File : Makhluk Tanah #10

1.8K 266 12
                                    

Pria itu berdiri menatapku dengan pandangan dan senyum yang aneh, ayahku. Kakiku lemas meski ingin mendekatinya, namun kenapa dia hanya diam tanpa menghampiriku, anaknya sendiri yang telah ditinggalkan bertahun-tahun dan sedang berusaha mencarinya. Atau mungkin dia sudah tidak mengenaliku karena terakhir yang dia lihat hanyalah seorang bocah kecil yang pendiam. Banyak sekali pikiran yang terbesit di benakku dengan cepat hanya dalam beberapa detik.

"Ayah..."

Tanpa menjawab pertanyaanku, dia tiba-tiba berlari lalu berbelok masuk ke deretan pepohonan. Aku tetap berdiri dan merasa bingung.

Aku berjalan cepat ke arah lari ayahku tadi, rupanya ada jalan lain yang lebih sempit terletak diantara kolam-kolam yang gelap. Mungkin sebenarnya ada banyak lagi jalan-jalan yang serupa di jalan kematian ini dan Ibe membawa teman-temanku berbelok tapi aku sendiri nyasar karena terlalu terhanyut suasana hening.

Mungkin ayah ingin menunjukkan jalan padaku, tapi kenapa tidak menyambutku dulu, sih.

Aku berjalan melalui jalan kecil tadi, pohon-pohon kelabu yang tinggi dan kurus tanpa daun menyambut di kiri dan kananku, dalam suasana remang begini pohon-pohon itu bagai monster besar dengan tangan terbuka yang siap menerkam mangsa. Sebuah pohon kelabu menjulang menghalangi jalanku dan saat akan kulewati, sepertinya pohon itu ikut bergeser. Aku bergerak ke arah sebelahnya, lagi-lagi rasanya pohon itu ikut bergerak.

"Nguh!"

Sebuah suara melenguh yang berat seperti kerbau terdengar dari atas pohon tadi. Dan saat aku mendongak ke atas...

Bum!!!

Rupanya tadi bukan pohon, melainkan tubuh besar troll. Makhluk besar dan gemuk juga bermuka buruk dari bangsa peri penghuni bawah tanah itu langsung mengayunkan tangannya kearahku seperti menumbuk ketan dan berusaha membuatku gepeng. Untung dengan sigap aku melompat ke belakang dan berguling.

"Grrrrrr..."

Troll itu berdiri lebih tegap dan muka buruknya terlihat lebih jelas. Hidung bulatnya mengembang dan matanya yang kecil terlihat semakin kecil menandakan dia sedang kesal, troll memang selalu kesal karena dia bodoh. Mulut yang lebar yang tidak bisa tertutup rapat — bibirnya dower dan berat — sehingga bisa terlihat deretan gigi serinya yang besar-besar dan kotor — mungkin bau juga.

"Seranganmu meleset, otak dua ons."

Troll tadi melangkah dengan cepat menuju ke arahku, perutnya yang buncit bergerak naik turun seirama dengan debum di tanah pada langkah kakinya. Aku menghindar dan berguling ke samping menghindari terjangan makhluk bodoh itu lalu berlari ke arah yang ingin ku tuju tadi.

Suara geraman dan dentuman terdengar di belakangku saat aku berlari, troll tadi terus mengejarku dan mengamuk sampai merobohkan beberapa pohon. Jalan yang kulewati semakin sempit dan licin diapit dua kolam gelap. Berkali-kali aku hampir terpeleset dan meluncur untung masih bisa menjaga keseimbanganku sedangkan makhluk besar yang mengejarku itu sepertinya berkali-kali terpeleset ke kolam tapi terus mengejar.

Ada sebuah pohon raksasa tumbang yang melintang di atas sebuah kolam dan menjadi seperti jembatan. Oh, ini bisa kupakai seperti di film-film saat tokoh utama dikejar monster lalu melewatinya sampai ke seberang jembatan kayu akan patah dan monsternya jatuh, akan kucoba.

Aku mulai naik dan melewati pohon raksasa yang tumbang itu dan menyeberang di atas kolam yang gelap. Cukup susah ternyata meski besar tapi pohon ini sedikit bergoyang ketika aku di atasnya.

Detektif MitologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang