Siapa yang kangen mom Vanilla?? There, momma's voice so good, isn't it? Aaaahh throw back to when Justin said Vanilla has a good voice and posted it on Instagram in DHLM😭😍😝
****
Aku menuruni anak tangga, menuju basement. Berjalan ke sebuah ruangan bersama 2 anak buahku di belakang ku. Satu orang anak buahku yang menjaga pintu ruangan membukakan pintu. Aku masuk keruangan itu dan membuang rokokku yang tinggal sedikit ke lantai. Aku melihat ke sisi ruangan, terdapat seorang pria tanpa baju, hanya jeans yang menggantung di pinggangnya, tangannya dirantai keatas, dan kakinya dirantai kebawah sehingga dia tidak bisa kemana-mana. Wajahnya yang tertunduk kebawah mendongak ketika menyadari bahwa ada yang masuk, yaitu aku.
Dia menatapku bagaikan aku adalah serangga yang harus diinjak hingga mati. Aku hanya tersenyum kepadanya bagaikan dia adalah mainan baruku.
"So..." Aku mulai berbicara, berdiri tidak terlalu jauh di depannya. "Jaxon? Right? Kau berhutang banyak kepadaku, sir." Aku mengadahkan tanganku kesamping, anak buahku meletakkan pisau kecil di tanganku.
"Aku tahu."
"You're already used my drugs, you have to pay. Kenapa kau belum membayar?"
"Aku tidak mau membayarmu, uangku tidak layak untuk diberikan kepadamu. Aku bahkan menyesal untuk membeli drugs nya darimu." Dia meludah ke lantai.
"You have to pay or I swear to God–"
"What if I don't want to?" Dia menantang. Aku hanya tersenyum dan berjalan mendekatiku, memutar-mutar pisaunya di tanganku.
"It seems like you want to play with me, Mr. Bieber." Aku mendekati pisauku di lehernya dan menggores kulitnya. Membuatnya mengerang sedikit, memejamkan matanya.
"Do you really want to play with McCann?" Memutuskan pisau ke dadanya dan menggores kulitnya lagi.
"Kau mungkin lebih tua daripadaku, tapi itu tidak menghalangiku untuk mendapatkan uangku." Aku menggoreskan pisauku ke kulitnya lebih banyak.
"Aku bisa mendapatkan semua yang aku mau, dengan cara lembut atau cara kasar bisa ku lakukan. I can do the fuck whatever I want. So don't play with me or I will beat the fuck out of you. Do you understand, Jaxon Bieber?" Aku menyayat kulitnya lebih dalam, membuat dia mengerang lebih keras.
"Bitch, are you deaf?" Aku menyerahkan pisauku ke anak buahku. "Do. You. Understand?!" Aku melemparkan pukulan keras ke rahangnyasetiap kataku.
"Y-yes!" Dia menyerah. Such a pussy. Aku mengambil pisau nya lagi, dan langsung menusukkannya ke bahunya. Dia berteriak dan memberontak sedikit.
"Don't fuck with McCann, ever!" Ugh I want to kill him so bad, but... I don't know. "Aku beri waktu dua hari, jika masih belum bayar, aku tidak akan segan-segan membunuhmu." Aku berbalik badan dan memberitahu kepada anak buahku untuk melepaskannya. Aku segera keluar dari ruangan dan menuju ke kamar mandi, melepas sarung tanganku dan membuangnya ketempat sampah karena terkena darahnya sedikit, lalu melepas maskerku. Keringat mengucur dari kepalaku dan membasahi ujung-ujung rambutku karena suhu di basement cukup panas. Aku membasuh mukaku dan mengeringkannya dengan handuk kecil yang tergantung.
Jika bukan karena laki-laki tadi, aku pasti sudah mendapatkan Jasmine. Membayangkan dia diatas ranjang hanya dengan balutan dalaman yang ku temukan di lemarinya membuat milikku berdenyut. Damn. Must be nice. Ew, I'm not gonna jerking my dick off. Aku pernah menonton film Dirty Grandpa, semenjak itu aku tidak mau melakukan handjob. Aku juga tidak tahu kenapa pengaruhnya sampai aku tidak mau melakukan handjob, tetapi membayangkannya sangat menjijikkan. I swear I'm gonna throw up. Yikes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lost
Fiksi PenggemarJason McCann, laki-laki yang tidak pernah merasakan menjadi normal layaknya orang-orang pada umumnya. Dia punya segalanya, tetapi satu hal yang masih belum ditemukannya. Perasaan nya. Perasaan nya hilang. Bahkan belum pernah ditemukan. Warning : thi...