Chapter 11

3.6K 133 1
                                    

Lecutan api menjalar pada hampir sebagian ruang kerja shoe cloning, semua dibuat sibuk dengan lidah api yang semakin mengganas menguasai ruangan, begitu juga Tria, Aga, Eru, dua orang karyawan shoe kloning Ijong dan Zul dibantu beberapa warga yang berlalu lalang membawa beberapa wadah air dan menyiramkannya pada kobaran api, tabung pemadam yang ada di tangan Tria pun juga masih belum mampu menghentikan nyala api yang semakin memerah. Semua tampak begitu panik terlebih mereka berempat, sesekali Anji mengambil ponselnya mencoba menghubungi Bumi yang entah dimana dia berada saat ini, dalam keadaan genting seperti ini bisa-bisanya ia tidak menerima telfon darinya, lo kemana sih Mi'?.

Entah apa penyebab awal datangnya tamu merah satu ini, memang malam itu shoe kloning tidak terlampau ramai, terlebih hanya ada Ijong dan Zul, Zul sedang terlelap di atas sofa dan Ijong sibuk bermain dengan gadgetnya sepertinya ia lupa mematikan puntung rokoknya dan ia bergegas pergi untuk mencari makan, setelah api terlampau cukup merambat Zul segera tersadar dari tidur pulasnya dan ... Seperti yang sedang terjadi saat ini.

Api yang tidak terkendali semakin mengundang perhatian warga, merekapun memilih berkerumun menikmati cara klasik mereka memadamkan api, cukup menyebalkan sebenarnya. Kembali Anji mencoba menghubungi Bumi, tetapi hasil pun tetap nihil, sikap Bumi kali benar-benar membuat ke 4 sahabatnya begitu geram, kemana sebenarnya anak ini?.

Bumi tampak terperangah ketika laju mini coopernya berhenti tepat didepan Shoe kloning, ia tidak segera keluar dari mobilnya, ia mulai memperhatikan sekitarnya sebuah mobil pemadam kebakaran, 4 sahabatnya yang terduduk lemas di tepi jalanan tepat didepan bengkel dan 2 karyawannya yang membersihkan sisa-sisa barang yang sudah hangus dan tidak bisa lagi digunakan. Pemandangan didepannya ini serasa seperti mimpi yang sulit untuk dipercaya, ia buka pintu mobilnya, pelahan ia langkahkan kakinya, matanya terus menerawang bengkel sepatu yang selama ini dibangunnya, sebelum ia pergi ia melihat tempat ini masih baik saja, tapi apa yang ia lihat kali ini debu sisa pembakaran dimana-mana, semuanya berserakan hampir menghancurkan sebagian bengkelnya.
"Ada apa ini?," tanyanya masih tidak percaya pada 4 kawannya.

"Ada apa? Lo kemana aja,?" jawab Tria dingin, "sibuk apa sih lo sekarang? Belakangan ini lo aneh tau gak?," Bumi tidak segera menjawab, "lo jadi suka pergi gak kasih kabar? Lo jadi susah dikontak? ... Sekarang lo liyat .. Lo liyat apa yang ada didepan lo sekarang.. Puas lo," nada bicaranya mulai meninggi.
Bumi tidak bisa menjawab pertanyaan Tria kali ini, semua yang diucapkannya mungkin ada benarnya, Jingga sepertinya benar-benar merubah dirinya. Begitu menyesalnya Bumi dengan kenyataan yang harus ia terima malam ini, malam yang ia rasa cukup menyenangkan bisa bersama Jingga berganti malam menjadi yang benar-benar akan menjadi sejarah didalam hidupnya. "Kalo lo emang gak bisa lagi pertahankan tempat ini ... Kita akan mundur .. Sekarang juga."

"Guys iya gue minta maaf ...gue salah."

"Lo pikir permintaan maaf lo bisa balikin semua ini," amarah Tria semakin membuncah, "gampang banget lo ngomong."

"Triya udah," Anji coba menenangkan Tria yang sedang terlarut dalam emosinya.

"Sebenernya kemana sih lo sob?," Aga coba bertanya, Bumi hanya diam dan tidak tahu apa yang harus ia katakan untuk menjawab pertanyaan Aga, "ada hal penting yang lo lagi kerjain?," seperti benar-benar disidang oleh keempat sahabatnya Bumi begitu terpojok dengan keadaannya saat ini.

"Bumi lagi nonton sama Jingga," Eru coba memberi jawaban, tapi jawabannya kali ini terasa begitu menghancurkan martabatnya.

"Nonton??," Tria mendengus kesal, "jadi cuman gara-gara nonton lo gak bisa angkat telfon kita," ia menggelengkan kepalanya tidak percaya, "parah lo.."

Tidak ada lagi yang bisa Bumi lakukan untuk membuat sebuah pembelaan, tidak sepenuhnya bersalah tapi kali ia memang melakukan kesalahan yang cukup memojokkannya, "gue akan perbaiki semuanya, kalian gak perlu kuatir," tidak ingin melanjutkan obrolan dengan kepala mendidih Bumi memilih pergi, ia kembali berjalan menuju mobilnya yang berhenti tidak jauh dari mereka dan melaju menjauh dari mereka, mungkin untuk sementara sampai suasana kembali tenang seperti semula.

Love JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang