[28] Helping

34.8K 4K 104
                                    

Gusti menatap pasrah pada kuku kakinya yang sudah berpoles kuteks merah, sementara pelaku, yang membuat kaki kekarnya berubah se-feminin ini, masih asyik bercerita. Beginilah kelakuan Velya. Jika dia ingin curhat masalah yang cukup pelik, gadis itu suka melakukan hal aneh. Katanya, supaya bisa bercerita dengan lancar. Terakhir kali meladeni curhat ‘dalam’ Velya, Gusti dan Chiko harus merelakan rambut mereka dikuncir kecil-kecil selama gadis itu bicara.

Kali ini, dia menjadi korban sendirian. Karena Chiko-lah alasan yang membuatnya harus rela menjadi tumbal tingkah aneh Velya.

“Kalau lo emang ngerasa aneh banget jadi pacar dia, ya balik sahabatan lagi aja,” usul Gusti. Cerita Velya kurang-lebih sama seperti apa yang dikeluhkan Chiko. Hubungan keduanya sejak memutuskan pacaran bukannya makin dekat, malah merenggang. Bedanya, kali ini Velya merasakan Chiko yang menjauh dan tidak tahu alasannya. Gusti harus menahan diri agar tidak membocorkan curhatan Chiko tadi. Bukan bermaksud tidak mau memberitahu Velya, tetapi Chiko sudah membuatnya berjanji untuk tidak mengatakan apa-apa.

“Nggak segampang itu kali, Gus. Kalau tiba-tiba gue minta balik jadi sahabat, sama aja gue mutusin dia, kan? Emang bisa langsung normal lagi?”

“Ya nggak, sih. Terus lo maunya gimana?”

“Mau balik biasa aja ....”

Gusti diam sejenak, menatap kesepuluh kuku jari kakinya yang sudah berwarna merah. “Pas lo pertama sadar naksir dia, lo juga berubah, kan, Vel?”

“Masa?”

Gusti berdecak. “Iya. Lo sempat ngejauhin dia, kan?”

“Itu, kan, karena gue ....” Velya tidak melanjutkan.

“Takut ketahuan dia kalau lo naksir?”

Velya tidak menjawab, memilih menarik tangan Gusti dan lanjut memoles kuteks di sana. Kali ini warna hitam.

Gusti menghela napas. “Sekarang gini deh. Kalau lo emang serius mau pacaran sama dia, coba pelan-pelan biasain lagi. Anggap dia kayak Chiko yang biasanya, gitu. Yang bisa lo suruh-suruh seenaknya. Nggak usah pikir yang aneh-aneh.”

“Dia gimana?”

“Kalau lo bersikap biasa, nanti pelan-pelan dia juga bakal ngikutin. Atau lo mau gue bilang ke dia?”

Velya memelotot, menggeleng kuat.

“Nah, kalau dia nggak bisa mulai duluan buat bersikap biasa, lo aja yang mulai,” ujar Gusti. “Gini deh, hari Minggu ntar kita jalan, gue ajak Sheryl. Lo nggak usah pikir itu double date atau apa, anggap aja jalan biasa. Kuncinya, lo sama dia nggak boleh diem-dieman. Harus ngobrol.”

“Obrolin apa?”

“Terserah. Lo bahas aja tuh Oppa-Oppa nggak jelas idola lo itu. Ntar, kan, Chiko bete tuh, ngomel-ngomel pasti. Tinggal lo bales aja omelannya. Pasti kalian bakal langsung balik normal.”

“Oppa gue jelas, ya! Enak aja. Lo tuh nggak jelas!” sungut Velya.

Gusti berdecak. “Yaelah, Vel. Kalimat sepanjang itu yang lo inget malah bagian begituan.”

“Abisnya, lo ngatain idol gue nggak jelas. Itu penghinaan!”

Gusti mengabaikan tingkah berlebihan Velya, memilih kembali ke masalah sebenarnya. “Jadi intinya lo mau lanjut pacaran sama Chiko apa gimana?”

“Maunya ya ... enak lagi gitu. Kayak biasa aja.” Velya menatap Gusti. “Lo bilangin apa gitu, kek, ke dia. Bilang biasa aja sama gue, nggak usah ngejauh-ngejauh.”

Gusti  menghela napas. “Pas lo ngejauh, dia bales ngejauh nggak?”

Velya menggeleng.

“Masih ngajak lo ngobrol, kan? Deketin lo?”

Velya ganti mengangguk.

“Nah, mungkin sekarang gantian elo yang ambil peran dia kemarin. Gue rasa dia nggak bermaksud ngejauh, Vel. Mungkin nih, sekadar kagok gitu sama perubahan status kalian.”

“Tapi, kan, dia udah sering pacaran.”

“Tapi baru ini dia pacaran sama sahabat. Yang lain, kan, emang dia deketin buat digebet. Atau cuma di-PHP. Kacau banget emang tuh anak.”

Velya mengulum senyumnya. “Jadi?”

“Saran gue, lo yang coba cairin suasana. Nanti gue bantuin.”

Velya menghela napas, menatap hasil karyanya pada jari Gusti. “Gue coba deh besok.”

“Ngapain nunggu besok, sih? Tuh anak ada di rumahnya, lagi galau kayaknya. Temenin sana.”

Velya menutup botol kuteksnya. “Sekarang banget?”

“Ya udah, ntar aja, tunggu ada cewek lain yang udah kasih dia hiburan duluan.”

“Ih!” Velya meraih boneka smiley di dekatnya dan melemparkan benda itu ke arah Gusti.

Gusti terkekeh. “Repot banget ngurusin kalian berdua doang.”

Velya mengabaikannya, tetapi berniat akan melakukan saran Gusti nanti. Yah, setidaknya setelah dia berhasil mengendalikan diri.

***

________________________

Bonus, kuku hasil karya Velya :p

Sumber: google (lupa webnya :/)

Honestly Hurt [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang