Ariska memandang keluar kaca jendela dari mobil yang ia sewa. Sudah 2 jam perjalanan dan pemandangan pohon-pohon pinus masih senantiasa menemani penglihatannya. Ia pikir dengan pergi menenangkan diri ke daerah puncak akan membawa kesejukan bagi isi hatinya dan sedikit menghapus jejak kenangan itu.Ia salah. Kekosongan itu masih ada dan enggan pergi dari hatinya. Ariska menghela nafasnya lagi -entah untuk keberapa kalinya selama 2 jam perjalanan- ia bukannya tidak tahu Pak Sarmono supir yang ia sewa selama perjalanan ini memperhatikan dirinya sedari tadi. Tapi toh, Ariska tidak ingin ambil pusing. Ia hanya butuh ketenangan saat ini.
Suara ban yang dipaksa berhenti mendadak memenuhi indra pendengaran Ariska. Tubuhnya terhempas kedepan tapi syukur tubuhnya yang kurus masih bisa di tahan dengan seatbelt. Ariska meredakan detak jantungnya. "Ada apa Pak?"
"Di depan ada mobil yang kecelakaan, mbak. Syukur kita bisa berhenti tepat waktu"
Mendengar penjelasan Pak Sarmono, Ariska keluar dari mobil. Mobil Lamborgini warna merah terlihat terbalik. Sebelah badan telah ringsek masuk ke dalam selokan yang tak terlalu dalam dan sisi satunya masih berada di jalan yang beraspal. Ariska mendekat mengecek apakah pengemudinya masih hidup atau tidak.
"Lebih baik kita segera pergi, Mbak" Ariska mengalihkan tatapannya ke Pak Sarmono yang telah keluar dari mobil.
"Gak bisa gitu dong, Pak. Bagaimanapun pengemudi mobil ini perlu bantuan kita" sanggah Ariska tidak setuju dengan ucapan Pak Sarmono.
"Tapi--Mbak. Takutnya orang-orang nanti berpikiran kita yang nabrak mobil ini"
"Mikir gimana, Pak. Bapak lihatkan selama perjalanan kita tadi hanya 2 atau tiga mobil yang berpapasan dengan kita tadi. Kalau kita ga menolong pengemudi mobil ini. Dia bisa mati" Ariska benar, hari ini bukanlah hari libur atau weekend. Jalur melalui hutan ini bukanlah jenis jalur favorit pengemudi. Orang-orang lebih suka masuk jalur tol yang lebih cepat dan tidak berliku seperti jalur ini.
Ariska mengedarkan pandangannya menoba mencari pengemudi. Apa dia selamat dan berhasil ditolong orang lain? Pikir Ariska tapi tidak mungkin mobil inilah yang menikung mobil kami beberapa waktu lalu dengan kecepatan penuh. Dan sedari tadi tidak ada satupun mobil ada di depan kami ataupun berpapasan dengan mobil kami. Ariska mencari disekeliling badan mobil yang tampak hancur. Sampai sebuah suara rintihan mengalihkan penglihatannya.
Ariska mengikuti suara rintihan tersebut. Ia menyebrang ke sisi jalan dan berjalan ke arah selokan yang tampak tertutup oleh semak-semak belukar. "Ya--ampun" Ariska membekap mulutnya. Di dalam selokan tersebut terdapat sesosok tubuh yang terluka disekujur tubuhnya. Setelan jas yang ia pakai sudah tampak hancur berantakan. Darah deras mengalir dari kepalanya. Ariska masuk ke dalam selokan. "Kamu gak apa-apa" takut-takut ariska menyentuh lengan pria itu. Rintihan lolos dari bibirnya. Matanya terpejam. Ariska langsung menarik tangannya.
Ariska menegakan tubuhnya. "Pak, Pak Sarmono. Kemari, Pak. Cepat" triak Ariska.
Pak Sarmono yang tadinya hanya diam terpaku di mobil yang ringsek tadi langsung menghampiri Ariska. "Ada apa, Mbak? Astaga!!!" Pak Sarmono terkejut.
"Cepat di angkat, pak"
"Ba-ik, mbak" Dengan sedikit kelimpungan Ariska dan Pak Sarmono memapah pria tersebut menuju mobil. "Kita bawa kemana ini, Mbak?" Tanya Pak Sarmono setelah berhasil duduk dibagian pengemudi.
"Kemana lagi, Pak. Kerumah sakit!!" Teriak Ariska frustasi. Ariska sudah ketakutan. Cairan bening sudah muncul di kedua bola matanya. Pria itu sedari tadi merintih kesakitan dan aliran darah tak henti-hentinya mengalir dari sekujur tubuhnya. Ariska panik. Segala usaha yang ia lakukan untuk memberhentikan aliran darah tersebut percuma. Sapu tangan putihnya kini sudah berubah menjadi warna merah darah.
Dalam hati Ariska berdoa. Berdoa agar pria yang sekarang berada di dekapnya saat ini diberi kesempatan sekali lagi. Hari itu adalah pertama kalinya Ariska menangis untuk orang lain selain Hardi.
Kanvas Buang,
8 06 2016
KAMU SEDANG MEMBACA
Redamancy Lover
RomansaAriska Bagi Ariska kehidupan bergelimangan harta bukanlah impiannya. Ketika semua gadis memimpikan hidup dengan pangeran berkuda putih yang ia inginkan hanyalah dia dan hidup dalam kesederhanaan. Menjadi istri pria kaya raya bukan impiannya dan tak...