Hampir beberapa minggu ini Jingga lebih memilih berada di kelas atau di galeri lukis selama jam istirahat demi menghindari dan tidak ingin melihat Bumi kembali. Peristiwa beberapa minggu yang lalu masih begitu mengakar dihatinya, pernyataan Bumi dan juga perubahan sikapnya.
Pagi ini hujan turun begitu manja tidak terlalu deras dan tidak terlalu sedikit, cukup membuat mulut ini menguap menikmati hawa sejuk yang semilir dibawa oleh air hujan. Pagi ini Jingga lebih memilih menikmati secangkir white coffee panas bersama Secha untuk sedikit menghangatkan tubuhnya.
"Gini dong Ngga', temenin gue kekantin, ngapain sih tiap hari dikelas aja."
"Gue gak cuman dikelas Chacha..."
"Iya di kelas dan galeri ,"Jingga tersenyum mengiyakan jawaban Secha.
"Ehh..gimana kabar Bumi."
"Mana gue tahu."
"Kalian lost contact ya setelah putus," Jingga menaikkan bahunya menjawab pertanyaan Secha. Benar-benar berumur panjang Bumi dan keempat kawannya tampak muncul dan mulai memenuhi ruangan kantin, sepertinya sudah kembali seperti semula Bumi bersama kawan-kawannya, mungkin keadaan sudah jauh lebih baik, tapi tidak untuk Jingga baginya masih butuh waktu untuk mengembalikan hubungannya seperti semula dengan Bumi ataupun tidak sama sekali, ia tidak ingin kembali menyesap harapan-harapan palsu yang mereka ciptakan bersama.
"Jingga.." Aga begitu bersemangatnya tiba-tiba duduk disamping Jingga, "lama gak liyat kamu, kangen banget," ia memeluk rapat Jingga seperti biasa ia mengerjainya.
"Mulaii dehh," Jingga berusaha melepasnya, "Ga udahh," Aga pun melepas dekapannya, dan hanya nyengir melihat Jingga yang selalu salah tingkah setelah dia memeluknya, "jangan nyengir deh," disusul tawa Jingga.
"Jadi pacar gue ya?? Biar lo bisa balik ke shoe kloning."
"Apaan sih Ga," ia tersenyum geli mendengar permintaan Aga.
"Serius Ngga', gue bener-bener masih jomlo, liyat semua udah pada punya cewek Eru, Tria, Anji juga udah punya gebetan baru," sedikit agak berbeda kali ini Anji duduk bersama seorang perempuan disampingnya, cukup serasi, gadis berambut panjang dan lurus dan sepertinya begitu lembut, perawakannya cukup tinggi dan kulitnya pun bersih juga putih, selera yang cukup sempurna, "oke, kita pacaran?? Deal," ia menjabat tabgan Jingga.
"Nggakkkk."
"Hemmm ..dulu giliran Bumi yang bilang gitu lo iya aja, kenapa sekarang gue yang bilang jadi nggak," jawabnya tidak terima, nama Bumi yang disebutkan Aga mengingatkannya kalau Bumi sedang berada tidak jauh darinya dan benar saja Bumi duduk tidak jauh darinya, perasaannya tiba-tiba sedikit kalut seperti tidak ingin melihat pria yang satu ini lagi didepannya, kali pertamanya bertemu Bumi setelah hari menyebalkan itu terjadi. Remah-remah perasaan yang masih sedikit tertinggal didasar hatinya kadang membuat Jingga ingin menyudahi kebencian ini, sebentar ia memandang Bumi dan begitu mudahnya pandangan itu tertangkap basah oleh Bumi, segera Jingga membuang kembali pandangannya.
"Ehmm..gue kekelas ya," ia berdiri dari duduknya.
"Masih penuh ini cangkir lo," Aga menunjuk cangkir white coffee jingga yang masih terisi hampir 3/4 bagian, "sinian dulu aja," Aga menarik tangannya mencoba mendudukkan Jingga kembali pada kursinya.
"Ngapain di kelas, sinian aja ya," pinta Secha.
Jingga kembali mencoba mencari alasan, "ada yang belum gue selesaiin," pandangannya yang seperti itu pada Secha membuat Secha semakin yakin kalau Jingga merahasiakan sesuatu darinya, "pliss."
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Jingga
Teen FictionSebagai yang paling dominan, Bumi tidak ingin mengurangi kesempurnaannya, tidak ada pangeran yang tidak didampingi seorang putri, begitulah prinsip yang dia buat sendiri. Setiap bulan ia memilih seorang gadis untuk dijadikan pacarnya, mau tidak mau...