I LOVE YOU, KAK

10.3K 1.6K 76
                                    

"Li!" Pintu kamar terketuk dan gue sangat mengenali pemilik suara itu.

"Kaily?" gumam gue tanpa pikir dua kali langsung membuka pintu dengan wajah sumringah.

Untung gue baru habis mandi, jadi harum, enggak bau ketek lagi gara-gara dari kemarin belum mandi. Hueeeeekkk, bau asem ketek gue tadi. Sumpah! Enggak bohong.

"Akhirnya lo datang juga," ujar gue setelah pintu terbuka.

Tanpa gue mempersilakan masuk, dia sudah nyelonong begitu saja. Gue seneng banget, sumpah! Ada badai apa tadi di luar, sampai membawa bidadari masuk ke kamar gue.

"Jorok amat sih lo, Li," tegur Kaily berjalan masuk, membuat gue langsung memunguti bungkus jajanan sukron, kacang atom cap gajah, dan kawan-kawannya.

Gue buang bungkus jajanan dan kaleng minuman yang bececeran di lantai ke sampah.

"Sorry, maklum, kamar cowok," alasan gue merapikan tempat tidur yang masih berantakan. Guling dan bantal sampai jatuh di lantai, ketahuan banget kalau tidur gue belum bener, tapi udah ngaku bener.

Dia membuka pintu menuju ke balkon, ada sedikit genangan air, sisa hujan semalam yang belum sempat gue bersihkan. Tapi Kaily tetap keluar dan duduk di bangku besi yang tersedia di sana.

"Enak juga, ya, Li, suasana sore di kamar lo. Bisa lihat pemandangan perkotaan yang padat. Tapi, sayang, lo jorok, jadi bikin gue enggak nyaman lama-lama di sini."

Kaily tetap saja selalu begitu. Memuji berujung hinaan, tapi gue heran, meskipun begitu, kenapa gue masih aja demen sama dia, ya? Apa gue kepelet sama dia? Enggak mungkin, yang ada gue malah kebelet sama dia, kebelet kawin maksudnya, eh, nikah dulu deh, baru kawin. Dosa entar kalau kawin dulu baru nikah. Astagfirullah, sadarkan hamba, ya Allah.

Gue ikut keluar dan duduk di kursi satunya, bersebelahan dengan dia. "Lo suka kamar gue?" Pertanyaan basa-basi bermaksud terselubung.

"Gue suka suasananya, bukan kamar lo!" sahutnya jutek.

Biarpun jutek, tapi di mata gue, dia tetep cantik kok. Imut, manis, dan menggoda iman. Astagfirullah al-'adzim, kenapa pikiran gue jadi mesum gini sih, mentang-mentang lagi di kamar berduaan, tahu banget nih otak sama sikon. Hampir dua hari mengunci diri di kamar, perlu dirukiyah nih kayaknya gue.

"Eh, iya, badai apa yang membawa bidadari masuk ke kamar gue? Kangen, ya, Ay, enggak ketemu gue? Makanya lo nyamperin ke sini," tebak gue asal dan penuh percaya diri.

"Hiiiiiih, amit-amit kangen sama lo! Enggak! Sama sekali gue enggak kangen lo! Gue ke sini cuma mau tanya sesuatu aja sama lo," ujar dia yang masih sibuk menikmati pemandangan kota dari sini.

Gue tahu, pasti Papa sudah bicara sama Kaily tentang hal itu. Gue mau tahu jawaban dia. Apa pun itu, gue tidak boleh menyerah, dia harus bisa menjadi milik gue.

"Tanya apa?"

"Kata Om Bramantiyo, lo pengin ngelamar gue,  ya, Li? Bener nggak sih?"

Kebetulan dia tanya. Lebih baik dibahas langsung sama dia di sini. Gue memegang kedua bahunya dan menggeser agar kami saling berhadapan. Kali ini gue pengin bicara serius sama dia.

"Iya, gue pengin ngelamar lo. Gue pengin lo jadi istri gue, dan ibu dari anak-anak gue. Terus apa jawaban lo?" Tanpa basa-basi lagi, langsung tembak pada sasaran.

Dia menghela napas dalam, Kaily menurunkan tangan gue dari bahunya, ada rasa tak rela di hati gue. Dia berdiri dan bersandar di pagar pembatas, menatap pemandangan sore ini.

"Li, menikah itu bukanlah hal yang mudah. Bukan hanya urusan perasaan dua hati, tapi juga menyangkut banyak hal. Menikah itu juga bukan hanya menyatukan aku dan kamu menjadi kita, seperti di film-film atau novel-novel. Tapi, menikah itu, sama dengan menyatukan dua keluarga besar. Emang lo sudah mampu melakukan hal itu? Orang berumah tangga itu, butuh rumah, kepala keluarga juga harus punya pekerjaan tetap dan jelas, untuk bayar listrik, bayar air, makan kita sehari-hari, belum lagi nanti kalau kita sudah punya anak. Masih beli susu buat dia, masih ini dan itu. Pengeluaran sehari enggak cukup sepuluh ribu! Pokoknya banyak deh, Li, yang perlu lo pertimbangkan lagi sebelum memutuskan untuk menikah. Jangan lo pikir setelah menikah, hidup bakalan selalu bahagia, enggak, Li! Pasti ada masalah-masalah yang menerpa," tegasnya yang langsung membuat gue berdiri, mengikutinya bersandar di pembatas besi.

I LOVE YOU, KAK (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang