PARTY BBQ DI RUMAH ALI

11.5K 1.7K 118
                                    

Acara BBQ malam ini yang awalnya direncanakan akan diadakan di rumah, malah sekarang dilakukan di rumah Ali. Ini gara-gara si Nina Bobo. Begini ceritanya.

Tadi, sebelum gue pulang kerja, karena sudah merasa membuat Nina menangis, gue putuskan untuk mencari dia. Eh, enggak tahunya dia sedang ngadem di ruangan Om Bramantiyo. Ya sudah, sebagai teman yang baik, gue kan berniat untuk minta maaf, biarpun sebenarnya gue enggak salah.

Ini kan salah Ali, ngapain coba, beraninya dia jatuh cinta sama gue? Yang sudah jelas enggak bakalan membalas cintanya. Gue tarik napas dalam-dalam, mengumpulkan keberanian, dan akhirnya gue mengetuk pintu ruangan yang sedikit terbuka, memperlihatkan Nina sedang duduk santai di sofa ngemilin kacang telor cap gajah, sambil nonton televisi.

"Masuk!" teriak lantang suara Om Bramantiyo.

Gue perlahan membuka pintunya, membungkukkan badan memberi salam kepada Om Bramantiyo.

"Eh, Ily, masuk, Ly." Setelah melihat gue berdiri di ambang pintu, suara lantang Om Bramantiyo berubah lembut dan ramah.

Gue masuk sambil malu-malu kucing gitu, "Maaf, Pak, menggangu. Saya ke sini mau bicara sama Nina," izin gue sopan kepada Om Bramantiyo yang sedang duduk di kursi kebesarannya.

"Ya, silakan," sahutnya mengangkat tangannya mempersilahkan gue bicara dengan Nina di sofa.

Om Bramantiyo kembali bekerja, enak bener nih anak, kelakuan adik sama kakaknya enggak jauh beda. Bapaknya lagi kerja, dia malah enak-enakan nonton televisi sambil ngemil.

"Mau apa lo?" sungutnya saat gue duduk di sampingnya.

Kok Nina jadi begini sih? Gue jadi ciut nyali melihat wajah seriusnya. Sekian lama kami berteman, Nina enggak pernah memperlihatkan keseriusan wajahnya selain saat kami bekerja loh, ya? Kalau lagi berdua atau sedang biasa begini sih, aslinya dia sama somplaknya kayak gue, malah lebih parah dia.

"Na, gue mau jelasin sesuatu sama lo," ucap gue enggak perlu basa-basi, langsung saja menuju pada sasaran.

Nina menegakkan duduknya, dia minum larutan cap badak kalengan yang sepertinya tadi dingin, soalnya kalengnya basah.

"Mau jelasin apa lagi lo? Semua udah jelas, Papa aja sudah tahu, kalau adik gue tergila-gila sama lo," tukasnya asal jeplak membuat gue mengusap pelipis.

Jujur saja, gue sendiri juga bingung mau menjelaskan dan meluruskan masalah ini dari mana. Tapi Nina harus tahu, kalau gue ini ... ah! Sudahlah! Gue jadi bingung sendiri sama perasaan ini. Kadang gue juga seneng Ali perlakukan manis, tapi kadang gue juga sebel. Nah loh? Bagaimana tuh?

"Tapi, Na, soal billboard itu, sumpah, gue enggak tahu apa-apa," sahut gue cepat agar dia tidak menyalahkan gue lagi soal hal ini.

Nina menarik napasnya dalam dan dia menatap gue, bikin dada gue berdetak seperti tabuhan genderang di sinetron kalau pas penjahat sedang menghadapi lawan. Gue ikut menarik napas, bersiap menerima apa pun yang akan Nina keluarkan.

"Sudahlah, gue minta maaf soal yang tadi. Mungkin karena gue terbawa emosi aja,  Ly, ngerasain sifat adek gue yang gila. Jadi, bikin gue ikut gila," ucap Nina yang justru malah lebih dulu meminta maaf.

Lah kok malah dia duluan yang minta maaf, kan tadi gue yang niatnya mau minta maaf?

"Gue juga minta maaf, Na, karena sampai saat ini, gue belum bisa menerima Ali. Bukannya apa-apa, Na, tapi lo bisa mengertilah, cewek seusia gue enggak mungkin main-main lagi soal mencari pendamping hidup. Gue mau yang bisa diajak serius, Na," jelas gue, semoga Nina bisa mengerti, secara umur kita kan sama, jadi pasti dia bisa pahamlah.

I LOVE YOU, KAK (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang