Hari yang cukup menyibukkan bagi seluruh siswa SMA Pisces, besok pagelaran akan dilaksanakan, semua sudah mulai dipersiapkan lapangan basket dengan segala piala, prestasi dan juga para pemain yang akan menunjukkan kebolehannya, kelas robot dengan atraksi robot mereka, hall dengan panggung dan bandnya, kelas karate yang menjadi salah satu unggulan SMA pisces, tidak lupa kelas gambar Jingga dan beberapa kelas ekskul lainnya.
Beberapa hari ini terasa begitu ringan untuk Jingga tidak ada Bumi, tas bawaannya dan segala perintah-perintah tidak jelasnnya yang kadang seperti memang Bumi buat untuk sekedar mengerjai Jingga. Tapi sebaliknya dengan Bumi, tiga hari tanpa Jingga serasa ada sesuatu yang tidak melengkapi dirinya, apakah ini seperti yang dipaparkan Eru?, ia masih mencoba mengelak hal itu, ia membutuhkan Jingga hanya untuk memenuhi segala kebutuhannya makan, minum, tugas dan segalanya selesai tidak ada yang lain, tidak akan ada cinta, tidak akan ada sedikitpun seperti pernyataan Eru.
Tak hanya Jingga, sebagai kapten tim karate Bumi pun bertanggung jawab dengan seluruh anggota timnya, ia memberi kepercayaan pada Secha untuk menyiapkan segala kebutuhan tim, terlihat Secha sedang mengatur jajaran piala dan penghargaan yang pernah mereka dapatkan, dari seluruh ekskul yang ada karate menjadi salah satu penyumbang piala terbanyak bahkan telah jauh ke ranah nasional yang saat ini dipegang Bumi.
"Ada apa?," Secha menyadari Bumi yang sedang berdiri dibelakangngnya, ia kembali memperhatikan piala-piala yang sedang ditatanya," ada yang salah?."
"Nggak," sebenarnya ia ingin bertanya tentang Jingga yang hampir beberapa hari ini tidak menemuinya, apa gue tanya Secha? Nggak, mau ditaruh mana muka gue, merasa tidak membuahkan hasil ia pun meninggalkan Secha, hampir jam 4, apa Jingga masih di kelas gambarnya? Apa gue samperin dia, pertanyaan itu sepertinya mengkabutkan pikirannya, matanya tertuju pada timnya yang sedang berlatih tapi jiwanya melayang tak menentu.
"Mi," teriakan Secha yang tiba-tiba ada disampingnya mengejutkannya.
"Sejak kapan lo disini?."
"Lo aja yang ngelamun, mikirin apaan sih?."
"Bukan urusan lo," jawabnya ketus.
"Nglatih yang bener dong, jangan bengong," kali ini dia merasa harus menemui Jingga kalaupun tidak cukup hanya melihatnya saja, ia tidak mau terus kacau dan gagal fokus seperti ini, ia berjalan menuju kelas gambar yang ada disudut sekolah, cukup jauh dari dojo atau tempat latihan karatenya, tapi kembali hal itu sedikitpun tidak menyurutkan niatnya, ia melangkah tapi sebentar langkahnya sedikit tersurut ketika semakin mendekali kelas gambar Jingga, sempat langkahnya terhenti, tapi tak lama ia beranikan kembali mengambil langkahnya.
Pintu kelas gambar tampak terbuka cukup lebar, seperti memang siap untuk menyambut kedatangannya. Ia hentikan langkahnya tepat didepan pintu, tampak Jingga sedang duduk diantara teman-temannya dengan white board kecil dan spidol ditangannya sepertinya ia sedang memberikan arahan tentang display penataan lukisan yang akan dipajang besok. Seperti ada yang lebih menarik perhatian daripada Jingga, seluruh mata yang semula mengarah padanya kini berbalik arah menuju pintu ruangan, sebentar ia terheran dengan kejadian yang dibuat teman-temannya, sampai ia coba menoleh dan mencari tahu sendiri apa yang sedang menarik perhatian mereka dan ... Benar saja Bumi sedang berdiri di tengah pintu.
"Ada apa kalian ngliyatin gue seperti itu?," tanyanya merasa aneh diperhatikan seperti itu oleh teman-teman Jingga. Jingga kembali memandangi kembali teman-temannya yang memang benar-benar sangat exciting dengan apa yang sedang ada didepannya, Bumi yang semula memandang aneh teman-teman Jingga mengedikkan dagunya pada Jingga seolah bertanya, mereka kenapa sih?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Jingga
Teen FictionSebagai yang paling dominan, Bumi tidak ingin mengurangi kesempurnaannya, tidak ada pangeran yang tidak didampingi seorang putri, begitulah prinsip yang dia buat sendiri. Setiap bulan ia memilih seorang gadis untuk dijadikan pacarnya, mau tidak mau...