POV Elbert
"HAILEE?!!" aku kaget setengah mati. Itu benar - benar Hailee?
"Siapa dia?" Tanya Jesely penasaran.
"Adik ku" kata ku.
Jadi yang yang membunuh adik ku adalah Samantha?
Apa salahnya?Aku seakan tak percaya dengan semua yang dilakukan oleh Samantha.
Tiba - tiba handphone Jesely berbunyi
"Apa? Kamu ditangkap? Oke aku kesana" jawab Jesely panik.
"Hei ayo cepat pergi dari sini, kita harus selamatkan Brian" Jesely memanggil ku yang masih tertunduk diam tak percaya.
"Brian? Kalian ini mau apa sih disini?" Kata ku bingung.
" Nanti aku jelaskan, sekarang ayo kita ke lantai atas"
Sambil bergegas ke atas."Ahh sial pintunya dikunci" kata Jesely.
"Gunakan kaki mu Jesely" kata ku.
Dengan gesit Jesely dapat membuka pintu itu.
Akhirnya pintu dapat terbuka, kami mengendap - endap naik ke atas.
"Ahh jangan Samantha!!"
"Itu suara Brian" bisik Jesely.
"Dari sana ayo cepat!" Kata Jesely memimpin.Kami tidak langsung masuk begitu saja, kami menyusun rencana.
Yang tidak aku setujui karena megancam jiwa ku.
Tetapi sebelum aku menolak
Jesely sudah mendorong ku ke pintu kamar tersebut.Aku pun membuka pintu kamar dan berkata " Hai Samantha" sambil melambaikan tangan ku seperti orang bodoh.
Tapi apa mau buat Jesely menyuruh ku mempertaruhkan nyawaku demi Brian yang adalah partnernya dalam pengamatan rumah orang.Samantha menatap ku dan ingin mencengkram ku, tapi dengan cekatan Jesely yang sedari tadi bersembunyi dibelakang ku melayangkan kaki indahnya tepat ke mukanya Samantha.
Dan hasilnya Samantha tergeletak seketika tak sadarkan diri."Kerja bagus" Jesely memuji dirinya sendiri.
Jesely langsung menolong Brian melepaskan ikatan tali di badannya,
Brian terlihat babak belur. Yang herannya adalah badannya yang atletis itu pun dapat babak belur dipukul oleh Samantha.
Bukan main kuatnya Samantha itu.
Padahal kepalan tangannya tidak seberapa yah.
Aku ingin menolong Samantha, aku mendekatinya tapi
"Heii kamu ini mau jadi calon ragey, iya?" Tanya Jesely."Ehh tapi" aku mulai berdiri.
"Inikan rumahnya,jadi tenang oke?" Kata Jesely.
Kami pun segera lari dari rumah Samantha dan aku menginap di markas rahasia Jesely dan Brian.
"Kalian ini kenapa pergi ke rumah Samantha? " tanya ku.
"Kami ini tim detektif tau, kami berdua disewa oleh seseorang untuk menyelidiki Samantha begitu" Jawab Jesely.
"Betul itu" kata Brian menambahkan, ditengah keadaannya yang masih sekarat karena Samantha.
"Siapa yang menyewa kalian?" Tanya ku penasaran.
Belum sempat Jesely bicara, seseorang laki - laki masuk menerobos ruangan mereka.
"Aku yang menyewa mereka"Itukan Kenzo? Mengapa dia ada disini.
"Hai.. kita ketemu lagi yah, pacarnya Samantha kan?" Kata kenzo.
"Bukan, hanya teman saja, kenal pun belum lama" kata ku lantang.
"Ternyata Samantha pandai menyimpan segala sesuatu yahh" katanya sambil tersenyum kecil.
"Maksudmu?" Aku tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh laki - laki satu ini.
"Sudah kuduga dia membunuh Hailee, hari itu aku pulang dari rapat OSIS, rencananya aku ingin minta maaf kepada Hailee karena sudah mengadu domba Hailee dan Samantha, tapi aku melihat Samantha memaksa Hailee masuk ke mobil dengan menodongkan pisau ke leher Hailee" Kata Kenzo penuh penyesalan.
Jadi ada saksi mata disana? Dan apa yang dia lakukan? Membiarkan adik ku dibunuh begitu?
"Kenapa kamu tidak menyelamatkan adiku!!" Aku terbawa emosi karena mendengar Kenzo bercerita.
"Aku berusaha mengejar mobil mereka dengan motor ku, aku mengendap - endap masuk. Saat aku ingin menyelamatkan Hailee aku mendengar suara minta tolong dari suatu ruangan dan ternyata itu orang tua Hailee yang babak belur, aku mencoba membantu mereka.
Aku menyuruh ayahnya membawa motorku ketempat yang aman.
Saat aku mengitip ke dapur, Hailee sudah berlumuran darah dengan pisau - pisau yang tertancap begitu banyak" Jelas Kenzo."Gila itu orang!" Jesely spontan merespon.
Astaga, mengapa aku jadi takut dengan Samantha setelah mendengar cerita itu.
"Sekarang kita pulang ke rumah masing - masing, aku sudah lelah" Brian pun menutup pembicaraan kami.
Kami semua pulang ke rumah kami masing - masing tanpa ada gangguan.
Pagi yang lesu ketika aku tidak terlalu lelap tertidur, aku mencoba membuka mata ku dan menatap keadaan sekitar.
Aku teringat akan adik ku Hailee, aku belum berniat berbicara dengan ibu ku tentang hal ini karena belum cukupnya bukti.Aku segera bergegas ke sekolah dengan mobil ku.
Aku segera bergegas lari, aku takut jika ada Samantha, aku masuk ke dalam sekolah dengan selalu mengawasi sekitar ku.
Sampailah aku dikelas, Olivie, sahabat ku datang merengek kepada ku
"Elbert.. tolong.. Sandy.." rengek Olivie.
"Kenapa dia?" Aku begitu panik.
"Dia diseret oleh Samantha" Katanya sambil menarik tangan ku pergi ke toliet cewek.
Astaga! Ini gila! Seumur - umur aku tidak pernah masuk toilet cewek.
Perlu diketahui aku adalah cowok suci dan polos, jadi aku tidak berniat masuk.
Tapi hancur sudah reputasi ku setelah Olivie mendorong ku"Samantha?" Aku melihat dia tergeletak lemah.
"Sudah aku atasi" Jesely tertawa terbahak - bahak.
"Pukulan lagi?" Tanya ku cemas.
"Tidak" sambil menunjukkan obat bius di tangan nya dan tersenyum puas.
"Oke sekarang mau kita apakan dia? Dan untuk mu yang ada di TOILET CEWEK SEKARANG!!"
suara Sandy bergema di seluruh ruangan dan memaksa ku untuk keluar.Dan untuk Samantha, kami mengangkatnya ke UKS dan berharap untuk menjauh darinya beberapa saat.
Sekolah berjalan baik, meskipun dalam waktu - waktu tertentu aku harus menahan diri untuk tidak berbicara kepadanya.
Sampai tiba pada akhir pelajaran, aku memimpin semua murid untuk berdiri.
Tiba - tiba lampu kelas kami mati dan terasa sangat gelap mengingat kami tidak ada jendela jadi kami merasa gelap gulita.
Saat lampu menyala, ada seorang yang berteriak,
"Sandy hilang!!" Jerit Olivie membuat semua orang panik.
Samantha terlihat begitu tenang.
Aku menatapnya dan dia melayangkan senyumnya yang sadis itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hayoo
Penasaran sama apa yang akan terjadi selanjutnya sama Sandy.
Tunggu di chapter selanjutnya yahh
KAMU SEDANG MEMBACA
Samantha (HIATUS)
Mystery / ThrillerKetika hidupnya dihiasi oleh darah dan nafsu untuk mendapatkan sesuatu. Jemarinya membiasakan diri dengan menari diatas pisau dan menghadapi kegilaannya sendirian. Elbert dan teman - temannya harus menghadapi permainan dengan dirinya