File : Makhluk Tanah #13

1.7K 268 49
                                    

Redcap, begitulah dia disebut atau dipanggil. Sesuai dengan namanya, dia memakai tudung berwarna merah darah seolah menunjukkan bahwa kematian akan selalu membayangi jika di dekatnya. Makhluk dari bangsa peri yang cukup legendaris. Hidung dan daun telinganya sama-sama lancip, hampir mirip wajah seekor tikus, dengan kumis dan jenggot berwarna putih. Tongkat yang dipegangnya itu membuat siapapun berpikir dua kali untuk mendekatinya.

Lalu terdengar keramaian dari bawah dan tak lama puluhan goblin memanjat dan berlari melalui tangga-tangga kayu yang berderak setiap mereka menginjaknya lalu berhenti di sekeliling.

Goblin-goblin yang berlompatan dan bergelayutan di sekitar kami, berteriak dan meraung-raung dengan membawa palu dan tongkat besi. Seperti sekumpulan pasukan yang berteriak menunjukkan bahwa mereka siap membantai musuh mereka kapan saja dan tinggal menunggu perintah dari jenderalnya.

Redcap menatap kami dengan seringainya, penampilannya cukup menyeramkan. Meski begitu, tingginya hanya beberapa senti dari Ibe.

"Hahaha!" dia tertawa keras sambil menghentakkan tongkatnya. "Haha .... haah .... uhuk! Uhuk!"

Red Cap membungkukkan badan sambil mengelus dadanya. Badannya yang tadi tegap kini bungkuk dan berusaha tetap berdiri dengan bersandar pada tongkatnya, merintih sambil terbatuk-batuk.

"Aduuuh. Bergaya biar kelihatan seram, menguras tenaga juga buat aku yang sudah tua ini," katanya.

Dia berjalan terhuyung-huyung hanya beberapa langkah lalu berhenti dan menatap kami lagi. Wajahnya yang tadi terlihat cukup menyeramkan, kini terlihat renta dengan keriput jika diperhatikan.

"Kalian takut, kan, dengan aksiku tadi? Khukhukhu ...." kata Red Cap sambil mengusap janggutnya.

"Kau tidak bisa membedakan mana ekspresi takut dan terkejut, Redcap," jawabku.

Raut wajah makhluk itu tidak berubah sama sekali dengan perkataanku. Senyumnya masih tampak.

"Wah, gagal ternyata. Sudah kuduga. Khukhukhu. Tak salah lagi, orang yang satu ini lebih berani dari yang lain," katanya sambil menatapku. "Seorang Pranayodha, bukankah begitu?"

Yah, kata-katanya barusan mengagetkanku tentu saja.

"Kok, dia bisa tahu?" bisik Kinanti di sampingku.

"Memangnya kenapa dengan keluargaku, Redcap?" tanyaku.

Tiba-tiba seekor goblin kecil melompat dan mendarat di atas balkon tempat kami berdiri. Matanya yang hijau menyipit menatapku, membawa sebuah palu dia berdiri di antara aku dan Redcap.

"Jangan terus-terusan memanggil Redcap. Kau sangat tidak sopan. Panggil dia dengan namanya," kata makhluk itu membela kehormatan tuannya.

"Ya ya, sebutkan namanya!" tiba-tiba Bimo berkata dengan santai, kukira selama ini dia masih belum sadar akan keterkejutannya --dengan wajah melongo menatap semua ini-- tapi ternyata dia terlihat biasa saja.

"Dia adalah pemimpin di dunia peri ini, seorang yang terkuat dan terpintar yang bisa memerintah peri apapun. Hanya dengan mengacungkan telunjuk, semua makhluk akan me ...."

"Sudah, sudah! Namanya terlalu panjang. Aku tak mampu menghapalnya. Sebut nama panggilan saja," kataku dan terdengar tawa kecil dari Kinanti dan Bimo.

Redcap terkekeh sambil menatap goblin yang ngoceh di depannya tadi, lalu melirik ke arah lain sambil mengelus-elus tongkatnya.

Lalu kembali goblin tadi berbicara.

"Panggil dia Yang Mulia Oky,"

"Buh .... huahahaha!" Bimo tertawa keras sambil membungkuk dan menepuk-nepuk lututnya. "Oky? Namanya imut sekali! Gyahahaha!"

Detektif MitologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang