Chapter 2

133 5 7
                                    

Pov Samantha

"Bukan urusan mu" jawab ku tegang.

Aku merasa Elbert mulai curiga dengan kehadiran Hailee, semua sudah menganggap dia hilang, tapi sekarang dia mengikuti ku, dan anehnya dia tidak terlihat orang lain.

Badannya pucat, badannya penuh darah dan dingin, dia tak dapat bicara, lebih tepatnya aku belum mendengar dia bicara, biasanya dia hanya menatap ku, terkadang menangis di depan ku atau dia sibuk membaca bukunya.

Elbert pasti menganggap aku aneh, tapi terserahlah aku tidak peduli.
Hari sekolah yang menyebalkan pun akan berakhir, bel akan berbunyi pertanda aku harus pulang sekarang juga.

Saat aku memasukkan buku ku ke dalam tas ku, lagi - lagi dia, siapa lagi kalau bukan Elbert, katanya "hei, mau pulang sama aku? Kamu kan belum punya teman, jadi biarkan aku temenan sama kamu yah?"

"Tidak, aku tidak butuh teman." Tegas ku dingin.

"Hei.. dari tadi aku bersikap baik, tetapi mengapa kamu dingin kepada ku?" Jawabnya dengan nada meninggi.

"Kamu tidak mengenal ku, dan aku tidak mau mengenal mu, jadi jangan memaksa ku untuk bisa mengerti apa yang kau mau!"
Sambil menarik tas ku dan pergi keluar kelas.

Terlihat banyak wanita - wanita mencemooh aku karena bersikap demikian terhadap Elbert.

"Astaga cewek itu, harusnya dia bersyukur karena bisa didekati Elbert" kata perempuan berambut pirang yang duduk diatas meja.

"Dia pikir dia siapa? beraninya membentak Elbert, Elbert juga sih terlalu baik buat kenalan sama anak baru yang tidak jelas gayanya seperti itu." Kata cewek yang bermata sipit yang mengibaskan rambutnya berapa kali.

Aku gerah dengan ocehan mereka, aku hanya ingin sendiri, aku tidak nyaman dengan orang lain. Orang lain hanya membuatku pusing saja.

Aku harus naik taksi untuk sampai di rumah. Aku membuka pagar rumah yang sudah berkarat, dedaunan kering sudah menumpuk di pekarangan karena aku tidak ingin membersihkannya.

Aku masuk ke dalam rumah, rumah yang berdebu dengan penuh kesedihan. Hidup sebatang kara terkadang menyenangkan .Aku berjalan menelusuri lorong untuk sampai ke dapur, yang tersedia hanya lah mie instan, aku memasaknya untuk mengisi perutku yang kelaparan.

Aku sebatang kara.
Aku sudah terbiasa sendiri.
Mereka ada.
Mereka tidak ada.
Sama saja.

Saat aku sedang menikmati makanan Hailee muncul di depan ku,geram ini tak bisa tertahan "Sudah berapa kali aku bilang jangan muncul! Sana! Pergi!" Aku membentaknya.

Dia membuat hari ku kacau dengan membuat Elbert curiga.

Aku mengambil raket yang tergantung di dinding, ku pukul kepalanya sampai aku merasa puas, dia menangis terseduh - seduh. Aku menyeretnya ke kamar ayah dan ibu ku, aku kurung dia disana, aku menguncinya dan berharap dia hilang dari hidup ku selamanya.

~~~~~~

Pov Elbert

Aku hanya seorang ketua kelas yang ramah, itu saja. Dan tentu aku penasaraan dalam segala hal.

Sejak tadi pagi aku menatap Samantha, aku merasa bahwa ada yang aneh di dalam dirinya, matanya yang dingin dan penuh kebencian terhadap semua orang.

Dia menolak ku dengan dingin dan membentak ku. Aku tidak masalah dengan hal itu, karena aku tau tidak selamanya seseorang dapat menerima ku.

Tapi hal aneh tadi

Dia membentak siapa? Perasaan tadi dia menatap samping kanannya yang jelas - jelas kosong.

Apa ini semacam indigo begitu?

Atau ini hanya hayalan Samantha?

Tapi kenapa dia berkhayal seperti itu?

Tiba - tiba ibu ku mengetok pintu ku.
"Elbert, tante Dina ada di depan, dia ingin bicara pada mu."

"Baik bu Elbert turun." Sambil bergegas keluar dari kamar.

Aku harus berlari menuruni tangga untuk ke bawah. Aku menuju pintu depan, terlihat seorang ibu yang memakai baju hitam, rambutnya di ikat satu, tidak salah lagi itu tante Dina."

"Tante.." suara ku melembut.

Ibu itu menoleh ke belakang "akhirnya kamu datang Elbert, tante tidak tau lagi harus kemana." Sambil menangis tersedu - sedu.

"Masuk tante tidak baik kalau kita bicara diluar." Kata ku sambil menarik nya untuk duduk. Ibu segera membawa segelas teh untuk menenangkan adiknya itu.

Tante Dina meminum teh yang disuguhkan ibu. Kami bertiga duduk di ruang tamu untuk berbicang.

"Elbert, sudah 3 bulan semenjak kehilangan adik mu Hailee, tante sudah depresi."
Sambil menitihkan air mata.
"Tante tidak tau lagi harus mencari Hailee kemana, tante sudah bertanya kepada teman sekolahnya tapi mereka tidak tau, tante bertanya kepada teman les pianonya mereka juga tidak bertemu, tante sangat merindukan Hailee, ohh lee sayang, dimana kau berada?" Sambil menangis tersedu - sedu.

Sejak beberapa bulan lalu Hailee hilang sehabis rapat OSIS, Hailee tidak bilang mau pergi ke mana pulang dari rapat, Hailee berpisah dengan temannya di depan gerbang sekolah, tapi dia tidak pulang lagi sehabis hari itu.

Tante Dina sangat depresi dan harus diperhadapkan dengan psikiater seminggu dua kali. Keluarga kami sudah memasang foto Hailee dimana - mana, kami sudah melapor polisi untuk menyelidiki kasus ini, sekolah pun sudah siap bekerja sama membantu pencariaan Hailee.

"Ohh iya, Elbert, Hailee pernah cerita bahwa dia kesal terhadap satu hal" kata tante Dina.

"Apa itu tan?" Jawab ku dengan penuh rasa penasaran.

"Ini masalah seorang teman wanita yang membuatnya kesal, namanya ... "
.
.
.
.
.
.
.
.

-bersambung

Hai
Penasaran sama apa yang mau dikatakan tante Dina? Apakah itu Samantha?
Nantikan di Chapter berikutnya yahh
Please vote & comment.

Samantha (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang