Seni adalah Darah 1

574 25 17
                                    

Peringatan 21+:
Cerita ini mengandung adegan kekerasan, penyiksaan, dan tindakan sadis. Bagi yang belum cukup umur, dilarang keras membacanya.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tokoh, karakter, dan tempat hanya kebetulan dan untuk hiburan semata.

~o0o~

Malam itu terasa sunyi. Angin malam yang berhembus menambah kesunyian malam walau suara jangkrik tampak ramai saling bersahutan. Dingin, sangat dingin. Namun, hal itu tidak dapat dirasakan oleh seorang gadis yang sedang berdiri di tengah lapang yang luas sambil menatap langit bertabur bintang-bintang.

“Malam yang sangat indah.”

Gadis itu tersenyum melihat langit malam. Kemudian, satu bintang di langit tampak bergerak, melesat dengan cepat. Gadis itu pun menutup matanya, dan mengucapkan sebuah permohonan dari dalam hatinya. Gadis itu tersenyum kembali, dia berjalan menyusuri tanah lapang yang luas itu. Langkah kakinya terhenti pada sebuah tubuh seorang wanita yang tergeletak begitu saja di tanah. Wanita itu tidak sadarkan diri dengan tangan dan kakinya yang terikat.

“Bagus juga untuk aku jadikan karyaku selanjutnya,” ucap gadis itu sambil memeriksa keadaan tubuh wanita itu.

“Lebih baik aku bawa pulang sekarang saja,” lanjut gadis itu.

Gadis itu mengangkat tubuh wanita itu dengan kedua tangannya. Dia pun bersiap kembali pulang ke rumahnya.

“Kak Sinka!”

Sebuah suara panggilan terdengar dari seberang lapangan. Gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Dilihatnya seorang gadis lain yang berdiri di bawah lampu penerangan lapangan. Cahaya lampu itu menyinari wajah cantiknya. Gadis itu berjalan menghampiri gadis yang bernama Sinka itu.

“Kak Sinka mau buat karya lagi ya?” tanya gadis itu.

“Iya, Devi,” jawab Sinka singkat.

“Boleh aku bantu kakak?”

“Boleh kok. Ayo!”

Sinka dan gadis bernama Devi itu mulai berjalan kembali pulang ke rumahnya. Devi membantu Sinka membawa tubuh wanita yang tak sadarkan diri itu. Tubuh wanita itu sedikit berat, jadi Sinka tidak bisa membawa tubuh itu sendirian. Mereka pulang ke rumahnya sambil berbincang-bincang.

Sebuah rumah besar yang terlihat megah menjadi tempat pemberhentian kedua gadis itu. Rumah itu dikelilingi oleh taman yang hijau dengan berbagai macam patung menghiasi taman itu. Di kedua sisi antara pintu masuk rumah terdapat dua buah patung manusia dengan pose berdiri sambil memegang pinggang dengan salah satu tangannya. Ditambah lagi di samping pintu masuk tersebut terdapat ornamen kecil berbentuk kepala macan dengan sebuah tombol di dalam mulutnya.

Gadis yang bernama Devi menekan tombol pada ornamen kepala macan itu. Tak sampai 10 detik, pintu masuk rumah pun terbuka. Gadis yang bernama Sinka mulai masuk ke dalam rumah sambil membawa tubuh wanita yang sedari tadi tidak sadarkan diri. Devi ikut membantunya membawa masuk ke dalam rumah.

Ruangan dalam rumahnya lumayan besar. Di setiap pojok ruangan terdapat satu patung manusia dengan pose yang berbeda, ditambah lagi sebuah pot tanaman hias ikut menghiasi keberadaan patung itu. Di dinding ruangan itu terdapat berbagai macam lukisan. Lukisan-lukisan itu terlihat sangat indah jika dipandang, bahkan ada juga lukisan yang terlihat begitu menyeramkan. Selain itu, di dinding ruangan itu juga terdapat sebuah foto. Foto yang diisi oleh beberapa orang dengan pose yang berbeda-beda, dan ekspresi dari setiap orang di foto tersebut terlihat datar.

“Devi, siapin semua peralatannya ya,” perintah Sinka seraya menaruh tubuh wanita itu di atas sofa.

“Oke, Kak sinka.” Devi berjalan meninggalkan Sinka dan masuk ke dalam sebuah ruangan di pojok ruangan tersebut.

Psycho Detected (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang