Bab 07 - Annoying Brothers

568 39 0
                                    

Prang! Prang!

Aku hampir kehabisan napas, untuk kesekian kalinya Pangeran Alfried mengayunkan pedangnya dan aku harus menangkisnya berkali-kali. Aku sedikit kesusahan untuk bergerak karena baju besi ini sangat berat dan merepotkan.

"Tangkis yang kuat, putri! Apa kau ingin mati dengan tangkisan seperti itu? Kau hanya akan membuat musuhmu menemukan celah untuk membunuhmu!"

Aku terus melangkah mundur, menahan serangannya. Berkali-kali mengutuknya dalam hati.

Kenapa harus berlatih pedang jika aku bisa menggunakan kekuatanku tanpa berlatih fisik yang sangat melelahkan seperti ini. Sungguh menyebalkan!

"Aku sudah berusaha! Baju besi ini sangat berat, pangeran," protesku dengan kesal.
Sekuat tenaga, aku kembali mengayunkan pedangku untuk menyerang. Pangeran Alfried dengan gesit menghindari seranganku.

Ya Tuhan! Rasanya aku ingin memenggal kepalanya dengan pedang ditanganku. Ini bukan latihan, melainkan penyiksaan. Berlatih pedang di tengah cuaca yang panas dan baju besi yang berat ini membuatku kelelahan, sedangkan pangeran menyebalkan ini terus saja menyiksaku dengan alasan latihan ini.

Ketika aku tak mampu lagi menahan serangannya, pedangku terlempar dari genggamanku bersamaan dengan tubuhku yang jatuh ke tanah. Aku melenguh pelan, merasakan bokongku mendarat dengan begitu mulusnya menghantam tanah.

"Jangan lengah dan perhatikan setiap pergerakkan musuhmu. Jika kau seperti ini, maka musuh akan dengan bebas menebasmu, putri."

Dia mengayunkan pedangnya dan menempelkan mata pedangnya tepat ke leherku.

Astaga! Apa dia ingin membunuhku?

Pangeran sialan!

"Kau seharusnya berusaha lebih keras lagi, putri."
Aku bergeming dan menatapnya kesal. Lantas, ia menurunkan pedangnya dan tersenyum senang. Sial! Aku sungguh ingin melemparnya ke kandang singa.

Apa dia senang karena sudah menyiksaku? Jika bukan karena aku menyukainya, aku pasti sudah mematahkan tulangnya.

Oh baiklah! Itu mungkin hal yang mustahil, mengingat dia sangat mahir beladiri dan strategi pedang. Mana mungkin aku bisa melakukannya, kecuali jika ia dengan suka rela menyerahkan dirinya.

"Apa kau sudah selesai mengutukku dalam hati?" Dia mengulurkan tangannya. "Ayo! Sebelum latihan disesi berikutnya, kita istirahat terlebih dahulu."

Aku meraih tangannya seraya mendengus kesal.
"Kau ingin aku berlatih lagi setelah ini?" tanyaku tak percaya.

Yang benar saja! Seharian ini aku sudah berlatih memanah dan berlatih pedang. Lalu setelah ini aku harus berlatih lagi? Apa dia ingin membunuhku secara perlahan?

"Tidak bisakah kita sudahi saja? Aku lelah, pangeran!" Aku menegakkan tubuhku, menatapnya dengan wajah kesal.

Dia justru berbalik dan melangkah pergi begitu saja.

"Pangeran sialan!" umpatku dengan lirih, sembari menatap punggungnya yang perlahan menjauh dengan tajam, aku benar-benar berharap bisa melubangi punggung tegap itu dengan tatapanku.

"Aku mendengarnya, putri." Dia menyahut tanpa menoleh.

Sialan, ternyata telinganya tajam juga.

Aku mengikutinya yang sudah berjalan jauh didepan. Langkahnya begitu lebar dan cepat hingga membuatku sedikit berlari untuk bisa mengimbangi langkahnya. Tiba-tiba dia berhenti dan berbalik, aku mendecih kesal karena hampir saja menabrak dada bidangnya. Kenapa dia suka sekali berjalan tergesa kemudian berhenti secara mendadak?

"Pangeran Alfried!"

Seketika perhatian kami tertuju pada gadis cantik berambut hitam panjang dikuncir kuda, menghampiri kami. Ia membungkuk hormat, diikuti Legolas yang berjalan dibelakangnya.

FALLERYA : Legend of FairiesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang