[30] Double Date

32.3K 4K 62
                                    

“Itu ... mereka beneran pacaran?” Sheryl bertanya pada Gusti, menatap tidak percaya ke arah Velya dan Chiko yang berdiri bersebelahan di depan poster film.

Gusti hanya mengangguk kecil.

“Kok bisa?” gadis itu menatap sang pacar dengan wajah kaget. “Sejak kapan? Bukannya mereka kerjanya berantem terus, ya?”

“Udah semingguan ini. Lagi adaptasi ulang. Nggak tahulah, aku juga bingung. Aneh lihatnya,” gumam Gusti.

“Kamu nggak masalah?”

Dahi Gusti berkerut. “Kenapa harus jadi masalah?”

“Yah ... kan, kamu jadi obat nyamuk mereka sekarang kalau ngumpul bertiga.”

“Nggak juga. Kalau ngumpul mereka banyak diem-dieman. Ngobrol, ya, seadanya aja. Makanya ini aku ajak jalan bareng. Biar normal lagi.”

Sheryl meraup segenggam popcorn dari tangan Gusti. “Emang aneh sih rasanya dari sahabat, terus pacaran gitu.”

Gusti menatap pacarnya itu dengan pandangan tertarik. “Kenapa gitu? Bukannya malah enak, ya? Udah saling kenal, nggak perlu PDKT ulang?”

Sheryl tersenyum kecil, seraya menggelengkan kepalanya. “Beda dong. Tingkatan pacar itu agak lebih ... gimana, ya? Beda deh pokoknya. Justru sebenernya, menurut pendapatku, PDKT dari sahabat terus jadi pacar itu sayang banget. Pertama, nyari sahabat itu jauh lebih susah daripada pacar.”

“Oh ya?”

Sheryl mengangguk tanpa ragu. “Sahabat itu ibaratnya tong sampah tanpa filter. Kita bisa bahas apa pun, ngomongin semuanya, tanpa mikir dia bakal jadi ilfil sama kita atau nggak. Tapi, ke pacar nggak bisa gitu.”

“Hm ....” Gusti memutar sedikit posisi duduknya agar lebih mengarah ke Sheryl. “Ke aku juga kamu nggak sepenuhnya terbuka?”

“Ya iyalah,” jawab Sheryl, setengah tertawa. “Sama pacar itu kebanyakan mikir. Lebih hati-hati. Pelan-pelan. Kalaupun akhirnya beneran terbuka, pasti hubungannya udah ngalamin banyak pasang surut, tapi nggak goyah juga, yang bikin kita percaya penuh ke satu sama lain.”

“Sekarang belum percaya penuh dong?”

Sheryl membalas tatapan Gusti dengan santai. “Emang kamu udah percaya penuh sama aku? Sama hubungan kita? Bakal happilly ever after?”

Gusti tidak langsung menjawab.

Sheryl mengambil alih popcorn ukuran besar dari tangan Gusti sepenuhnya, lalu bersandar sambil mengunyah. “Kita masih muda sih. Jadi, kalau aku sendiri milih buat nikmatin aja dulu. Jalanin semuanya.”

“Nggak pakai target?”

“Target apa?”

Gusti kembali diam. Dia merasa konyol sendiri jika harus mengutarakan maksudnya. Seperti yang dikatakan Sheryl, mereka masih sangat muda. Baru akan delapan belas tahun, Sheryl malah baru saja melewati usia tujuh belas beberapa bulan yang lalu. Terlalu jauh untuk memikirkan target apa pun tentang hubungan mereka. Daripada memikirkan itu, lebih baik fokus menyusun mau ke mana setelah lulus SMA dan berjuang mati-matian di ujian akhir nanti.

Untunglah kewajiban Gusti menjawab lenyap begitu Velya dan Chiko bergabung dengan membawa empat potongan tiket.

“Jadi kita nonton apa?” tanya Gusti. Mereka sudah tiba di bioskop ini satu jam yang lalu dan belum memutuskan film apa yang ingin ditonton. Karena lelah berdebat, dia dan Sheryl memilih duduk, membiarkan Chiko dan Velya saja yang memutuskan.

Boss Baby!” Velya berkata semangat, sementara di sebelahnya, Chiko memasang tampang pasrah.

Gusti melempar senyum meledek ke arah Chiko. Dia tahu kalau sahabatnya itu lebih ingin menikmati lanjutan cerita Dominic Toretto and the gank, dibandingkan film animasi tentang bayi yang bersikap tidak seperti bayi pada umumnya.

“Masih satu setengah jam nih mainnya. Mau ke mana dulu?” tanya Gusti, melihat jadwal main yang tertera di tiket.

“Lihat-lihat parfum, yuk?” ajak Sheryl. “Parfum-ku habis,” gumamnya, pada Gusti.

“Gue laper ....” balas Velya.

“Ya udah. Gue nemenin Sheryl cari parfum, lo berdua ke tempat makan. Nanti kita ketemu lagi di sini,” usul Gusti.
“Thank God. Nemenin cewek belanja adalah hal terakhir yang pengin gue lakuin sekarang.” Chiko berujar lega.

Sheryl hanya mencibir, lalu menggandeng lengan Gusti dan menariknya berjalan lebih dulu meninggalkan bioskop.
Begitu sudah berada di luar pintu, Gusti menyempatkan diri melirik ke belakang untuk melihat kedua sahabatnya. Dia mendapati keduanya berjalan berdampingan, tanpa kontak fisik sama sekali. Chiko memasukkan kedua tangannya ke saku celana pendek yang dia kenakan, sementara Velya juga menyimpan tangannya di saku jaket yang dia pakai.

“Sher, kita mulai pegangan tangan pas jadian berapa lama, ya?” tanya Gusti, iseng., mengikuti langkah Sheryl memasuki sebuah toko parfum.

“Ini sok lupa apa gimana?” balas Sheryl, menatap Gusti curiga.

“Nanya beneran.”

“Belum jadian juga kamu udah berani pegang tangan.”

“Masa sih?”

“Dih!” Sheryl melepaskan lengan Gusti, memilih mulai melihat-lihat deretan parfum di sana.

Gusti menyeringai, menggaruk belakang kepalanya. Dia jadi sedikit merasa bersalah sudah meninggalkan Chiko hanya berdua Velya. Hubungan baru dua anak itu benar-benar masih membutuhkan pihak ketiga sebagai pencair.

***

____________________

Next part is on going.... ;)

Honestly Hurt [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang