Love (3)

25 4 2
                                    


Zed's POV

Gue dan Alda menuju dapur yang letaknya lumayan deket dari ruang tamu. Setelah sampai di dapur,

DET

Lampu rumah tiba tiba mati.

"Alda" teriakan yang tiba-tiba keluar dari mulut gue tanpa komando.

Spontan gue meluk Alda karena gue takut si Edo yang sayang banget sama adiknya bakalan ngehajar gue mati matian kalo tau adiknya luka.

Gue menyandarkan dagu gue di atas kepalanya ya karena dia lebih pendek ke gue. Dan sekarang gue bisa denger dia yang terisak. Mungkin aja dia takut. Jadi, ini tindakan yang menurut gue paling tepat untuk dilakukan.

Alda's POV

Oke mungkin sekarang gue terdengar munafik. Gue juga bales pelukannya dia tapi banyak banget pertanyaan yang gak bisa gue jawab sendiri. Kenapa Zed meluk gue? Bego gue. Kenapa coba gue bales pelukannya? Nih lampu kenapa gak nyala-nyala juga? Gila.

Tepat setelah gue ngomong sendiri dalam hati kaya gitu, lampunya nyala. Puji Tuhan. Dengan cepat, gue ngelepasin pelukannya dan berjalan agak jauh dari dia. Nih pipo gue kenapa panas banget? Sumpah. Keadaannya jadi awkward kan. Gue kan orangnya pemalu. Pura-pura cuek aja kali ya? Langsung aja, gue mengambil bahan-bahan masak yang ada di kulkas karena gue ingin ngehindar dari kejadian yang barusan terjadi. Zed hanya diem dan setelah beberapa kali lihat gue sibuk ngupasin kentang, dia balik ke arah ruang tamu.

Ini saatnya gue bereksperimen tentang makanan lagi. Karena banyak bahan yang bisa dimasak jadi gue bisa masak apa aja yang terlintas dipikiran.

"Makanan udah jadi" teriak gue dari dapur yang entah bakalan kedengeran sampe ruang tamu atau enggak.

Ternyata, Kak Edo dan Zed udah siap di meja makan sedari tadi. Dua orang ini cuman nerima enaknya aja kali ya? Untung aja kalian lebih tua.

"Da, makanannya gak lu abisin?" tanya Zed ke gue yang mungkin ngelihat gue cuman mainin sendok di atas piring.

"Ah, iya bentar lagi" jawab gue seadaanya.

"Da, yuk pulang" ajak Kak Edo.

"Enak banget ya hidup lu Do, abis makan langsung tinggal pulang." lanjut Zed lagi.

"Gue enak-enakin aja sih. Alda ayok pulang." ajak Kak edo sekali lagi.

"Eh iya bentar gue beresin dulu dapurnya" jawba gue sambil ngambil piring kotor di atas meja makan lalu menaruhnya di tempat cucian piring.

Author's POV

Alda dan Edo berpamitan pulang. Di dalam mobil, mereka sangat hening, Alda hanya memainkan kameranya. Sampai-sampai hanya terdengar lagu koleksi Kak Edo yang beraliran EDM. Tiba tiba dari belakang mobil seseorang berjaket kulit berwarna coklat pekat mengendarai Yamaha R25 berwarna biru tersebut menyalip lalu berhenti di pinggir jalan. Alda yang saat itu sedang asik mengotak-atik kameranya, ia dikejutkan oleh suara motor yang menyalip mobil Kak Edo kemudian berhenti di pinggir jalan.

Alda menatap pria itu lekat sekali. Mencoba mengenalinya hanya dalam satu tatapan. Itu Dimas. Pujaan hatinya. Edo segera meminggirkan mobil lalu turun untuk menyapa Dimas. Alda hanya duduk di dalam mobil dan membuka jendela unuk mendengarkan percakapan mereka.

"Woy Dimas, dari mana lo? Hafal banget ya kalo ini mobil gue?" Tanya Edo sembari melakukan handshake andalan mereka.

"Biasa. Gue abis habis latihan band nih, btw lo darimana?" jawab Dimas tidak kalah santainya.

"Oh, gue habis dari rumah Zed nih, bahas masalah project sama Alda" lanjut Edo.

Seketika Dimas menoleh ke arah mobil untuk mencari keberadaan Alda. Spontan, Alda menyapanya dengan senyuman terbaik yang ia punya.

"Ha.. halo.. kak" ucapnya sedikit tergagap masih terus tersenyum.

"Hai, Da. Siap siap dibuat repot sama project kakak lo ya, haha" sahut Dimas mencoba menyindir Edo.
"Hoax lu. Udah gue pulang dulu ya!" pamit Edo lalu masuk ke dalam mobil lalu melajukan mobilnya seperti tadi.

Mereka pun melanjutkan perjalanan pulang. Sekarang pukul 10 malam dan keadaan jalan sangat sepi. Akhir-akhir ini, Alda merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Dia tidak bisa berhenti memikirkan Dimas, sedangkan beberapa teman kakaknya juga berperilaku aneh kepadanya.  Sikap aneh mereka adalah suka memperhatikan Alda.

"Woy. Diem banget lu." ucap Edo yang akhirnya memecahkan keheningan diantara mereka.

"Apaan sih? Cerewet banget." jawab Alda.

"Lu kenapa sih? Sensi banget sama gue sekarang." lanjutnya masih memperhatikan jalan.

"Gue stres banyak pikiran." jawab Alda lagi.

"Kelas 12 mah emang banyak pikiran apalagi kalo mau UN. Semangat yah adikku sayang." ucapnya sambil ngusuk-ngusuk pucuk kepala gue.

Bukan kak. Bukan pikiran masalah Kelas 12 yang gue pikirin kak. *batinku dalam hati*

Alda : " Kak " *sambil ngerubah posisi menghadap kakaknya*
Edo : " Iya apa?" *serius nyetir*
Alda : "Eh.. anu.. a.. ada yang mau gue omongin"
Edo : "Bilang aja kali, lo kenapa Da? Cerita sama kakak"
Alda : "Temen kakak, Zed sama Dimas..."
.
.
.
.
.

*BRAK!*
.
.
Author's POV
Saat Alda hendak melanjutkan percakapannya, dari spion Kak Edo melihat sebuah mobil menyalip dari arah sebelah kiri. Spontan kak Edo membanting setir ke arah kanan. Tetapi terlambat, mobil tersebut menabrak mereka dari sisi sebelah kiri atau sebelah penumpang, dan itu merupakan tempat Alda.

Dimas's POV
Saat kak Edo menyetir ke arah pertigaan stasiun, dari kejauhan terdengar suara tabrakan dan dentuman yang sangat keras. Karena penasaran, langsung saja kupacu motor biruku bergegas menghampiri sumber suara tersebut. Betapa terkejutnya aku saat melihat Edo keluar dari mobil yang penuh asap dengan keadaan memar dan darah ditangannya.

Sial! Sekarang sudah malam dan jalanan sudah sepi batinku. Aku langsung memarkir motorku dan menghampiri Edo yang sudah tidak berdaya.

Dimas : "Edo?! Lo gakpapa?! Edo?!"
Edo : "Alda, Dimas.. to.. tolong Alda.. di... di dalam"

Segera aku membuka pintu mobil sudah hancur tersebut.
.
.
.
.
Dan aku melihat Alda dengan keadaan yang sangat parah.

Space Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang