Hari ini Lean membawaku pergi berkeliling ke ibukota Coroalis. Kami melewati bangunan-bangunan besar, mengunjungi koloseum, menonton pertujukkan musik dipusat kota, dan berakhir berkeliling pasar.
Jalan kecil yang berbatu dipenuhi dengan kios-kios pedagang di setiap ruas jalan. Kami melihat-lihat berbagai macam barang yang diperjual belikan.
Aku bisa merasakan beberapa orang melirik kami dengan pandangan penasaran. Sebelum pergi, kami lebih dulu mengganti pakaian kami dengan yang lebih sederhana. Brenda bilang, agar kami bisa berbaur ditengah-tengah pasar tanpa terlalu mencolok dan menarik perhatian orang-orang.
Aku setuju saja dengan hal ini karena aku juga tidak suka jika menjadi pusat perhatian.
Kami berhenti disalah satu pedagang yang menjual perhiasan. Aku terpikir ingin membeli sesuatu untuk Brenda, dia sudah banyak membantuku di istana. Kurasa, mengurus seorang putri sepertiku yang sangat ceroboh adalah hal yang sungguh merepotkan untuknya.
"Pangeran, bisakah aku membelikan ini untuk Brenda sebagai tanda pertemanan?"
Aku menunjukkan kalung berbandul bintang padanya. Dia tersenyum. "Tentu. Kau boleh membelikannya, putri."
Namun, sedetik kemudian wajahku tertekuk masam.
"Ada apa, putri?" tanyanya yang menyadari perubahan wajahku.
Aku menatapnya. "Tapi aku tidak memiliki uang untuk membelinya, pangeran," kataku lemas.
Pangeran Lean, Kepala Pengawal Wartz, dan Legolas sontak tersenyum geli.
"Kau tak perlu khawatir, putri. Aku yang akan membayarnya. Apa kau lupa, jika pria tampan di sebelahmu ini seorang pangeran?"
Aku berdecak tak percaya dengan kalimatnya. Dia pangeran yang memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi.
"Ah, aku hampir lupa. Pangeran tampan disebelahku ini, 'kan mesin uang," cibirku, diikuti tawa geli oleh mereka.
••••
"Dia ada disini?" Seulas seringaian tebal terukir di bibirnya.
Wanita dengan gaun hitam menjuntai hingga ke mata kaki itu bangkit dari singgasananya, menatap tajam seorang pria yang berlutut didepannya.
"Benar, ratuku. Ia saat ini berada dalam perlindungan Kerajaan Coroalis."
Sorot matanya yang gelap dengan iris merah darah, tampak membara. Membuat pria dihadapannya meringkuk ketakutan.
"ARFAS!"
Bersamaan itu pula sebuah asap hitam pekat berputar di tengah ruangan, memunculkan sosok pria berjubah hitam panjang menjuntai keluar dari asap hitam tersebut.
"Hamba siap melayani anda, ratuku." Pria itu memberi hormat.
"Bawa pasukan mutan untuk menjemput keponakanku!" Suaranya bagaikan tetesan air dibawah terowong yang gelap dan lembab. Dingin dan menyeramkan.
"Baik, ratuku."
Pria itu membungkuk hormat sebelum lenyap bersamaan dengan asap hitam pekat yang baru saja menghilang. Ratu Arora mengukir seulas seringain kejam dibibirnya.
••••
Memasuki hutan, aku mendengar suara bisikkan aneh menggema dalam pikiranku. Aku memandang ke sekeliling, tak mendapati apapun. Namun suara bisikkan itu terdengar sangat jelas dalam pikiranku.
"Ada apa, putri?"
Lean yang menangkap gelagat aneh dariku mengalihkan perhatiannya.
"Pangeran, bisakah kita tidak perlu melewati hutan ini?" kataku setelah jeda beberapa saat. "Seperti ada suara bisikkan yang memperingatkan kita," lanjutku mulai cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
FALLERYA : Legend of Fairies
FantasíaAilyra Nixy Cansaster, seorang gadis bangsawan yang sangat ceroboh dan menginginkan kebebasan. Suatu hari, tanpa sengaja ia membuka portal dalam buku kuno yang menghubungkannya ke dimensi lain. Membawanya ke sebuah negeri bernama Fallerya. Ia tertah...