Saat bertemu dia, aku masih lugu. Tidak tau apapun, tidak memiliki apapun. Maklum, aku hanya seorang siswi SMA yang baru kenal 'pacaran'. Tapi, sekejap aku lupa segala hal saat ia berkenalan denganku. Kisah kami mulai dari situ.
Aku ngelonjak dari tempat duduk kecilku di meja belajar, denger suara Matthew yang menggelegar itu. Pasti sengaja dia bikin aku kaget. Dasar iseng. Oh iya juga, ya. Aku kan belom ketemu dia dari semenjak aku antar dia kesini. Haha, emang dasar anak kurang ajar.
"Iya. Bentar aku turun!" aku balas teriak.
"Buruan."
Aku pakai jaket militer hadiah ulang tahun dari Putra jaman aku kuliah untuk menutupi tanktop putihku. Kebiasaanku di rumah. Ada atau gak ada siapapun di rumah, aku pasti pake tanktop dan celana pendek. Kebiasaan juga kali ya, dari kecil suka main ke pantai, pakai pakaian seperti ini. Penolongku kalo lagi ada tamu ya cardigan, atau jaket apapun itu yang ada di depan mata. Aku cek handphoneku, tinggalkan pesan untuk Bram, lalu turun tangga menuju ruang makan.
Matthew ngeliatku kayak ngeliat orang asing di rumahnya.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"You look different, Cass!" katanya.
"You, too. Baru cukuran ya?" aku ketawa kecil.
Matthew memijat dagu plontosnya sambil nyengir.
"Iya dong."
"Ke belakang yuk?"
Waktu aku dan Matthew jalan ke taman di rumahku bagian belakang, muncul Jeff yang sudah ganti baju. Dia pakai kaos dan celana pendek, dan agak sedikit melotot matanya waktu papasan denganku di dapur. Dia sedang bawa dua gelas teh di tangannya. Oh, sudah waktunya ngeteh sore ya? Ah, aku sampai kelewatan makan siang karena ngantuk. Oh iya, kayaknya minuman di tangan Jeffrey itu buat Daddy deh. Soalnya Daddy lagi duduk di ruang keluarga, yang dekat dengan dapur. Akhirnya, mereka bisa akrab juga. Senang aku lihatnya. Hehehe.
"Heh," bisik Matthew pelan.
Bingung aku. Ke siapa ya?
"Kenapa?"
"Gak apa. Bukan kamu. Itu Jeff."
"Hahaha. Kenapa dia?"
"Ya ngeliati kamu."
"Ah, biasa aja kayaknya."
Matthew membersihkan daun-daun kering di kursi taman sebelum kita berdua duduk. Halaman belakangku cukup besar. Mungkin ada 15 x 10 meter. Tanah disini peninggalan dari ibu nenekku. Ada beberapa tanah yang diwariskan. Ada yang di Lombok, Jakarta, Surabaya dan Bali. Matthew duduk duluan. Dia mandangin aku sampai aku duduk.
"Masih seneng ya kamu sama dia?" katanya tiba-tiba.
"Eh, siapa?"
"Who else, Cassandra?"
"Oh," aku menundukkan kepalaku. Ini gak aneh-aneh kan pembicaraannya? "Iya. Senang doang kan? Om juga senang pasti sama dia."
"On a different context, Cassey," Matthew menghela nafas. "Kamu ada boyfriend?"