Hati Aninda mencelos saat melihat laki-laki yang mampu membuatnya kembali merasakan cinta, justru mempermainkannya karena hampir saja berciuman dengan Maudy di sebuah club terkenal di Bandung. Omong-omong soal Maudy, ia cukup kenal dengan gadis itu karena memang teman satu angkatannya, terkadang keduanya pun suka saling menyapa satu sama lain jika sedang berpapasan di sekolah.
Aninda benar-benar malu dengan dirinya sendiri karena telah bertingkah seolah-olah pacar Naufal yang rela menghabiskan waktu hanya untuk mencari laki-laki itu yang tadi sempat hilang.
Namun, ketika ia berhasil menemukan keberadaan laki-laki itu, Naufal justru tak mengakui dirinya sesuai dengan yang diharapkan. Bahkan, Naufal hanya sekedar menoleh saat Aninda memanggil namanya tanpa ada sedikitpun niat untuk menghampirinya.
Karena sudah tak kuat menahan air matanya lebih lama lagi, ia pun segera berlari ke arah pintu keluar dengan tergesa-gesa tanpa memperdulikan Aldo yang terus saja meneriaki namanya. Ia melakukan ini semua karena tak mau terlihat lebih bodoh lagi dengan menangis di hadapan Naufal dan teman-temannya
Aninda yang terus saja berlari dan menghiraukan panggilan Aldo membuat laki-laki itu tak bisa diam saja di tempatnya dan segera bertindak. Ia mengejar gadis yang sedang berlari ke arah pintu keluar itu. Ketika jaraknya telah dekat dengan Aninda, ia segera menarik lengannya agar gadis itu tidak berlari lebih jauh lagi dari dirinya. Melihat tangannya yang ditarik oleh seseorang membuat gadis itu memutar tubuhnya dan sedikit tertegun saat mengetahui bahwa Aldo lah yang melakukan semuanya.
"Kenapa, Do?" Aninda berusaha untuk mengeluarkan suaranya yang sudah terdengar sangat parau itu.
Sebelum membalas ucapan gadis itu, ia merengkuh tubuh Aninda ke dalam pelukannya. "Gak usah banyak tanya, nangis dulu aja."
Aninda pun mengikuti arahan dari Aldo dan benar-benar meluapkan seluruh emosinya dengan menangis hingga baju Aldo sangat basah karena air matanya. Setelah tangisannya mulai reda, ia mendongakkan kepalanya untuk berbicara pada Aldo mengingat laki-laki itu lebih tinggi darinya.
"Makasih ya, Do," ucap Aninda dengan suara yang serak karena telah menangis.
"Lo gak perlu bilang gitu, gue cuma mau bantu aja kok."
"Tetep aja gue harus berterima kasih sama lo. Belum lagi, gara-gara gue baju lo jadi basah kaya gitu."
Aldo menyunggingkan senyumnya. "Santai aja lah kalo sama gue, gak apa-apa kok," sahutnya. "Gue anter pulang, ya?"
Aninda mengangguk sebagai jawaban. Lalu, Aldo pun menuntun lengan gadis itu menuju mobilnya. Ketika mobil Aldo telah melaju membelah jalanan kota Bandung di malam hari, gadis itu hanya diam seakan larut dalam kesunyian yang tengah menggoroti suasana mobil kali ini.
Aldo pun tak berani mengeluarkan suaranya karena ia cukup mengerti dengan apa yang tengah dirasakan oleh gadis itu. Hingga tiba-tiba Aninda angkat bicara memecah keheningan yang telah terjadi di antara keduanya.
"Kenapa orang baik kaya lo punya temen sebrengsek Naufal?" tanya gadis itu dengan pandangan yang tetap mengarah ke jalanan yang sudah sepi.
Merasa diajak berbicara oleh gadis yang duduk di sampingnya itu, ia pun menghela napasnya dulu sebelum mulai berbicara. "Gue gak sebaik itu kok, Nin. Banyak yang lo gak tau tentang gue. Naufal pun sama, dia gak sebrengsek yang lo kira. Karena setiap orang pasti punya sisi baik dan buruk. Jadi, gak selamanya yang lo nilai baik itu emang baik. Begitupun sebaliknya," tuturnya.
Gadis itu tertegun mendengar jawaban Aldo barusan, ia tak menyangka jika laki-laki yang berada di sampingnya dapat bersikap secara dewasa dan bijaksana. Bahkan, ia sempat kagum dengan Aldo akibat penuturannya tadi. Setelah cukup lama termenung, ia segera tersadar dari lamunannya. "Gue gak tau lo bisa sedewasa itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Part
Teen FictionYou're the one that I desire. Copyright©2016 #2 in relationship (13/09/16) #6 in relationship (19/06/18) #20 in TeenFiction (31/12/16)