It's Love (3)

13 3 0
                                    

Alda's POV

"Woi nyet?" Suara Shita yang membuyarkan pikiranku tentang Dimas. "Gue mau sekolah dulu ya? Gawat nih bisa telat! Apalagi gue belum ngerjakan pr" tambahnya. Dalam seperti ini pun Shita bisa membuat hatiku senang karena leluconnya. Shita beranjak dari tempat duduk disebelah kasur dan kemudian memelukku sambil membisikkan

"Get Well Soon. I will miss you!"

Kemudian ia pergi meninggalkan ruanganku.

Selang beberapa detik kemudian, kak Edo masuk ke dalam dan duduk di kursi yang baru saja disinggahi Shita.

Edo : "Nanti sore, Mom and Dad kesini. Tenang saja, kamu tidak bakal terkena ocehan mereka. Aku sudah menjelaskan semuanya bahwa kita adalah korban."

Alda : "Aku tidak mementingkan ocehan mereka Kak. Aku hanya berpikir bagaimana kau bisa bertanding jika keadaanmu seperti ini?" Ujarku sambil memandangi luka lukanya.

Edo : "Tenang saja" jawabnya singkat. Namun aku yakin ia juga memikirkan apa yang baru saja aku ucapkan.

Tiba tiba saja mulutku yang terkena beberapa goresan kaca mobil spontan bertanya

"Apa Dimas & Zed ada disini mulai tadi malam?"

"Ya. Hari ini mereka tidak ada kelas, jadi mereka bisa berada disini menemani kita." Jawab Kak Edo.

*KREK* Dimas & Zed membuka pintu

Zed : "Gue sama Dimas mau pulang dulu ya Do. Nanti sore kita bakalan kesini lagi."

Edo : "Sebagai rasa terimakasih, biarkan gue mengantar lo sampai depan" saut kak Edo seperti pelayan kerajaan.

Aku tidak mendengarkan perkataan Zed maupun Kak Edo. Aku bisa melihat dengan jelas fakta dari perkataan Shita. Ya, darah di kemeja Dimas. Apakah Dimas ada saat kecelakaan terjadi?

Edo's POV

Setelah mengantarkan Dimas dan Edo ke depan rumah sakit. Aku bertemu dengan dokter Hubert. Dia adalah orang yang mengoprasi dam sekaligus yang setiap waktu mengecek keadaan Alda.

"Nak, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Mengenai adikmu" katanya

Aku hanya menganggukan kepalaku yang masih terasa berat.

"Sebaiknya, kau tidak perlu menceritakan semua kejadian kecelakaan ini."

"Kenapa?" Tanyaku singkat dengan kebingungan.

"Mungkin bagimu masalah ini sepele. Tetapi tentunya masalah ini akan berpengaruh kepada psikologisnya."

"Terimakasih dok" aku segera mengakhiri percakapanku dengannya dan kembali menuju ruangan Bougenvill 214. Aku tidak yakin 100% perkataan dokter Hubert , tetapi jika itu demi kebaikan Alda, mengapa tidak?

Saat aku kembali, aku melihat Alda sudah menghabiskan chicken fillet yang tadi pagi aku belikan.

"Minumlah" kataku sambil tangan kananku menyodorkan obat yang tadi kubeli bersama Dimas dan tangan kiriku membawakannya segelas air mineral.

Alda langsung mengambil kapsul tersebut kemudian meneguknya.

"Tidurlah. Aku tahu keadaanmu masih lemah" kataku sambil mengusap rambutnya. Alda membalas perkataanku dengan senyum manisnya kemudian memejamkan matanya.

Alda's POV

Sepertinya aku tertidur cukup lama. Tidurku kali ini membawa efek yang cukup baik. Penat di kepalaku sudah berkurang, tetapi tubuhku masih sama saja, sakit. Saat aku terbangun, aku mendengar 3 suara yang tidak asing lagi bagiku. Siapa lagi jika bukan Kak Edo, Dimas & Zed. Mungkin mereka sudah lama disini sebelum aku bangun.

Space Between UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang