pelunasan

4.6K 257 22
                                    

Nata pov

Akhirnya setelah penantian lama gue, Geri mengajak gue jalan malam minggu ini. Sampe sekarang gue masih berhubungan sama Geri. Gue belum bisa buat ngelepas dia gitu aja.

"Bertahan selagi lo kuat, pergi setelah lo tau hati lo udah cukup ngerasain sakit." perkataan Natan seminggu yang lalu selalu ada di otak gue. Dan buat sekarang, gue rasa gue masih bisa bertahan. Karena hati gue masih kuat. Kuatnya sampai kapan pun gue belum tau.

Sakit memang, ketika gue mempertanyakan apa yang Geri rasain sama seperti gue atau tidak. Yang bikin sakit, ketika gue membayangkan bahwa Geri tidak memiliki perasaan apapun.

Ah sudahlah. Kalo pun hati gue udah merasakan cukup sakit, pada akhirnya rasa yang ada  didalam hati gue untuk Geri pun pasti menghilang. Tapi pada saat ini,  perasaan gue belum berubah. Gue masih menanti Geri.

Gue berjalan ke apartemen Natan. Pada saat gue memasuki apartemennya gue tersenyum senang, tidak sabar untuk menceritakan bahwa Geri mengajak gue jalan. Gue berjalan kearahnya yang sedang tertidur dikasur sambil menonton televisi.

"Kenapa lo? Ko bahagia banget kayanya?" tanya Natan dengan muka datarnya.

"Gue diajak jalan sama Geriiiiiiii" jawab gue setengah berteriak sambil loncat-loncatan sakin senengnya.

"Oh. Kemana?" tanya nya terlihat cuek.

"Issh. Ko lo jutek gitu sih." gue memanyunkan bibir, sedikit kecewa melihat respon dari Natan yang jutek seperti itu. Natan membenarkan posisinya menjadi duduk sila. Gue duduk disampingnya. "kan elo yang bilang bertahan selagi kuat, pergi setelah hati gue cukup ngerasain sakit. Nah, sekarang gue masih kuat. Hati gue belum cukup ngerasain sakit."

Natan menyipitkan matanya, "terus lo mau hati lo ngerasain sakit terus? Sekarang dia datang, nanti ngilang lagi. Trus nanti dia datang lagi. Terus ngilang lagi. Terus aja begitu sampe pohon lidah buaya jadi lidah uler."

Gue tersenyum kecil mendengar perkataan jayus nya Natan. "emang lidah buaya pohon ya? Bukannya taneman?"

"Au ah."

Gue mencibir, "ko lo bete gitu sih? Nggak ada temen malem mingguan yaaaaaa????"

Natan mengangguk pelan memelas. Gue tersenyum, "yaudah tungguin bentar, gue cuma nonton doang ko di bioskop. Nanti kalo gue udah balik gue langsung kesini."

"Yaudah."

"Oke. Gue mau ganti baju dulu ya. Si Geri udah dijalan."

Natan mengangguk pelan. Gue bangun dari duduk, berjalan kearah pintu.

"Nat." panggil Natan membuat gue menoleh kebelakang. 

"Kenapa?" tanya gue heran.

"Nggak jadi deh."

Gue mengerutkan kening. Lalu mengedikkan bahu dan membuka pintu.

***

Jantung gue deg-degan nggak karuan. Entah kenapa bersama Geri nggak sebebas sama Natan. Gue lebih menjaga image gue, gue menjaga tawa gue yang biasanya ngakak jadi hanya senyum-senyum malu tai kucing. Gue menjaga omongan gue yang biasa nyablak jadi super lembut. Semua yang gue lakuin membuat gue ngerasa geli sendiri, kadang gue ngerasa sok lembut, sok manis, sok anggun pokonya menjijikan.  Ini bukan gue banget!

Gue menatap punggung Geri yang sedang mengantri pengambilan pop corn yang tadi kita pesan pada saat pembelian tiket. Setelah dia mendapatkan pop corn dan minuman yang ada ditangannya, Geri berjalan kearah gue sambil tersenyum manis. Yatuhan, sumpah demi rakyat indonesia senyuman dia bikin gue mematung ditempat. Kenapa bisa semanis itu? Apa mungkin dia nyimpen susuk di bibirnya?

HE KNOW'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang