Part 13 : Dirai Hujan

237 10 9
                                    

Pernakah kamu merasakan diabaikan. Memiliki tapi tidak memiliki. Tersenyum tapi terluka di dalam. Ariska merasakannya disetiap sendi kehidupannya. Ia mulai lelah menjalankan hari-harinya. Lelah menjadi sesuatu yang bukan dirinya. Lelah bergerak layaknya boneka porselin. Dikendalikan orang lain tanpa bisa membantah. Tanpa bisa mengelak.

Menerima seorang Arka menjadi suaminya, berarti menerima segala kehidupan pria itu. Ariska tahu konsekuensinya tapi semakin ia masuk ke dalam kehidupan seorang Arka. Semakin ia merasa menjadi seseorang berbeda.

Ia ingin berhenti tapi ia menyadari ketika ia memutuskan untuk berhenti bukan hanya ia yang akan terluka tapi akan banyak yang jadi korban. Yang bisa Ariska lakukan saat ini hanyalah menjalani arus yang telah ia pilih sedari awal dan menyerahkan endingnya kepada Sang Pencipta.

Ariska memandangi Arka yang terlihat terlelap di sampingnya. Badan kurusnya dulu kini semakin berisi. Tapi perubahan itu tidak berarti pada mata Arka. Mata yang masih sama ketika Ariska menemukannya. Mata yang masih menyimpan duka yang sama. Ariska ingin tahu apa yang dirasakan Arka tapi ia tahu batasannya dan ia takut bahwa semakin ia mengulik masa lalu Arka maka pria itu akan semakin lama masa kesembuhannya.

Ariska menelisik lehernya yang jenjang. Meraba-raba sesuatu disana yang telah lama berteman dengannya. Hilang. Wajah panik tergambar jelas di wajahnya. Ia meloncat dari tempat tidurnya. Membongkar semua lemari dan meja sekitar tempat tidurnya.

Suara berisik yang ditimbulkan Ariska membangunkan Arka dari tidurnya. Ia memandangi Ariska yang terlihat panik. Tapi ia hanya diam. Lebih tepatnya memilih diam.

Ariska yang tidak menyadari Arka memilih keluar dari kamarnya dengan bergegas. Ia tahu dimana ia telah kehilangan liontinnya. Liontin peninggalan Hardi.

***
Ariska memacu motor metik tuanya. Motor yang menjadi saksi bersejarah tentang perjuangannya di kota ini. Di kota yang ia harap ia bisa menyembuhkan luka. Ia sudah dilarang menggunakan motor oleh ibu mertuanya dan disuruh untuk menjualnya tapi satu hal yang pasti, Ariska tak akan pernah melakukannya. Tidak ketika ia masih dalam keadaan waras.

Malam semakin larut dan udara malam semakin menusuk hingga tulang. Sebentar lagi hujan Ariska tahu itu. Tapi dibandingkan dengan ketakutan akan hujan Ariska lebih takut jika harus kehilanggan peninggalan Hardi yang tersisa.

Ariska berjalan tergesa mengabaikan beberapa beberapa pasangan yang terlihat mesum di sudut taman. Ia terus melangkah ke arah bangku taman yang tadi sore di dudukinya. Dan berharap dalam hati semoga ia belum terlambat.

"Di mana sih" Peluh membashi tubuh Ariska. Sudah satu jam dia mencari liontinnya. "Pasti di sekitar sini. Aku ga kemana-mana lagi selain disini" Ariska bermonolog.

"Jangan-jangan" Ariska mengingatnya. Sebelum Mang Juki menjemputnya Ariska singgah sebentar ke minimarket di sebrang taman.

Ariska berlari tak memudulikan sang hujan secara perlahan menjatuhi bumi, yang ia pikirkan saat ini hanyalah liontinnya. Ariska berusaha menyebrang. Lalu lintas tampak ramai. Seolah-olah semua orang terburu-buru untuk segera pulang kerumah.

Ariska melangkahkan kakinya dengan cepat setelah melihat kendaraan mulai sepi. Sampai sebuah tangan menariknya dengan cepat dan membawanya jatuh ke tanah

"Apa kau sudah gila" Ariska shock ia hampir saja tertabrak. "Kau hampir saja mati"

Ariska tersadar dari keterkejutannya. Dan mulai meraba lawan bicaranya. Rinai hujan yang kian deras dan penerangan yang mulai meredup membuat Ariska tidak dapat melihat lawan bicaranya. Sampai sebuah sinar mobil menyinari wajah penyelamatnya. "Kau"

Kanvas Buang

190218

Redamancy LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang