang dibuat Anji kali ini, seperti ada sesuatu yang membuat dadanya memanas, perasaan apa ini? Ia juga belum pernah merasakannya sebelumnya, ia hanya membuang mukanya mencoba tidak terus terlarut dengan keadaan ini. "Tria kemana?," ia coba membangun suasana baru.
"Lagi selesaiin robotnya buat pameran lusa," seloroh Aga, jawaban Aga membuat Secha teringat kembali tujuannya mengantar Jingga, ia berkedip seolah memberi kode pada Jingga untuk segera menyampaikannya pada Bumi, Jingga hanya menggelengkan kepala kecil seperti tidak bisa untuk mengatakannya, ia tidak punya cukup keberanian untuk itu, melihat Jingga yang seperti itu Secha hanya menghela nafas panjang.
"Pameran lo gimana Ngga," pertanyaan Secha sedikit membelalakkan matanya.
"Ehmm..," belum siap dengan jawabannya Jingga masih menyusun kata-kata yang tepat untuk dirangkainya, "pameran gue? .. Belum," merasa tidak puas dengan jawaban yang telah dibuatnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Jingga
Teen FictionSebagai yang paling dominan, Bumi tidak ingin mengurangi kesempurnaannya, tidak ada pangeran yang tidak didampingi seorang putri, begitulah prinsip yang dia buat sendiri. Setiap bulan ia memilih seorang gadis untuk dijadikan pacarnya, mau tidak mau...