Chapter 4

80 3 0
                                    

POV Samantha

Aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, bahkan tak aku sadari kalau ada seseorang yang baik hati ingin berteman dengan ku.

Tidak!

Aku tak butuh siapapun.

Samantha, kau harus sadar.

Kau tau apa yang teman mu lakukan padamu?

Mereka menginjak harga dirimu.

Seketika pundak ku ditepuk
"Hei..ternyata kamu suka melamun yah" Elbert menyapaku.

Aku menatapnya seperti tatapan kosong, bukannya menjauh tetapi malahan mendekat. Aku tidak habis pikir dengannya.

"Kenapa diam? Tidak suka?" Tanya Elbert.

Aku tidak menjawabnya.

"Kalau tidak suka, tidak apa - apa" sambil beranjak dari kursi disamping ku.

"Jangan lupa, hari sabtu!" Katanya sambil menebarkan senyumnya.

Aku hanya mengangguk pelan dan mengambil buku ku dan mulai membaca.

Ditengah keasikan ku membaca, terlihat ada tangan yang menarik paksa buku ku.

"Heii!" Bentak ku.
Ternyata perempuan sipit itu lagi bersama temannya dengan rambut pirang menyilaukan mata.

"Hai, Santa ehh maksud saya Samtha ehh" Terlihat begitu susah menyebut nama ku.

"Samantha" Jawab ku tegas.

"Ohh iya, apapun itu, saya ingin bicara dengan mu" matanya mulai tajam.

"Apa?" Aku menaikan volume suara ku.

"Kamu, tau kesalahan mu?" Bola matanya seketika membesar.

"Tidak" Jawab ku santai

Yang aku tau, aku tidak punya salah, kenal cewek ini pun tidak.

"Kau sudah mengambil perhatian Elbert yang biasanya tertuju hanya kepada kami, sekarang dia asik berbicara dengan mu!"

"Dia yang mengajak aku bicara " Jawab ku sinis.

"Cukup menjauh kan?" Sambil mengibaskan rambutnya.

Cewek ini siapanya Elbert?

Pacar?
Sahabat?
Atau friendzone?

Aku tak peduli.

Aku meninggalkan mereka pergi, entah kemana aku akan pergi, aku melihat tangga dan mencoba menaiki tangga ke lantai dua, ini pertama kalinya aku mengelilingi sekolah ini.

Aku menaiki empat lantai, sampai akhirnya aku sampai di lantai lima yang adalah lantai teratas dari gedung ini. Aku menelusuri deretan ruangan dan sampai di ujung jalan, cahayanya remang - remang membuatku sulit menatap sekitar. Aku menatap atap dan menemukan sebuah pintu.

Entah akan kemana, aku mencoba mencari tangga, aku mendapatkannya di sekitar tembok dan menaiki tangga tersebut.

Terlihat seperti kaca, aku mendorong dengan sekuat tenaga. Hasilnya cahaya menyilaukan mata ku, aku mencoba menutupnya menggunakan tangan ku.

Aku menaiki tangga itu dan pada akhirnya aku melihat ruang terbuka, aku diatap sekolah. Seperti lapangan yang tidak pernah digunakan.

Syukurlah
Langitnya begitu cerah.

Aku merasa lebih tenang, aku mencoba untuk duduk di tepi atap sekolah, aku mengayunkan kaki ku, sejenak penat ku hilang disana.

"Hai, Samantha" Suara lembut menyapaku.

Seorang perempuan cantik berdiri disampingku. Rambutnya hitam lurus, sepertinya aku pernah melihatnya.

"Hai namaku Jesely" Sambil tersenyum.

-----

POV Elbert

Aku teringat waktu itu.

Ketika aku sudah penasaran.

"Maaf Elbert, tante rasa anak itu baik dan tidak mungkin ada sangkut pautnya dengan hilangnya Hailee" tante Dina menjawabku.

"Lagi pula tante tidak ingin mengumbar lebih jauh kelakuan buruk Hailee" kata tante Dina dengan bijak.

Rasa penasaran membuatku ingin merencanakan suatu hal.

"Tan, bisakah saya saja yang mengantar tante pulang?" Kataku dengan penuh inisiatif.

"Ohh terima kasih Elbert" Jawab tante Dina.

Karena hari sudah mulai gelap, tante Dina berpamitan dengan ibuku.
Aku sendiri akan mengantarkan tante Dina pulang.

Aku masuk kedalam mobil tante Dina, tante Dina duduk disebelah ku, aku mengendarai mobil. Di dalam mobil tidak ada sepatah kata pun terucap.

Sampai akhirnya kami sampai. Aku melihat rumah yang berwarna putih, bertingkat tiga, sudah lama aku tidak berkunjung kesini.

"Sudah sampai yahh, ayo Elbert mampir sebentar" Kata tante Dina sambil membuka pintu mobil.

Aku segera turun dari mobil, menguncinya dan berkata "Tidak tante, aku pulang saja yah, capek banyak tugas" Sambil menyerahkan kunci mobil kepada tante Dina.

"Baiklah kalau begitu, tante masuk dulu yahh" Jawab tante Dina sampai berlalu masuk.

Aku melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tidak ada yang melihat ku. Aku melihat pintu rumah tante Dina sudah ditutup.

Aku mencari celah dimana aku dapat masuk kedalam rumah ini.
Aku rasa aku pernah bermain dengan Hailee waktu kecil.

Tidak banyak hal yang berubah dari tempat ini, bahkan mungkin tidak ada. Aku sudah berbakat menelusuri rumah ini.

Aku yakin ada sesuatu yang ada di kamar Hailee. Entah apapun itu.
Aku menuju jendela kamar Hailee yang ada di lantai satu.

Aku akhirnya mendapatkan jendela yang dapat dijangkau dengan mudah bahkan hanya dengan mendorong keras jendela tersebut.

Jika aku masuk memintah izin pada tante Dina, aku rasa dia tidak mengizinkan aku mengacau balaukan kamar anak satu - satunya.

Aku akhirnya dapat masuk, cahayanya gelap, mungkin sudah lama tidak dimasuki, lantai mulai berdebu.

Aku mencoba merogoh saku ku dan mendapatkan handphone.
Aku menyalakan senter pada handphone ku.

Aku dapat melihat meskipun sedikit, aku mencoba menuju lemari yang terdiri dari beberapa laci.

Tetapi ada satu laci yang aneh. Dipermukaan laci itu menempel stiker berbentuk silang berwarna merah. Lainnya tidak seperti itu, aku mulai curiga dan ingin meraihnya.

Aku mulai menarik laci itu dan yang ku temukan adalah...

.
.
.
.
.
.
.
.
-bersambung

Hai!
Penasaran di laci Hailee ada apa?
Tunggu di chapter selanjutnya yahh
Please vote & comment
Thanks

Samantha (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang