File : Puteri Duyung #11

3.6K 448 53
                                    

Jalan yang akan kami lewati rupanya semakin menyempit dan tidak bisa dilalui dengan kendaraan. Sepertinya itu alasan pemilik mobil satu ini meninggalkannya, dan aku yakin mereka Yodha dan Julia.

"Ayo, Adam, kita harus bergegas."

Aku dan Adam melewati jalan setapak di antara pepohonan oak, pinus dan hornbeam yang tinggi, semakin lama semakin menyempit dan tidak terlihat seperti jalan, hanya jalur yang jarak antar pohonnya lebih renggang. Mungkin tadinya ini semak belukar atau rerumputan yang menghilang di musim dingin.

Sedangkan di sekitar kami, pohon tumbuh rapat, meski banyak pohon yang sudah gundul menggugurkan daunnya, tetap susah bagiku untuk melihat, ditambah lagi kabut yang tebal.

"Kau yakin mereka lewat sini, Nick?"

"Aku yakin, tidak ada jalan lain lagi."

"Bagaimana mereka bisa sampai kesini, apakah mereka juga bertemu dengan Nyonya Wahl?"

Aku menoleh pada Adam, "ku rasa begitu, hanya dia tidak mau mengatakannya. Dia menyuruh kita ke sini setelah bertanya tentang mereka, kan?"

"Yah, aku pikir juga begitu. Nick bisa kita berhenti sebentar?" Adam terlihat kelelahan, uap keluar dari mulutnya tiap dia berbicara dengan napas yang memburu karena suhu yang dingin.

"Baiklah." Aku lalu duduk di atas tanah yang tertutup salju tipis, begitu juga Adam.

"Ini, Nick." Adam melemparkan bungkusan biskuit padaku, lalu dia mengambil botol kaleng kecil dari saku jas dan meminum isinya.

"Apa kau sudah tahu perjalanan kita akan jauh, Adam? Sehingga kau sengaja membawa bekal." kataku sambil membuka bungkusan.

"E...eh, tidak, Nick. Aku memang terbiasa membawa botol minum kemanapun." Adam menyodorkan botol itu padaku, "kalau biskuit ini memang ada di mobilku, aku biasa ngemil saat dalam perjalanan."

"Ooh," aku menenggak air dari botol, rasanya ini sebuah air dari perasaan anggur tapi tidak difermentasi, "tapi kalau dari penjelasan Nyonya Wahl, sepertinya tempat yang kita tuju memang jauh, hanya aku tak menyangka jika harus berjalan kaki sejauh ini."

"Ya, setelah ini juga kita masih harus melalui lembah hijau."

Aku memandang sekeliling, jarak pandang kami masih terbatas karena kabut.

"Aku sedikit cemas kalau saja kita nanti tersesat, Adam."

"Tenanglah, Nick, kita ikuti saja jalur ini."

Aku kembali melemparkan botol minum pada Adam, dia menumpahkan sedikit isi botolnya ke tanah sebelum menutup dan mengantonginya kembali. Mungkin dia termasuk orang yang terlalu suka bersih hingga berusaha membersihkan bekas mulutku di botolnya.

"Ngomong-ngomong, kenapa kau memberitahu Yodha tentang hal ini?"

"Dia yang bertanya padaku, entah dapat informasi darimana. Kau mencurigai aku yang menyuruhnya kesini?" Adam membuka bungkusan biskuit lalu memakan isinya.

"Tidak, tidak kau suruh pun kalau dia tahu hal seperti itu dia akan datang."

"Nah, kau sendiri tahu hal itu, Nick."

"Ya, aku tak menyangka saja kau bisa bercerita padanya, dia akan melakukan apa saja untuk hal ini, termasuk membahayakan dirinya sendiri dan Julia."

Adam melirik padaku lalu membenarkan posisi kacamatanya.

"Kau jangan salah sangka dan menyalahkan aku, Nick. Sebagai sesama peminat makhluk mitologi, hal seperti ini memang harus saling berbagi cerita."

"Ya, mungkin sebagai sesama profesor aku setuju, tapi sebagai teman aku tidak terlalu suka."

Detektif MitologiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang