File : Puteri Duyung #4

5.6K 679 66
                                    

Matahari senja bersinar hangat dengan cahaya jingganya. Aku berada di sebuah dermaga kecil, bersama Bimo dan Nick. Ada beberapa deretan kapal pesiar pribadi kecil bersandar. Bersama kami juga ada kapten kapal yang waktu itu berada di tempat kejadian hilangnya anak Tuan Rusman.

Namanya Albert, kebetulan dia orang jawa. Entah dari mana orangtuanya bisa mendapatkan nama bagus untuk seorang pribumi yang sekarang sudah berumur 40 tahun itu. Biasanya pada masa kelahiran orang yang berumur segitu, orangtua mungkin akan memilih nama Agus, Slamet, atau Budi, tapi suka-suka bapak dan ibunya, sih.

Lelaki berpostur sedang dengan kulit kehitaman karena terbakar sinar matahari itu yang akan mengantarkan kami ke lokasi kejadian. Dia juga membawa tiga orang anak buah untuk berlayar bersama.

"Tuan-tuan, sudah siap untuk berangkat sekarang?" tanya Albert pada kami bertiga.

"Aku sudah siap dari tadi, Kapten." Nick langsung nyelonong melewati papan semacam jembatan kecil untuk menuju kapal sambil membawa sebuah tas dipundaknya, "anda yang dari tadi belum memerintahkan kami, kukira kami akan menunggu hingga karatan dulu baru anda perintah, hahaha."

Albert hanya nyengir dengan candaan Nick yang memang tidak lucu tapi ditertawai oleh dia sendiri.

Aku dan Bimo menyusul menuju kapal. Sebuah kapal pesiar pribadi yang tidak terlalu besar, panjangnya sekitar 16 meter, mungkin jenis flybrigde cruiser, terdapat ruangan-ruangan di dalam kabin yang bisa digunakan untuk beristirahat, sangat nyaman, seperti liburan.

"Kita berangkat!" perintah Albert pada anak buahnya.

Kita sengaja berangkat pada sore hari, karena lokasi yang kami tuju lumayan jauh. Kami berniat sampai sana pada saat matahari bersinar, karena berbahaya jika kita mengeksplorasi tempat itu di saat gelap.

Aku, Bimo, Nick dan Albert berada di buritan kapal, sedangkan kapal dikemudikan oleh seorang ABK.

"Kapten, saat kejadian malam itu, apa tidak ada petunjuk tentang mereka sama sekali?" tanyaku, "selain sisik itu tentunya."

"Tidak ada, Tuan Yodha, kami hanya menemukan itu di karang di mana kapal kami tersangkut."

"Kalian beruntung, kapal menabrak karang tapi tidak rusak dan tenggelam."

"Ya, beberapa mitos mengatakan, duyung sengaja membuat kapal para pelaut menabrak karang," Nick ikut bicara, "ada yang bilang mereka iseng, atau itu pekerjaan mereka, tapi ada juga yang bilang mereka dendam."

"Dendam?"

"Sebagian berpendapat mereka adalah para putri Akhelous."

"Siapa lagi Akhelous itu, Prof?" tanya Bimo.

"Bukankah dia seorang pencemburu yang bermusuhan dengan Herakles karena seorang wanita bernama Deianeira, Nick?"

"Bingo! Betul sekali, Junior." lagi-lagi Nick suka sekali mengacungkan pistol jari saat berkata itu, dan kali ini ditujukan padaku.
"Dalam mitologi, Herakles seorang dewa sungai, dia berhasil mendapatkan Deianeira, dan keturunannya kebanyakan menjadi pelaut."

"Hmm... Berarti Akhelous itu mempunyai keturunan para duyung untuk membalas dendam pada Herakles."

"Ya, tapi itu hanya beberapa pendapat saja." kata Nick sambil mengangkat bahunya, "Ngomong-ngomong, bagaimana bisa kapal anda tidak tenggelam saat menabrak karang, Kapten?"

"Kapal kami kebetulan hanya tersangkut, karangnya lebar dan agak landai pada sisinya," Albert menjelaskan.
"Ujung kapal tertopang pada bagian karang yang terendam air. Kami turun dengan tangga tali untuk mendorong kapal, karena kami sudah menyalakan mesin untuk mundur, tapi tetap tersangkut. Dan kebetulan air sangat tenang pada saat itu."

Detektif MitologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang