KEPUTUSAN TERAKHIR

11.2K 2K 324
                                    

Gue menghapus air mata yang tersisa di pipi. Sudah cukup sepuluh hari gue berdiam diri di kamar. Waktunya melanjutkan hidup. Entah, bagaimana keadaannya sekarang? Gue tidak ingin terlalu memikirkannya lagi. Usia semakin mengejar, gue sudah tidak bisa menunggunya terlalu lama. Gue harus memikirkan masa depan, teman-teman sebaya gue sudah pada menikah dan memiliki anak. Kalau gue menuruti Ali, sampai usia berapa gue baru akan menikah?

Gue berusaha bangkit dari kenyataan hidup yang begitu pahit. Sakit hati? Tentu saja! Luka di hati gue sampai saat ini masih perih dan benar-benar sakit. Cowok yang gue pikir akan serius dan benar-benar mencintai gue, kenyataannya apa? Dia tidak jauh berbeda dengan mantan-mantan gue yang suka PHP! Pemberi harapan palsu! Semua janjinya kosong, dan gue enggak mau lagi membicarakannya. Menemui Nina saja gue jadi malas.

Gue keluar dari kamar meskipun wajah masih pucat, mata sembap, hidung merah, pagi ini gue ingin sarapan bersama keluarga.

"Pagi," sapa gue masih sedikit lemas.

Berat badan gue menyusut sampai lima kilogram, selama berdiam diri di kamar sepuluh hari.

"Pagi," balas semua menatap gue sekilas, lalu melanjutkan makannya.

Tak ada yang berani mengawali pembicaraan, suasana di ruang makan terasa tegang.

"Pa," panggil gue di tengah sarapan kami.

"Ya," sahut Papa langsung meletakkan rotinya dan meminum teh. "Ada apa? Kamu mau minta sesuatu?" tanya Papa menatap gue seperti bersiap ingin memenuhi apa pun yang mau gue minta. Papa masih setia menunggu ucapan selanjutnya.

Begitupun Mama dan Raja, mereka semua menatap gue, seolah ingin tahun apa yang akan gue katakan sekarang.

"Ily mau nikah," ucap gue sambil memotong-motong roti.

Semua saling menatap bingung. Papa berdeham dan bertanya, "Sama Ali?"

"Bukan!" jawab gue singkat mengejutkan semuanya.

"Terus?" Kali ini Mama yang bertanya.

"Terserah Papa, mau menjodohkan aku sama siapa saja. Hubunganku sama Ali sudah berakhir. Aku sudah siap menikah sama pilihan Papa," terang gue bikin semua melototkan matanya tak percaya.

Gue sudah pikirkan ini semua matang-matang. Sepuluh hari di kamar, sudah gue tata perasaan dan masa depan gue. Tak ada Ali dalam hidup gue, itu yang gue harapkan sekarang. Gue mau berkeluarga, jika Ali belum siap, itu hal yang wajar kok. Dia kan masih muda dan dari awal juga gue sudah katakan. Apa yang gue takutkan benar terjadi. Kami berpisah karena tak sepaham. Tapi, yaaa, sudahlah! Ini semua sudah terjadi, kini saatnya melanjutkan hidup, meskipun hati masih berduka.

"Kamu sudah pikirkan ini masak-masak, Ly? Papa enggak mau ini hanya emosimu sesaat." Papa menatap gue intens.

Gue meletakkan pisau dan garpu, lantas mengelap bibir dengan tisu.

"Pa, aku sudah pikirkan semua ini. Jadi, tolonglah, hargai usaha Ily yang ingin meneruskan hidup," mohon gue kepada semua keluarga agar memahami keinginan hati gue saat ini.

Mama sama Papa malah saling pandang. Mungkin mereka kepikiran Ali, karena memang Ali sudah terlalu dekat dengan keluarga ini.

"Terus, bagaimana kalau Kak Ali sampai tahu? Apa Kak Ily enggak kasihan sama dia?" tanya Raja, masih saja memikirkan Ali.

Iya, kalau dia masih memikirkan gue? Kalau seandainya dia sudah bisa move on, bagaimana? Kan, bisa-bisa gue dikalahkan dia, karena dia lebih dulu bisa menyembuhkan perasaannya.

"Jangan bahas dia lagi! Gue enggak mau terbebani olehnya," sungut gue kesal menyeringai pada Raja.

Raja mengangkat kedua tangannya, tanda menyerah. "Oke, kalau itu keputusan lo! Silakan saja. Tapi jangan menyesal, jika semua sudah terjadi."

I LOVE YOU, KAK (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang