File : Puteri Duyung #14

3.4K 449 21
                                    

Sosok itu pendek, hanya setinggi separuh dari manusia normal dewasa, rambutnya kumal dan acak-acakan. Kain di tubuhnya terlihat lusuh, kulitnya menghitam terlihat kotor.

Aku hendak meneriakinya saat dia menunduk mendekat ke wajah Albert, tapi sosok itu berbicara, "Kapten! Kapten Albert! Syukurlah."

"Hah?" Aku sedikit terkejut pada orang pendek ini dan teriakannya membangunkan semuanya, termasuk Albert yang langsung menatapnya.

"Cah... Cahyono! Syukurlah, kau masih selamat!" Albert berpelukan dengan orang pendek tadi, dia harus berlutut agar tinggi keduanya sama. Aku tak menyangka jika ternyata anak Tuan Rusman sebenarnya agak cebol atau boncel. Tapi aku lega, kami menemukannya disini dan dalam keadaan selamat.

"Kapten, mereka siapa?"

"Oh, mereka teman-teman yang ikut mencari kalian." Albert menoleh pada kami, aku melambaikan tangan, kulihat Nick dan Bimo melakukan hal yang sama, mereka terlihat senang sepertiku. "Mana yang lainnya, Yon?"

"Ayo, kalian ikut saya dulu, nanti saya jelaskan."

Kami membereskan barang-barang kami, memastikan kalau api unggun benar-benar telah padam lalu mengikuti Cahyono yang sudah menunggu di mulut goa yang ditemukan Albert kemarin.

Goa yang sekarang berbeda dengan yang kami lewati sebelumnya, goa ini masih ada cahaya yang masuk karena ada beberapa lubang dengan berbagai ukuran di dinding goa yang langsung menghadap laut. Goa ini seperti terowongan yang berada di sisi tebing pulau karang dengan beberapa lubang seperti jendela di sampingnya, jika jatuh dan keluar dari lubang itu, tamatlah riwayatmu.

Kami mengikuti Cahyono yang berjalan di depan, walau dia boncel, gerakannya cukup gesit. Aku masih tidak percaya jika dia anak Tuan Rusman. Di dalam terowongan, aku menemukan lubang bercabang yang sepertinya mengarah ke tempat lain, gelap dan menurun, tapi kami tidak ke sana dan tetap berjalan menyusuri terowongan ini.

Jika dipikir, pulau ini seperti labirin, banyak sekali cabang-cabang dari goa yang mengarah ke suatu tempat. Jika aku melawan logika, tempat ini seperti di buat oleh manusia, tapi logikanya, manusia tidak bisa menciptakan pulau, atau memahat sebuah pulau batu karang raksasa menjadi sebuah labirin seperti ini. Sehebat apapun para orang itu bahkan yang bisa menciptakan piramida di Mesir atau memahat Petra.

Setelah agak lama berjalan, kami tiba di tempat yang mirip dengan tempat bermalam kami tapi lebih luas. Sebuah tempat datar dan lapang dengan tumbuhan dengan jurang dan tebing di sisi pulau dan menghadap ke laut. Di sini terdapat lebih banyak lagi pohon-pohon bercabang.

Albert menjatuhkan tasnya begitu sampai dan berlari, terlihat dia mendatangi seorang pemuda yang sepertinya menunggu dari tadi di sini. Mereka berpelukan dan sejenak berbincang, tidak terdengar olehku karena cukup jauh.

Aku, Nick dan Bimo masih berdiri melihat mereka dari jauh. Cahyono yang ada di sampingku mengulurkan tangannya pada kami bertiga.

"Terimakasih, Tuan-tuan. Perkenalkan saya Cahyono."

"Yodha." Aku menyambut jabat tangannya.

"Saya Nicholas, panggil Nick saja. Saya kagum dengan anda, Tuan Cahyono. Maaf, meski badan anda kecil tapi sepertinya anda tidak kenal takut. Hahaha."

Duh, memang Nick sama sekali tidak punya sopan santun, aku khawatir itu akan menyinggung Cahyono.

"Saya Bimo, Tuan Cahyono. Pasti ayah anda begitu mengenal anda hingga menjadikan anda sebagai pengawas. Dia sangat mengkhawatirkan anda."

Aku melirik pada Cahyono, wajahnya terlihat bingung, tapi kemudian malah aku yang bingung karena dia tertawa.

"Hahaha. Terimakasih, Tuan Nick. Memang, meski saya kecil dan mengalami masalah pertumbuhan, tapi itu tidak menghilangkan jiwa pelaut saya yang sudah turun-temurun. Dan saya kira kalian salah paham."

Detektif MitologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang