Bab 09 - Darkness Unfounded

461 34 2
                                    

"Apa hutannya masih jauh, pangeran?" Ini adalah pertanyaan yang kesepuluh kalinya. Kami sudah berjalan selama tiga hari, namun belum juga menemukan hutan yang dimaksud. Aku nyaris berpikir untuk menyerah jika saja tidak mengingat bagaimana orang-orang di Fallerya menatapku dengan penuh pengharapan.

Pangeran Alfried yang berada didekatku menoleh.
"Sebentar lagi, putri." Dia tersenyum menatapku. Senyuman yang selalu menawan.

"Sepertinya kau sudah tidak sabar untuk mewujudkan mimpi burukmu, putri," celetuk Lean mengejek.

Aku berpaling, mendapati ia sedang mengukir senyum menyebalkannya. Sepanjang perjalanan dia selalu saja membuatku kesal.

"Kenapa? Jika kau bosan mendengar pertanyaan yang sama selama satu minggu. Lebih baik, tutup telingamu! Dasar cerewet!" sungutku dengan kesal, membuatnya tertawa kecil.

Dasar pangeran menyebalkan!

Aku hendak membalasnya lagi saat terdengar suara gemuru dari kejauhan. Kali ini, atensiku tertuju pada sesuatu di depan sana.

Serdadu Ratu Arora!

"Kita kedatangan tamu-tamu tak diundang," gumam Pangeran Alfried.

Kami semua bersiap. Artemis dan Legolas dengan busur panahnya. Vader, Pangeran Alfried, dan Pangeran Lean dengan pedang mereka. Sedangkan Valdish dengan sihir putihnya. Kami segera memacu kuda masing-masing menuju pertempuran dengan para monster kiriman Ratu Arora.

"Sepertinya kita akan kembali berpesta, Legolas!" teriak Vader yang memimpin barisan paling depan. Dia tampak bersemangat dari yang lainnya.

Aku menarik napas dalam-dalam. Ini memang bukan pertempuran yang pertama untukku. Tapi, rasa takut itu masih tersimpan dalam diriku, yang mungkin sewaktu-waktu bisa menjadi kelemahan dan boomerang untukku.

"Para ksatriaku! Hancurkan apapun yang menghadang jalan kalian!" teriakku dengan adrenalin yang mulai terpacu.

Kami menerjang monster-monster itu, menghancurkan dan menebas apapun yang menghadang jalan kami.

"Ratu sialan itu belum juga menyerah untuk mengirim monster menjijikkannya pada kami!" Aku menggerutu disela-sela pertempuran.

Raja Altron benar, perjalanan yang kami tempuh memang tidaklah mudah. Sepanjang perjalanan, kami selalu dihadang oleh pasukan kiriman dari Ratu Arora. Mulai dari pasukan orc, mutan, dan monster-monster mengerikan lainnya.

"Kita sudah dekat dengan Hutan Keputusasaan!" teriak Pangeran Lean di depan. Aku dan yang lainnya memacu kuda kami mengikutinya memasuki gerbang Hutan Keputusasaan.

Saat memasuki gerbang, aku ternganga ngeri melihat pemandangan hutan didepanku. Aku seperti melihat gerbang menuju kematian. Pepohonan yang tumbuh tinggi menjulang ke langit dengan batangnya yang besar dan kokoh, berjejeran sangat rapat hanya meninggalkan celah beberapa senti. Seolah tak membiarkan sinar matahari menerobos masuk sedikitpun. Melihat ke dalam hutan yang penuh dengan kegelapan tak berujung, membuat tubuhku meremang. Aku mulai ragu untuk masuk ke dalam.

"Mengerikan bukan? Aku juga merasakan hal yang sama denganmu, putri," kata Artemis disebelahku, memandang ke arah hutan dengan kengerian yang sama.

"Hutan ini memang mengerikan," sahut Valdish disertai anggukan.

"Apa ... kita harus masuk ke dalam sana?" tanyaku penuh keraguan. "Tidakkah disana terlalu gelap? Bagaimana kita bisa menemukan Sang Peramal?" lanjutku yang terdengar seperti rengekkan.

Bukan bermaksud untuk merengek sebenarnya. Karena aku tahu, ini bukan hal yang tepat untuk terjebak dalam ketakutanku. Tapi, aku sangat benci dan tidak menyukai kegelapan. Aku sangat takut dengan gelap.

FALLERYA : Legend of FairiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang