One Step Closer

286 17 18
                                    


Warning: 21+

Banyak mengandung kata-kata kasar, adegan penyiksaan, pembunuhan sadis, adegan seks, dan hal negatif lainnya. Adegan di dalam cerita ini tidak untuk ditiru, hanya sekadar hiburan semata. Kalian sudah aku peringatkan!

Di part sebelumnya, aku sudah menciptakan satu karakter psikopat yang berbeda dari biasanya. Karakter tersebut berdampak pada genre ff ini. Tenang saja, aku tidak mengganti genre ff ini kok. Tapi aku akan menambahkan satu genre lagi berdasarkan dari karakter baru yang sudah aku ciptakan. Semoga kalian suka, ya.

Happy reading!

****

Tampak beberapa orang tengah berdiri mengelilingi sebuah ranjang khusus penyimpanan mayat di suatu ruangan di rumah sakit. Di atas ranjang tersebut terdapat satu mayat gadis yang diperkirakan berusia delapan belas tahun. Gadis itu dipenuhi luka tusuk dan sayatan benda tajam di sekujur tubuhnya. Lalu ditemukan juga luka tusuka di bagian leher. Namun, itu masih terlihat luka biasa jika dibandingkan dengan luka pada organ kelaminnya. Organ vital yang bagi para wanita adalah harta yang harus dijaga, kondisinya sudah hancur tak berbentuk seperti sedia kala. Organ tersebut terkoyak oleh suatu benda tajam.

Orang-orang yang berada di ruangan ini tampak merasa miris melihat kondisi mayat gadis yang mengenaskan. Mayat gadis itu dibawa oleh beberapa orang polisi ke rumah sakit setelah terjadi kehebohan tentang sesosok gadis yang tewas tergantung di atas jembatan penyeberangan di ruas Jalan Jenderal Sudirman. Polisi yang membawanya langsung melakukan autopsi bersama dokter khusus ahli bedah.

"Bagaimana hasilnya, dok?" tanya salah satu polisi yang memakai jaket kulit hitam kepada dokter yang tengah melakukan autopsi.

"Sesuai dengan keterangan Anda, Pak. Gadis ini memang korban pembunuhan," jawab dokter itu. Tangannya menunjuk beberapa bagian tubuh mayat gadis yang sudah diautopsi. "Bisa dilihat dari beberapa tusukan di badan dan lehernya. Lalu, ada luka tusuk di dada kirinya, tapi anehnya tusukan tersebut tidak mengenai tepat ke jantungnya. Melainkan berada di bagian atas jantung."

Polisi itu mengernyit, menyatukan kedua alisnya menjadi satu. "Ini aneh. Biasanya orang yang melakukan pembunuhan akan menusuk tepat ke jantungnya, tetapi ini tidak tepat sasaran. Apa mungkin si pelaku memang sengaja melakukan itu, ya?"

"Sebentar. Saya juga menemukan satu hal lagi yang mengganjal," ucap dokter itu di tengah-tengah polisi itu sedang berpikir.

"Apa itu?"

"Leher gadis ini patah. Jika dilihat dari rontgen, tulang lehernya terbelah. Mungkin si pelaku memelintirnya dengan sangat kuat."

"Aneh sekali. Seharusnya dengan luka tusukan di bagian leher, itu sudah cukup untuk membunuhnya. Lantas mengapa dia mematahkan lehernya juga?" Polisi itu kembali berpikir.

Kasus yang tengah dihadapinya terasa sedikit aneh, padahal ini adalah kasus pembunuhan yang tidak terlalu berat seperti kasus mutilasi misalnya. Polisi itu dibuat pusing dengan berbagai luka tusuk tak biasa pada mayat gadis itu. Terlebih lagi sampai saat ini dia dan anggota lainnya belum dapat mengetahui identitas dari mayat si gadis.

"Komandan Desta, tim penyelidik berhasil mendapatkan siapa yang diduga pelaku pembunuhan gadis ini melalui deteksi sidik jari di tkp," ujar salah seorang polisi lainnya yang berdiri di sebelahnya. "Mereka baru saja memberi kabar melalui SMS."

Komandan Desta tampak terkejut. Tak disangka-sangka bisa secepat ini mengetahui siapa pelaku pembunuhan ini. "Bagaimana hasilnya, Mario?" tanya Desta pada polisi di sebelahnya.

"Menurut hasilnya, ada lebih dari satu orang yang melakukannya," jawab Mario.

"Berapa orang?"

"Ada tiga orang, Komandan."

Psycho Detected (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang