Part 41 : Changed

13.2K 1.1K 67
                                    

Semalaman gadis itu menyesali akan perbuatannya terhadap Naufal. Namun, semalaman itu pula Adella telah membuang-buang waktunya dengan melakukan penyesalan yang sudah jelas tidak akan bisa merubah keadaan. Penyesalan tetaplah akan menjadi sebuah penyesalan, kecuali jika gadis itu mau untuk berusaha memperbaiki apa yang menjadi kesalahannya. Menyadari hal itu membuat Adella memberanikan diri untuk melakukan sesuatu yang lebih berguna daripada sekedar mengeluarkan air mata bodohnya.

Adella mengambil ponselnya dan mencari kontak Naufal sebelum akhirnya menekan tombol hijau dan melakukan panggilan. Sambungan telepon mulai terhubung dengan sang penerima. Hingga beberapa detik kemudian suara khas milik Naufal terdengar dari seberang sana membuat degup jantung Adella berdetak lebih kencang dari biasanya. Yang jelas Adella benar-benar gugup sekarang.

"Hallo?" sapa Naufal dari seberang sana.

"Naufal, gue..."

Naufal sudah lebih dulu memotong ucapan Adella di saat gadis itu belum sempat menyelesaikan kalimatnya.

"Lo ngomongnya besok di sekolah aja deh, gue ngantuk banget. Sorry ya."

"Oh okay gak apa-apa, Fal. Besok lagi aja."

Begitu sambungan telepon telah terputus, Adella tersenyum kecut sembari melempar benda pipih tersebut ke atas tempat tidurnya. Ia kecewa dengan Naufal yang memutuskan untuk mengakhiri telepon sebelum dirinya sempat berbicara. Belum lagi, alasan yang diberikan oleh laki-laki itu untuk mengakhiri teleponnya sangatlah tidak masuk akal.

Adella bukan lah seseorang yang baru mengenal Naufal sehari atau dua hari. Adella jelas tahu bahwa Naufal tidak mungkin sudah mengantuk di saat waktu baru saja menunjukkan pukul 8 malam. Naufal belum pernah seperti itu sebelumnya. Kalaupun seandainya Naufal memang berkata jujur, laki-laki itu selalu rela untuk menahan rasa kantuknya hingga Adella yang lebih dulu mengakhiri panggilan.

Kini ia menyadari satu hal bahwa semua sudah berubah, keadaan sudah tak lagi sama seperti kemarin ataupun hari-hari sebelumnya.

Naufal sudah berubah.

Setetes air mata jatuh tepat di pipinya. Ia sakit hati sekaligus kecewa. Walaupun ia tahu semua itu terjadi karena ulahnya.

Di lain tempat, Naufal justru sedang menyesali perbuatannya karena telah berbohong pada Adella. Tentu saja laki-laki itu berbohong, tidak mungkin dirinya sudah mengantuk tepat di jam 8 malam. Ia tahu jelas bagaimana perasaan Adella saat ini, sudah pasti gadis itu sedang kecewa pada dirinya.

Bagaimana jika gadis itu menangis karena kecewa pada dirinya?

Kemungkinan-kemungkinan seperti itu yang merasuki pikirannya. Kemungkinan seperti itu pula lah yang membuat pertahanan dirinya untuk menjauhi Adella menjadi bimbang. Namun sedetik kemudian, ia menahan dirinya sendiri untuk tidak menelepon balik dan meminta maaf atas apa yang telah dilakukannya tadi. Ia meyakinkan dirinya sendiri untuk tidak meruntuhkan sesuatu yang baru saja akan dimulainya.

Naufal mengacak-acak rambutnya dengan kasar. Lalu, tangan kanannya bergerak untuk mematikan benda pipih tersebut dan melemparnya secara asal ke tempat tidur. "Sorry, Cal."

Memang Adella yang pertama kali membuatnya kecewa, namun perasaan bersalah dalam dirinya itu tetap ada.

**

Keesokan harinya, Adella sama sekali tidak bersemangat untuk pergi ke sekolah. Moodnya sedang tidak baik pagi ini. Dan laki-laki bernama Naufal lah yang menjadi alasan utama mengapa moodnya sudah tidak baik di pagi hari.

Perempuan itu sedang berjalan menuju kelasnya yang berada di lantai 2. Bertepatan dengan dirinya yang sedang menaiki tangga, pandangannya tak sengaja melihat Naufal. Tak lama dari itu, Naufal menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya. Di saat tatapannya bertemu dengan milik Naufal, perempuan itu tersenyum dan berniat untuk menyapanya.

Best PartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang