Sebuah pukulan pelan tapi menyakitkan mengenai punggung tangan Ariska. Ia mengenyit sakit dan refleks mengelus-elus tangannya yang kena sambitan.Ia mengadahkan wajahnya dan mendapati wajah bengis dengan tatapan tajam mengujaminya tanpa ampun. Ariska meminta maaf tanpa suara.
Semenjak mendapatkan gelar menantu dari keluarga Aginino. Ariska mendapatkan pelatihan khusus dari Miss Marlon-pelatih kepribadian-.
Marlion yang masih menyandang gelar nona diusianya yang hampir menginjak usia 50 tahun memajukan wajahnya dan menatap Ariska lekat. "Sudah berapa kali saya katakan tangan kamu itu tidak boleh sekaku itu. Kamu harus menggerakan sendok dan garpunya dengan gemulai dan anggun."
Ariska menundukan kepalanya. Ia merasa malu sekaligus marah. Ia tidak pernah belajar table manners sebelumnya, dan ia tak mengira akan sesulit ini.
Semua peralatan makan dihadapannya seolah mengejek dan memakinya kampungan. Ia tidak bisa membedakan mana peralatan makan untuk main course dan mana yang digunakan untuk dessert. Tak pernah sedikit pun dibayangan Ariska untuk makan Saja bisa sesulit dan serumit ini.
Ariska geram. Ia ingin menolak pelatihan ini dan segala kekonyolannya tapi lagi-lagi ia dikalahkan oleh bujuk rayuan ibu mertuanya.
"Kamu harus menghapal semuanya. Kamu harus tahu mana peralatan makan yang disediakan untuk jamuan mana yang disediakan untuk makan biasa. Dan kamu juga harus mengingat mana sendok untuk soup dan mana sendok untuk makanan biasa." Ariska diam tak berani membantah. "Kalau kamu masih terus lamban seperti ini. Kamu hanya akan mempermalukan keluarga besar Aginino."
Ariska tak tahan, dengan suara bergetar ia mengucapkan maaf. Nona Marlon mengendus tak suka. "Saya tidak mengerti bagaimana bisa gadis seperti kamu masuk kedalam keluarga ini. Nona Clara jauh lebih baik dari kamu"
Clara. Ariska mengenyit bingung. Sudah dua kali nona Marlon membanding-bandingkannya dengan Clara. Sebenarnya Clara ini siapa?. Ariska menatap nona Marlon. "Clara siapa"?
Menyadari kesalahannya Nona Marlon membenarkan letak kacamata model cat eye nya dengan gugup. Ariska menangkap kegugupan itu dan terus menatapnya lekat. Lagi lagi Nona Marlon menyembunyikan kegugupannya dengan membuang wajahnya ke samping, menghindari tatapan Ariska. "Nona Marlon..."
"Sudan berapa kali saya katakan posisi tubuhmu tidak boleh seperti itu" Nona Marlon memotong Ariska cepat. "Badan mu harus tegak dan posisi bahu harus lurus tidak membungkuk. Kamu sedang menghadiri makan malam kelas atas bukan makan di warung pinggir Jalan. Bagaimana sih" Nona Marlon membunyikan desisannya. "Posisi kakimu lagi salah.."
Ariska menutup matanya menahan kesal. "Maafkan saya nona Marlon. Saya rasa kaki saya sudah benar. Dan lagian kaki saya berada di bawah meja. Ga akan ada orang yang sekurangkerjaan itu memerhatikan kaki kaki yang pasti ditutupin taplak meja" cukup sudah Ariska tidak bisa menahan unek uneknya lagi. Emang dia peduli apa. Baginya dia sudah makan tiga kali dalam sehari saja sudah syukur. Masih banyak orang diluaran sana yang makan saja masih Susah. Ini tata cara untuk makan saja harus dibuat ribet. Orang kaya dan segala kegilaannya memang tidak akan pernah bisa dimengerti oleh orang sepertinya. "Apa mereka akan menundukan kepala mereka ke bawah meja untuk melihat mana posisi kaki yang benar dan mana yang Salah?"
Nona Marlon membelalakan matanya tak percaya. Ia tak pernah menduga akan mendapat perlawanan seperti ini. "Kau.. "
"Maaf nona Marlon. Saya kira pelajaran kita cukup sampai disini" Ariska beranjak dari duduknya dan melangkah keluar dari ruang makan.
Cukup sudah. Ariska ga tahan lagi. Persetan dengan jabatan menantu dari keluarga Aginino. Ia ga mau diatur -atur lagi.
Ariska melangkahkan kakinya dengan gusar menuju kamarnya. Ia membanting pintu kamarnya dengan keras sehingga menimbulkan suara bedebum cukup kuat. Ia bersyukur saat ini Aska sedang terapi sehingga ia bisa memiliki kamar ini sendiri untuk sesaat. Ya hanya sesaat ia diperbolehkan menumpahkan emosinya yang selama ini ia pendam. Karena setelahnya hanya ada drama yang akan berputar disekelilingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy Lover
RomansaAriska Bagi Ariska kehidupan bergelimangan harta bukanlah impiannya. Ketika semua gadis memimpikan hidup dengan pangeran berkuda putih yang ia inginkan hanyalah dia dan hidup dalam kesederhanaan. Menjadi istri pria kaya raya bukan impiannya dan tak...