Chapter 17

3.6K 154 2
                                    

Menikmati berjalan bersama Jingga tanpa harus ada lagi rasa takut untuk diketahui sahabat-sahabatnya terasa begitu menyenangkan. Terlebih rasa rindunya yang sudah lama ia coba matikan kini bisa dengan mudahnya ia hidupkan kembali, menuju motor BMW klasik R27 yang tertata di parkiran berjajar dan berdiri kokoh dibanding motor yang lain.

"Jam 2," ia lihat arlojinya, "mau pulang atau mau jalan kemana?."

"Memang mau ngajak gue kemana?."

"Kemana aja yang lo mau," Jingga tersenyum memandangnya, hari ini Bumi begitu manis, jauh dari biasanya.

"Lo sakit ya?," godanya.

"Anggap aja iya," Kembali Jingga menahan senyumnya, baiklah, tidak ada salahnya sekedar jalan-jalan dengan Bumi, toh sudah lama mereka tidak menghabiskan waktu bersama,

"Terserah lo aja mau ngajak gue kemana."

Laju motor lawas Bumi masih begitu gagah melampaui jalanan, tidak punya tujuan yang pasti Bumi hanya berusaha menahan Jingga untuk berlama-lama bersamanya. Tanpa sadar roda membawa mereka menghirup udara yang terasa sedikit kering, udara pantai, jembatan mewah nan megah bertengger kokoh melintasi lautan, jembatan Suramadu, jalanan setapak mulai tampak mengarahkan mereka pada jembatan itu.

"Jadi lo mau ngajak gue kesini," Jingga mengeraskan suaranya, setengah volume suaranya hampir beradu terserap oleh deruman motor Bumi.

"Gak juga," Bumi memutar setang motornya, kini mereka menyusuri jalanan yang tidak terlalu banyak pengendara, deburan suara ombak mulai terdengar, bebatuan juga mulai tampak tertata disisi-sisi pantai. Bumi mulai memperlambat laju motornya mencari tempat dimana ia dan Jingga bisa sebentar menikmati angin pantai ini. Laju motor pun ia hentikan, Jingga bergegas turun dan sedikit melangkahkan kakinya tak jauh dari Bumi mengentikan motornya, merasakan angin pantai yang begitu hangat, Bumi pun berdiri menjajarinya. Sedikit mencuri memandang Jingga, rambutnya tampak berterbangan menahan terpaan angin pantai yang cukup kuat.

"Ehmm ..gimana sekolah baru lo," Bumi mencoba membuka percakapan, kali ini mereka harus berbicara sedikit kencang, hempasan angin akan membawa suara mereka jika suara mereka terlalu kecil.

"Lumayan."

"Betah?."

"Harusnya betah, karena disana gak ada yang resek kayak lo," candanya.

"Memang gue resek," senyum Jingga menjawab pertanyaannya.

"Gimana shoe kloning?."

"Udah membaik..semuanya pada pengen lo balik ke bengkel."

"Semuanya?," ia menoleh pada Bumi yang masih menerawang lembutnya suara pantai disampingnya, "apa termasuk lo?," godanya.

"Kalo balik ke shoe kloning sih gak juga," kembali mata mereka beradu, sebentar Bumi mencoba mencari sisa-sisa cinta dimata Jingga dan seperti itu masih terpancar dari caranya memandang Bumi, "kalo balik jadi pacar gue, mungkin iya."

Jingga sedikit tersipu mendengarnya, ia hanya tersenyum dan membuang pandangannya kembali jauh ke tengah pantai, "sejak kapan lo bisa ngomong kayak gitu, diajarin Eru ya."

Bumi menggaruk-garuk kecil kepalanya, sepertinya dia mulai sedikit gugup merasa ada yang berlebihan dengan kata-katanya, "gak juga...jadi...apa lo bisa balik ke bengkel," kembali ke bengkel terlalu menjadi beban dalam perasaannya, jika ia kembali perasaan itu tidak akan bisa layu, malah semakin tumbuh dan berbunga.

"Ehmm gue gak janji," jawaban itu membuat Bumi sedikit menelan kekecewaan, pupus sudah harapannya untuk kembali mendekati Jingga.

"Lo masih marah sama gue?."

"Bukannya gitu Mi'," Jingga mencoba mencari alasan, tidak mungkin ia mengatakan bahwa ia takut jatuh cinta lebih dalam jika terus bersama Bumi, "atau mungkin...lo bisa ajak pacar baru lo dateng kebengkel," ia coba memberi alternatif.

Sebentar Bumi mempertimbangkannya, "pacar?? ..apa mungkin dia mau?."

Sedikit terganggu Jingga mendengarnya, jadi Bumi sudah mempunyai kekasih baru, ternyata keputusannya untuk pelahan menghapus Bumi dari daftar percintaannya benar, Bumi memang playboy, setelah apa yang mereka lalui bersama dengan mudahnya ia mengganti Jingga dengan gadis lain.
"Mungkin," ia menaikkan bahunya, tak ingin lebih jauh masuk kedalam hubungan mereka, "coba aja."

"Tapi ...gue udah nglakuin kesalahn besar yang mungkin gak bisa begitu saja dimaafkan."

"Sebesar apa? sejak kapan sih lo jadi mikirin perasaan orang, biasanya juga selalu maksa, paksa aja dia buat maafin lo," Jingga mulai sedikit gerah, mendengar hubungan mereka yang sepertinya begitu dekat.

"Mana bisa gitu, masalah perasaan itu lebih sensitif, harus diperbaiki dengan hati-hati," lagaknya sok tahu.

"Ya udah selesain aja sama cara lo," jawab Jingga sekedarnya, Bumi mulai merasakan bias-bias cemburu dari ekspresi yang terpasang pada wajah Jingga, sedikit senyum tersabit dibibirnya.

"Kalo lo jadi dia?, apa mungkin lo bisa maafin kesalahan besar yang seperti pernah gue lakuin ke lo."

"Gue udah maafin lo."

"Tapi apa memungkinkan kalo kita bisa balik pacaran seperti dulu dan memperbaiki semunya bersama?."

Pertanyaan Bumi membuat Jingga semakin kesal, kenapa harus ia tanyakan pada Jingga, harusnya ia ajukan sendiri pertanyaan itu pada kekasih barunya, apa ia sengaja membuat hati Jingga panas dengan hubungan barunya, "lo tanya aja sama pacar lo," jawabnya kesal, membuat Bumi semakin menahan senyumnya yang kegirangan.

"Ya kan gue coba analogikan ke lo...gimana?."

Jingga coba berpikir mencari jawaban, supaya ia bisa cepat menyelesaikan dialog menyebalkan ini dengan Bumi, "kalo gue ...bisa aja kita perbaiki semuanya dan balik pacaran seperti dulu, asall ..."

"Asal apa?."

"Asal lo gak kegenitan sama cewek-cewek, lo pikir mereka paketan internet yang bisa diganti tiap bulan," Jingga tidak bisa lagi menahan kekesalannya, Bumi hanya tertawa mendengarnya.

Sebentar ia menatap Jingga begitu lembut, "lo cemburu ya?,"

"Siapa yang cemburu?," ia coba mengelak dan menutupinya.
Ia mengacak-acak lembut kepala Jingga dan memandangnya, "iya, gue janji."

"Janji apa?," sedikit terheran ia mendengarnya. Ia melepaskan tangannya dari kepala Jingga dan masih tetap memandangnya,

"Gue janji lo bukan paketan internet gue, lo pacar gue dan gue akan selalu ada kalo lo lagi butuh, disaat lo seneng dan juga sedih," Jingga tersenyum mendengarnya, sebenarnya apa yang dilakukan anak satu ini, ia dibuatnya cukup bingung, "jadi kita pacaran kan?."

"Kenapa lo tanya gue?."

"Karena cewek itu lo, gue masih belum bisa ganti lo dengan yang lain," jawabnya sedikit gugup, hari ini Bumi terlihat seperti pujangga cinta yang sedang menjajakan cintanya, begitu klasik tapi cukup membuat hatinya terbang melayang kedalam emosi cinta yang mereka ciptakan bersama.

"Lo aneh tau gak hari ini," Jingga menahan senyumnya melihat Bumi.

"Setidaknya, karena keanehan ini pacar gue mau balikan sama gue," ia mendekatkan wajahnya dan mencium lembut kening Jingga, sentuhan lrmbut bibir itu membuat jantungnya begitu berdesir.

"Gue gak bilang mau balikan sama lo."

"Gue gak butuh jawaban lo, ini perintah," jawab Bumi angkuh, mereka saling berpandangan dan seketika tawa pun pecah diantara mereka.

Love JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang