Velya benar-benar tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Chiko. Makin hari sahabatnya itu makin terlihat aneh. Dia tidak pernah lagi menggerutu saat Velya minta diantar-jemput ke mana-mana, tidak juga mengeluh tiap kali Velya minta dibelikan makanan macam-macam, walaupun tempatnya jauh. Yang paling membuatnya bingung, sekaligus senang, Chiko tidak terlihat sedang dekat dengan gadis mana pun selain dirinya. Velya merasa seperti menemukan lagi sosok Chiko lama, sebelum terkontaminasi oleh virus-virus lawan jenis yang menjangkitnya belakangan ini.
“Lo kehabisan stok, ya?” tanya Velya, saat mereka tengah asyik menikmati mi ayam ceker sepulang sekolah.
Chiko menelan makanan di mulutnya sebelum menjawab. “Stok apaan?”
“Cewek.”
“Seorang Federico Sebastien nggak akan pernah ngalamin krisis cewek, Velyanata,” balas Chiko, penuh percaya diri.
“Terus? Kok bisa sama gue terus?”
“Lagi nggak ada yang menarik selain elo.” Chiko menaik-turunkan alisnya dengan menggoda, membuat Velya pura-pura muntah di mangkuk mi ayamnya yang tinggal berisi setengah. Chiko terkekeh. “Kenapa? Mulai bosen, ya, jalan sama gue?”
“Gue emang udah eneg sih lihat lo sama Gusti terus.”
“Makanya cari pacar, biar lihat pemandangan baru,” ledek Chiko. “Evan tuh, kelihatan banget naksir elo.”
Velya mendengus malas, memilih menghabiskan makanannya.
“Kasihan, Vel. Anak orang lo PHP gitu.”
“Lo tahu nggak sih kepanjangan PHP?”
“Pemberi Harapan Palsu?”
Velya mengangguk. “Itu menerangkan objek, bukan kata kerja. Jadi kalimat lo tuh ngaco, sama kayak orang kebanyakan. Harusnya bukan anak orang lo PHP, tapi lo jangan sampe jadi PHP.”
Chiko mencibir. “Penting banget sih.”
“Ya pentinglah,” dumel Velya. “Malu sama Raja Ali Haji.”
“Bisa aja PHP udah ngalamin perluasan makna, selain jadi objek, juga bisa jadi kata keterangan. Kayak jomlo yang arti sebenarnya perawan tua, sekarang jadi dipakai buat nyebut orang-orang single. Makanya PHP juga jadi bisa dipakai di kalimat, dia baru di-PHP gebetan.”
Perdebatan itu bukannya mereda, malah semakin panjang. Dari pembahasan seputar bahasa, hingga gosip artis yang sedang ramai.
“Jadi lo lebih milih sering ditinggal-tinggal, apa nggak diakui sebagai anak kandung?” tanya Velya.
Chiko diam sejenak, membayangkan kedua hal itu. “Milih ditinggal-tinggal deh. Walaupun rasanya hampir sama kayak nggak punya orangtua, tapi diakui. Kalau nggak diakui, berarti beneran nggak diurus, kan?”
Velya manggut-manggut. Dia menyeruput es jeruknya. “Kok ada, ya, ayah yang bisa nggak mau ngakuin anak kandungnya?”
“Cuma harimau yang nggak akan makan anak sendiri.”
“Sok bijak lo,” ejek Velya. “Udah nih, kenyang.”
Chiko menghabiskan minumannya, lalu beranjak untuk membayar hidangan mereka. Setelah itu, keduanya meninggalkan warung tenda itu, menuju motor Chiko yang terparkir di pinggir jalan.
“Eh iya, gue mau nanya ini, tapi lupa terus.” Velya memakai helm yang disodorkan Chiko, tetapi belum naik ke boncengannya. “Lo kenapa nggak deketin Sheryl lagi?”
Chiko bantu mengancingkan helm Velya dan sedikit mengencangkannya supaya tidak gampang terlepas, kemudian menepuk pelan puncak helm itu. “Udah gue bilang, lagi nggak ada cewek yang lebih menarik daripada elo.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Honestly Hurt [COMPLETED]
Teen FictionHonestly Hurt "Luka hatiku karena kamu..." a story by ELSA PUSPITA Bagi Velya, Chiko dan Gusti mewakili sosok kakak yang tidak pernah dimilikinya. Dia menyukai seluruh waktu yang dihabiskan bersama mereka. Mulai dari perhatian yang didapat sampai ke...