Cry Out bagian 1

639 32 5
                                    

Peringatan 21+:
Cerita ini mengandung adegan kekerasan, penyiksaan, dan tindakan sadis. Bagi yang belum cukup umur, dilarang keras membacanya.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tokoh, karakter dan tempat hanya kebetulan dan untuk hiburan semata.

~oOo~

Dua hari setelah insiden di Istana Negara. Pukul 13.00 WIB, Lapas Berandal Jakarta Selatan.

Breaking News hari ini: Setelah terjadi sebuah insiden di Istana Negara yang menyebabkan putra pertama presiden, 13 orang paspampres, dan presiden terbunuh, situasi di Istana Negara menjadi kondusif kembali. Insiden tersebut disebabkan oleh 5 orang tak dikenal yang menyusup masuk ke Istana Negara dan membuat kegaduhan saat pesta ulang tahun putra pertama presiden.

Akibat insiden tersebut, putri bungsu presiden bernama Cindy Yuvia diculik oleh 5 orang tak dikenal tersebut. Beruntung polisi berhasil menangkap satu dari 5 pelaku. Polisi sampai saat ini masih melakukan pemeriksaan dengan pelaku tersebut, dan juga masih berusaha mencari 4 pelaku lainnya. Sekian Breaking News hari ini, saya Chikita Ravenska melaporkan dari Lapas Berandal Jakarta Selatan.

"Cut!"

Tombol stop pada kamera ENG ditekan setelah pemuda itu mengintruksikan untuk menghentikan liputannya. Pemuda itu membawa kameranya dan menghampiri gadis di depannya.

"Fiuhh... Hari yang cukup melelahkan ya, Radika," ucap gadis yang mengenakan sebuah rompi pers di badannya.

"Ya, begitulah, Chika," ucap pemuda itu seraya duduk disebelah Chika.

"Aku masih tidak menyangka presiden bisa sampai terbunuh. Apa tujuan mereka bisa sampai membunuh presiden ya?"

"Entahlah, Chika. Polisi sampai saat ini belum mengetahui motif itu. Pelaku yang berhasil mereka tangkap juga sangat sulit untuk memberikan informasi."

"Ada pepatah mengatakan, 'tidak ada maling yang mau ngaku', mungkin itulah yang sedang dilakukan si pelaku."

"Ya, mungkin kau benar."

"Apa kita coba wawancara si pelaku saja ya, mumpung kita sedang berada disini?" ujar Chika seraya bangkit berdiri.

Radika sedikit tersentak dan menatap kearah Chika. "Hah?! Kamu yakin? Kalau dia tiba-tiba nyerang kita gimana?"

"Aku yakin. Aku tidak takut kalau dia nyerang kita, karena disini banyak polisi dan sipir yang mengawasi. Lagian kalau kita berhasil mewawancarai si pelaku, kita bisa mendapatkan banyak informasi untuk liputan kita."

Radika menghela nafasnya. Dia sebenarnya tidak mau melakukan itu karena itu cukup berbahaya. Tapi karena tuntutan pekerjaan, akhirnya dia mau melakukan itu.

"Baiklah, kita wawancarai si pelaku."

"Oke." Chika tersenyum lebar, lalu dengan semangat masuk ke dalam lapas diikuti oleh Radika di belakangnya.

Mereka mendatangi ruang resepsionis terlebih dahulu. Sipir berkepala pelontos yang ada di dekat meja resepsionis menyambut kedatangan mereka.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" tanya sipir berkepala pelontos ramah.

"Kami ingin melakukan wawancara dengan pelaku insiden di Istana Negara," jawab Chika.

"Kalian ini wartawan dari media mana?"

"Kami dari Elang TV."

"Ohh.. Baiklah kalau begitu. Mari saya antarkan ke ruang tahanan pelaku."

Sipir berkepala pelontos itu mulai mengantarkan Chika dan Radika ke ruang tahanan pelaku. Namun ada polisi menghadang jalan mereka.

"Kau mau kemana? Lalu siapa dua orang ini?" tanya polisi yang menghadang jalan mereka.

Psycho Detected (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang