Chiko langsung memelsat keluar dari kelas begitu bel tanda jam pelajaran berakhir berbunyi, meninggalkan Gusti yang masih tampak sibuk menyalin catatan di whiteboard. Gusti hanya geleng-geleng kepala, tahu persis apa yang akan dilakukan sahabatnya itu. Begitu selesai menyalin, dia membereskan barang-barang, kemudian memanggul ranselnya. Sesuai tebakan, Chiko sudah berdiri di depan kelas XI.1-MIA, kelas Sheryl, sementara dia sendiri menuju kelas Velya.
Gusti tidak tahu bagaimana cara Chiko akhirnya bisa mendekati gadis itu. Dia pikir, Sheryl akan lebih sulit didekati. Ternyata, sama saja seperti siswi lainnya, dia memberi jalan mudah untuk Chiko. Lagi pula, perempuan waras mana yang bisa menolak pesona sahabatnya itu? Bukan hanya memiliki penampilan menarik, tetapi Chiko juga sangat ramah dan supel. Juga loyal, kalau boleh ditambahkan. Di situasi normal, Gusti biasanya memilih mundur. Ini bukan kali pertama gadis incarannya juga ditaksir oleh Chiko. Biasanya, dia bahkan tidak berkata apa-apa pada Chiko. Toh, hanya satu gadis.
Tetapi, kali ini lain. Dia tidak akan mundur tanpa perlawanan. Dia yang lebih dulu tahu Sheryl dan melakukan first step untuk mendekati gadis itu. Jadi, dia tidak akan mundur begitu saja. Untuk kali pertama dalam hidupnya, dia menjilat ludah sendiri. Bersaing dengan sahabatnya demi seorang gadis, hal yang dulu dicibirnya mati-matian. Walaupun saat ini dia harus menahan diri mati-matian supaya tidak menarik tangan Chiko yang dengan santainya menggandeng Sheryl. Untungnya, Sheryl menarik tangannya sendiri, tetapi tetap mengikuti langkah Chiko.
“Woy!”
Gusti nyaris melonjak di tempatnya karena kaget mendengar sapaan keras itu. Dia berbalik, melihat Velya sudah berdiri di sebelahnya dengan raut penasaran.
“Ngelihatin apaan sih? Gue panggil dari tadi sampe budeg gitu.”
“Nggak apa-apa.” Gusti buru-buru menghalangi pandangan Velya sebelum menemukan sosok Chiko dan Sheryl. Sesuai kesepakatan mereka, siapa yang ‘mendapat jatah’ PDKT, harus mengawasi dan memastikan Velya tidak mengganggu. “Mau pulang?”
“Pengin piza. Tapi lo yang traktir.”
Gusti berdecak. Dia kadang berpikir hidup Velya ini benar-benar enak. Dia seperti gadis kecil dengan Ibu Peri yang siap mengabulkan apa pun keinginannya. Sialnya, orang-orang di sekitarnya juga tidak keberatan melakukan apa pun untuk gadis itu, termasuk dirinya. Bukan salah Velya kalau dia tumbuh jadi gadis manja yang kadang menyebalkan. Lingkungan sendiri, termasuk dia, yang membentuknya jadi seperti itu.
Sesuai permintaan Yang Mulia Velyanata, Gusti memarkirkan motornya di depan salah satu gerai piza ternama. Wajah mungil Velya langsung berbinar cerah. Tanpa menunggu Gusti, dia menyodorkan helm pada cowok itu dan berlari masuk lebih dulu. Kelakuannya yang seperti itu membuat Gusti tidak yakin kalau Velya benar-benar sudah berusia tujuh belas tahun.
“Lasagna sama nachos satu, milkshake strawberry satu,” Velya menyebutkan pesanannya sebelum waitress sempat mengeluarkan sapaan penuh basa-basi.
“Tadi katanya piza,” protes Gusti.
“Penginnya lasagna,” balas Velya, tanpa dosa.
Gusti berdecak. “Saya es teh aja, Mbak,” ucapnya, pasrah. Uang di dompetnya habis hanya untuk membayar pesanan Velya.
“Eh, tadi gue sempet lihat sekilas Chiko jalan sama Sheryl. Lo nggak apa-apa?” tanya Velya.
Gusti mengumpat dalam hati. Ternyata dia belum menutupi pandangan Velya dengan baik tadi. “Ya, nggak apa-apa. Belum jadian juga kok sama gue.”
Velya mengangguk paham, tidak bertanya lagi. Gusti sendiri sejujurnya penasaran ke mana Chiko akan mengajak Sheryl. Jelas tidak mungkin ke toko buku. Chiko hanya pergi ke tempat itu untuk membeli komik yang baru terbit, langsung membawanya ke kasir, lalu keluar. Tidak pernah sampai sepuluh menit di sana. Padahal Sheryl sendiri sama seperti dirinya, paling betah berada di antara buku-buku. Pemikiran itu membuat Gusti tersenyum sendiri. Jelas, peluangnya kali ini cukup besar. Dia mungkin kalah untuk masalah penampilan. Tetapi, di luar itu, dia dan Sheryl lebih banyak kecocokan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Honestly Hurt [COMPLETED]
Teen FictionHonestly Hurt "Luka hatiku karena kamu..." a story by ELSA PUSPITA Bagi Velya, Chiko dan Gusti mewakili sosok kakak yang tidak pernah dimilikinya. Dia menyukai seluruh waktu yang dihabiskan bersama mereka. Mulai dari perhatian yang didapat sampai ke...