2. Lelaki Itu Adalah 'Dia'

7.4K 254 7
                                    




Aku dan Anin sama-sama bekerja untuk menghidangkan makan siang di restoranku yang kebetulan banget hari ini ramai. Sampai-sampai yang baru datang harus menunggu dan mendaftarkan namanya di waiting list. Kalau begini caranya setiap hari, aku harus nambah waiter atau para customer disini bakal ngeluh abis-abisan.

Jam sudah menunjukkan jam setengah 4. Bali masih terang benderang. Dan aku semakin gugup untuk ketemu Matthew. Gugup, bukan gugup apa, tapi gugup senang. Dia sudah seperti kakakku sendiri, dan dia ganteng plus wangi.

Aku pamit ke Anin untuk ke Ngurah Rai. Aku janji ke dia akan balik ke sini lagi, bawa bala bantuan. Meskipun gak bisa menjanjikan jamnya.

Aku mampir ke salah satu butik di deretan sekian banyak merk untuk membeli baju yang bersih, gak bau keringat, kopi dan rokok. Aku pengen dianggap sudah menjadi wanita yang seutuhnya saat ketemu Matthew.

"Warna ini lebih bagus di kulit Mbak," pegawai di butik itu komen, saat aku memegang 2 dress pantai warna putih dan warna pink pucat dengan lubang yang cukup besar di bahunya. Kulitku lagi agak sedikit coklat, Bali akhir-akhir ini panasnya gak kira-kira.

"Yang mana, Mbak?"

"Yang merah muda, Mbak."

"Beneran, nih?"

"Bener," si Mbak nyengir.

"Yaudah, saya ambil yang ini aja."

Seusai dari butik, aku langsung tancap gas ke bandara, dengan harapan setinggi langit supaya jalanan gak macet.

Sialan, macet. Ini sih kebangetan macetnya. Matthew sudah nelpon aku, dan aku masih belum sampai juga ke bandara. Gak biasanya Bali kayak gini. Ada pawai apa ya?

Bolak-balik aku cek jam tanganku, sudah jam 6 lewat. Matthew sudah sampai disini jam 5. Aku jadi gak enak. Kalau udah begini, aku harus menyiapkan jurus pamungkasku: Traktir besar-besaran!

Sambil ngomel-ngomel sendiri, aku tekan klakson, walau aku tau itu gak akan membuatku sampai lebih cepat di bandara. Aku akhirnya inisiatif untuk telepon Matthew dan jujur aja sama dia, bahwa aku gak akan bisa sampai bandara sampai setidaknya jam 7. Aduh, kasian juga dia. Sudah jauh-jauh dari Hongkong, sampai sini nunggu lagi.

"Okay, I'll go somewhere outside the airport and I'll meet you there. Gimana?"

"Sounds great! Okay. Om bisa kasih tau aku lokasi tempatnya. Aku yang bakal bayarin semua makanan Om. Promise!"

"Waaah, seriously?"

"Iya! Itung-itung permintaan maaf aku telat jemput Om."

"Awesome. Can I get an ojek here?"

"Should be. Kayanya harus jalan kaki dulu kali ya ke luar. Kabari aku ya Om."

"Oke."

Aku buru-buru putar balik dan berhenti di pinggir jalan untuk tunggu kabar dari Matthew. Aku gak bisa bergegas kalau belum ada kepastian dimana dia akan nunggu aku. 20 menit kemudian, aku dapat telepon lagi dari Matthew.

"Cassandra, I'm at some seafood place in Jimbaran. Can you come here?"

"Say no more, Om."

Aku meluncur ke Jimbaran. Sesampainya di sana aku kebingungan. Banyak tempat seafood disini. Aku pakai indra keenam khayalanku untuk menebak dimana Matthew makan. Pasti dia akan jadi pusat perhatian, dengan janggut andalannya.

Tuh, bener kan. Dalam waktu 5 menit, aku bisa mendeteksi keberadaannya.

"Cassey!!" Dia bangun dari kursinya dan membuka tangannya lebar-lebar.

"Jeff" - CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang