Taman nestapa. Nama yang Ariska sematkan untuk taman ini. Taman yang ramai dikala pagi menghirup napas dan senja menghilangkan jejaknya.
Taman dimana Ariska sedikit bisa menipiskan beban beratnya dan menarik napas sejenak. Sedikit berlebihan memang tapi itulah yang ia rasakan. Rumah yang selalu orang elukan bagai istana tidak ubahnya sangkar emas untuknya.
Suami yang orang irikan pada dirinya tak ubahnya patung hidup yang enggan mengizinkannya mendekat tapi memerlukan dirinya supaya meniupkan roh kehidupan untuknya.
Taman ini adalah tempat keluh kesahnya. Pengukir setiap helaian napas yang ia semburkan. Taman yang telah menjadi tempat persembunyiannya dikala Arka menolak dirinya.
Menolak kehadiran dirinya dikala dirinya terapi. Ia hanya mengizinkan Ariska untuk mengantar jemputnya tapi tidak untuk mendampinginya.
Ariska bingung dan ia juga tersinggung. Ia berusaha untuk menjadi istri yang baik tapi perlakuan Arka hanya menunjukan bahwa Ariska hanyalah pengasuhnya. Ariska merasa tidak dihargai. Arka tetap diam membisu, menolak mengeluarkan suara. Penolakan yang ia berikan lewat gerak tubuh lebih menyakitkan daripada penolakan lewat ucapan.
Ariska ingin mengadu tapi ia hanya anak rantau pelarian tanpa ada yang menemani. Ia tidak mungkin mengadu kepada kedua orangtuanya. Ariska menolak, menolak untuk menjadi beban kedua pelita hidupnya itu sekali lagi. Sudah cukup sekali dan ia bersumpah tidak untuk kedua kalinya.
Hanya taman ini pelariaannya. Hanya taman ini, ia bisa mengeluhkan beban hidupnya lewat bisikan angin yang menerpa untaian rambutnya. Meneteskan air matanya pada kesunyian di kala matahari merajai di angkasa.
Ariska tak pernah pulang lagi setelah mengantarkan Arka. Ia hanya pulang jika ia memiliki jadwal dengan Miss Marlon. Selebihnya ia memilih taman ini sebagai peraduannya. Agak berat awalnya untuk meyakinkan Mang Juki untuk meninggalkannya seorang diri. Tapi setelah memberikan penjelasan dan alasan disertai permohonan Mang Juki luluh dan membiarkannya bercumbu di taman nestapa ini.
Biarlah seperti ini sejenak, karena yang Ariska perlukan ditengah cambukan beban kehidupannya adalah keheningan. Keheningan yang ia perlukan untuk menjaga pikirannya untuk tetap waras.
Ariska menjatuhkan dirinya di bangku taman yang kosong, bertepat di sudut taman yang terletak jauh dari keramaian. Sama seperti biasanya taman ini masih sepi di kala siang. Hanya beberapa orang yang tanpak berkumpul.
Ariska mengamati dalam diam. Posisinya yang berada disudut memudahkannya untuk mengamati tanpa kelihatan. Tubuhnya tertutupi oleh pohon akasia rindang sebagai payung tubuhnya. Dihadapannya terdapat tanaman pagar yang ditata rapi. Aroma bunga mawar hinggap di indra penciumannya menimbulkan simfoni indah yang saling beriringan dengan derakan air mancur yang tercurah dari putri penguasa lautan dan sahabat baiknya bermoncong mancung.
Ariska menyangga dagu dengan tangannya yang saling terjalin. Pandangannya fokus kearah anak anak kecil yang tanpak bermain kejar-kejaran di area permainan.
Sebuah senyuman terbit diwajahnya. Ariska mungkin bukanlah gadis yang cantik tapi ia memiliki senyum yang dipuja semua orang, setidaknya Hardi mengatakan itu. Dua lesung pipinya tanpak malu malu muncul di kedua pipinya. Semburat merah menghiasi pipinya yang kuning langsat mengirimkan sinyal kebahagiaan bagi siapa saja yang melihatnya.
"Sudah tiga bulan"
Gumaman Ariska menghenyak batinnya. Senyum yg terukir lenyap seketika digantikan nestapa yg bergelayut di seluruh indranya.
Ariska menghela napas. Tanpa ia sadari usia pernikahannya sudah berjalan tiga bulan dan ia tidak tahu berapa lama lagi ia akan sanggup melewatinya.
Ariska mengadahkan wajahnya ke langit, menutup matanya mencoba melepaskan bebannya sejenak dengan angin yang berlari lari sekitarnya.
Sebuah deringan mengusik kenikmatannya. Ariska melihat caller id nama Mang Juki tertera dilayarnya. Ariska mengeser tombol hijau. "Halo Mang"
"Halo, nyonya. Apa nyonya sudah bisa di jemput sekarang? "
Ariska mengalihkan pandangannya ke jam tangan yang melingkar di tangannya. Waktu bergulir begitu cepat baginya. Tak terasa dia sudah menghabiskan satu jam duduk di taman ini. Dan sudah saatnya ia keluar dari persembunyiannya dan menghadapi realita.
Ariska menghirup udara banyak banyak "Jemput saya sekarang Mang. Ditempat biasa baru kita jemput tuan"
"Baik nya"
Setelah mendengar jawaban mang Juki. Ariska meliarkan matanya menangkap setiap moment yang ada ditaman, berharap bisa menjadi bekal baginya. Ariska beranjak dari kursi taman, melangkah pergi perlahan membiarkan tempat duduknya kosong dan menjadi saksi atas keberadaannya
Kanvas Buang
201216Maaf yang buat nunguin cerita abal abal saya. Maklum saya bukanlah ahli dlm dunia literasi jadi kehilangan mood atau ide ditengah jalan sering saya alami. Dan cerita ini sendiri tanpa outline alurnya ada di kepala saya. Dan terkadang alur yg dulu sudah ada di dalam otak mendadak hilang dan perlu digali kembali. Maaf jika kesannya ini cerita alurnya lambat.
Kritik dan sarannya masih saya terima. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy Lover
RomansAriska Bagi Ariska kehidupan bergelimangan harta bukanlah impiannya. Ketika semua gadis memimpikan hidup dengan pangeran berkuda putih yang ia inginkan hanyalah dia dan hidup dalam kesederhanaan. Menjadi istri pria kaya raya bukan impiannya dan tak...