It's Love

16 2 0
                                    

Dimas's POV

Keadaan Alda parah. Mungkin lebih tepatnya sangat parah. Bayangkan saja, saat ku buka pintu mobil, aku melihat kepala Alda yang tertusuk oleh pecahan pecahan kaca mobil sehingga mengeluarkan darah terus menerus. Tangan dan kakinya pun terjepit di bagian bagian mobil yang hancur. Shit! Sekarang sudah jam 10 dan keadaan jalan sudah sepi, bagaimana caranya aku membawa 2 orang yang terluka dengan 1 motor? Mungkin kita harus meminta bantuan kepada Zed.

Dimas : "Edo, gue gak mungkin bawa kalian berdua pakai motor gue. Tolong telpon Zed sekarang juga suruh dia kesini!

Tanpa basa basi, Edo mengeluarkan HP dari saku celananya yang sobek karena kecelakaan baru saja.

Edo : "Zed, tolong gue! Gue barusan kecelakaan di pertigaan ke arah stasiun"

Zed : "Eh eh, serius ni? Bukan penipuan? Ok.. oke gu.. gue kesana! Tunggu ya!" Jawab Zed seolah panik.

Dengan sigap aku membuka jaket kulitku dan melemparnya ke arah jalan dan aku menggulung lengan kemeja putihku hingga setinggi siku, bukan karena takut terkena darah, tetapi menggulung lengan kemeja adalah kebiasaanku. Aku mengangkat Alda yang terjebak didalam mobil secara perlahan.

*BRUM BRUM*

Terdengar suara mobil dari kejauhan. Itu dia Zed yang mengendarai mobil Mercedes Benz F 015 berwarna putih melesat dengan cepat ke arah kami. Edo sepertinya bisa membaca pikiranku, dia langsung membukakan pintu mobil, aku langsung menangkat Alda yang makin pucat wajahnya dan membaringkannya di mobil.

Zed : "Gue bawa Alda ke rumah sakit dekat swalayan"

Edo : "Gue mau ikut ke rumah sakit!" teriak Edo yang khawatir dengan keadaan adiknya

Dimas : "Edo, sekarang lo ikut gue! Di dekat sini ada puskesmas 24 Jam. Biar Zed yang bawa Alda ke rumah sakit! Gue janji bakalan anterin ke rumah sakit setelah luka lo diobatin" sahutku sekaligus menutup pintu mobil.

Zed : "Serahin ke gue, Do! Gue udah suruh pelayan gue buat ngurus semua masalah disni, termasuk mobil lo & pelakunya"

Edo hanya diam, mungkin perasaannya tercampur aduk antara merasa bersalah dan khawatir akan Alda.

Sebelum berangkat, aku mengambil jaket kulit yang tadi kulempar saat akan mengangkat Alda. Sontak aku mengambilnya lalu membuka pintu mobil Zed yang hendak berangkat. Kubalik jaket coklatku yang sudah dingin menjadi jaket hitam (ya, jaketku dapat dibolak balik) Aku letakkan jaket kulitku di atas tubuh Alda agar ia tidak merasakan dinginnya malam ini. Zed pun segera berangkat menuju Rumah Sakit.

Author's POV

Setelah Zed berangkat. Dimas menggunakan motornya untuk membawa Edo ke puskesmas. Mereka berjalan meninggalkan bangkai mobil yang penuh dengan asap dan penuh tetesan darah.

Edo's POV

Setelah sampai di puskesmas, luka luka di tubuhku langsung ditangani oleh para perawat. Untunglah, tidak separah yang kubayangkan. Aku hanyak mendapatkan luka lecet di bagian kepala dan tangan. Sedangkan kaki kananku terkilir karena terjepit mobilku yang sekarang sudah hancur. Shit. Aku tidak memikirkan Ayah & Ibu akan memarahiku. Aku hanya memikirkan Alda. Aku segera mendesak Dimas untuk mengantarkanku menemui Alda.

Zed's POV

Melihat muka Alda yang semakin pucat, memutuskanku untuk menambah kecepatan. Setelah sampai, ku angkat Alda menuju UGD. Setelah melakukan pemeriksaan, kondisi Alda sangat parah. Aku langsung memastikan bahwa Alda harus ditangani dengan dokter yang handal. Aku bisa melakukannya karena ayahku pemegang saham tertinggi rumah sakit ini. Aku kembali ke mobil untuk mengambil HPku untuk mengabari Edo.

Zed : "Edo, lo dimana?"

Edo : "Gue otw ke rumah sakit. Gimana keadaan Alda?!" Jawabnya dengan panik

Zed : "Parah. Gue jelasin kalau ketemu aja"

Telepon tersebut langsung ku tutup karena tanganku yang mulai membeku seiring hembusan angin malam. Saat itu juga aku melihat jaket kulit bolak balik milik Edo. Langsung saja kupilih untuk mengenakan jaket yang sisinya berwarna hitam daripada untuk lebih menyerap kehangatan. Aku segera bergegas melihat keadaan Alda

Dimas's POV

Setelah kita sampai di Rumah Sakit, Edo langsung turun dari motor dan berlari kearah Zed yang berada di depan ruang tunggu. Aku menyusulnya setelah memarkirkan sepeda motorku.

Edo : "Zed, gimana keadaannya Alda?" Tanya Edo sambil

Zed : "Dia sekarang belum sadar. Tangan kirinya patah dan pendarahan di kepala. Tapi lo tenang aja, operasinya udah selesai kok" ujar Zed dengan menunjuk tulisan monitor "Operasi Selesai" di atas ruang operasi.

Dimas : "Edo lo tenang aja. Mendingan lo duduk dulu, kasihan kaki lo belum sembuh" ujarku menenangkan Edo.

Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang operasi. Dokter mengatakan bahwa keadaan Alda sudah mulai stabil. Ia hanya perlu minum obat yang bisa dibeli di apotik rumah sakit. Aku bisa melihat raut muka Edo yang awalnya tegang hingga bercucuran keringat, akhirnya bisa menghelakan nafas dan merenggangkan punggungnya.

Edo : "Gue mau ambil obat buat Alda dulu. Boleh pinjem duitnya kagak? Gue gak bawa uang sama sekali."

Siapa teman yang membiarkan teman lainnya kesusahan? Akhirnya aku menawarkan diri untuk meminjamkan uangku. Aku juga tidak bisa membiarkan keadaan Edo yang seperti ini berjalan sendirian. Akhirnya kuputuskan untuk menemaninya. Edo meminta tolong kepada Zed u tuk menjaga Alda yang belum sadar.

Zed's POV

Setelah Edo & Dimas pergi ke apotik. Aku masuk ke ruangan Alda dan duduk di tepi kasurnya sembari menunggunya sadar. Huft, hari ini benar benar hari yang membuat seluruh punggungku sakit. Mulai pagi hingga sore ada 3 mata kuliah yang aku ambil, setelah itu dilanjutkan latihan fisik dan meeting bersama Edo dan Alda. Siapa sangka saat diriku mau tidur, Edo menelponku karena kecelakaan. Heran juga, kenapa malem jam 10 masih ada aja mobil ngebut, udah gitu nabrak mobil orang lain, eh udah gitu kabur.

.

"Kasihan kamu, Da" ujarku pelan. Entah apa yang sedang aku pikirkan hingga mengucapkan kata kata itu.

Saat aku hendak berdiri dari tempat dudukku. Aku melihat tangan Alda yang bergetar. Sontak aku langsung duduk kembali dan memegang tangannya.

.

"Dingin sekali" ujarku pelan

.

Langsung saja aku memanjangkan lengan jaket kulit Edo sehingga menutupi telapak tanganku, dan menggenggam erat tangan Alda.

.

Ku lihat wajah pucatnya. Ia mulai membuka perlahan matanya dengan pelan. Oh.. syukurlah. Setidaknya Edo pasti lebih lega.

Setelah beberapa menit kemudian, saat Alda dapat membuka penuh matanya, ia menatapku dengan tatapan aneh. Aku tidak tahu apa yang salah?

.

Apa karena aku memegang tangannya?

Space Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang