Side Story of NJU 18

526 27 4
                                    

Peringatan 21+:
Cerita ini mengandung adegan kekerasan, penyiksaan, dan tindakan sadis. Bagi yang belum cukup umur, dilarang keras membacanya.

Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Kesamaan nama, tokoh, karakter, dan tempat hanya kebetulan, dan untuk hiburan semata.

~o0o~

Realizing, everything I love is killing me.

I know I know. We’re taking off together. Even though we always crash and burn. Tonight you and I will fall from the sky. Drag me all the way to hell. Cause I’m never gonna let it go.

Alunan lagu One Ok Rock – Taking Off  mengawali pagi hariku yang sangat menyejukkan. Aku sangat menyukai lagu ini, membuatku semangat menjalani hari, apalagi kalau di dengarnya saat pagi hari. Sebenarnya aku tidak terlalu menyukai lagu rock seperti ini, tapi kalau yang ini aku sangat suka. Bahkan aku menyimpan lagu-lagu One Ok Rock dalam playlist di ponselku. Lirik lagunya yang membuat siapa saja yang mendengarnya tersentuh, beat-nya yang cepat membuat siapa saja menghentakan kaki dan menggoyangkan kepala.

Aku masih berbaring di atas kasurku sambil mendengarkan alunan lagu kesukaanku itu. Ya, ini sudah menjadi ritualku kalau bangun tidur. Bahkan aku harus mendengarkan lagu kesukaanku itu sebanyak satu album, baru deh aku beranjak dari kasurku.

“Shania! Bangun, Nak, sarapan dulu sini!”

Suara seorang wanita dari balik pintu kamarku mengejutkanku saat tengah asik mendengar lagu kesukaanku. Aku sangat mengenal suara itu, suara Mamah sangat keras bahkan bisa mengalahkan suara dari vokalis band kesukaanku.

“Iya, Mah. Shania udah mau turun ke bawah kok.”

“Ya sudah, Mamah tunggu di bawah ya.”

“Oke, Mah.”

Ya, beginilah di pagi hari kalau aku keasikan dengar musik sampai lupa sarapan, ditambah lagi Mamah sampai menyusul ke kamarku. Padahal aku ini sudah besar. Umurku 18 tahun, harusnya aku sudah bisa mengurus diri sendiri. Tapi, memang dasarnya aku saja yang terlalu manja. Hehehe…

Aku beranjak dari kasurku, memakai sandal berbentuk seekor kelinci, kemudian keluar kamar menuju ruang makan di lantai bawah. Mamahku sudah menungguku disana sambil menyiapkan nasi goreng kesukaanku. Aku duduk di kursi seraya mengambil beberapa sendok nasi goreng ke atas piring.

“Mamah buat sarapannya kok banyak banget?” tanyaku seraya memasukan sesendok nasi goreng ke dalam mulutku.

“Apa Papah pulang hari ini?”

“Tidak, Nak. Papahmu masih sibuk dengan pekerjaannya di luar kota, mungkin besok atau lusa Papah pulang,” jawab Mamah.

Aku mendengus sedikit kesal. Memang sih Papah sering pergi-pergian ke luar kota mengurusi pekerjaannya, tapi sudah setahun lebih Papah tidak pulang ke rumah. Aku sangat merindukan Papah. Mamah juga pasti sangat merindukan Papah, tapi Mamah selalu bersikap tegar. Aku jadi salut sama mamah. Memang ya, wanita terkuat yang ada di dunia ini adalah seorang ibu.

“Papah di luar kota ngapain aja sih, Mah, kok lama banget pulangnya?”

“Papah kamu kan kerja disana, dia kan bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup kita.”

“Iya, aku tahu, Mah. Tapi ini sudah setahun lamanya Papah tidak pulang ke rumah, bahkan waktu ulang tahunku yang ke 18 Papah tidak datang. Aku jadi sedikit curiga sama Papah, Mah.”

Mamah mendekat ke arahku, dielusnya rambutku dengan lembut. “Shania, kamu jangan bilang seperti itu. Tidak baik kamu bicara seperti itu.”

“Tapi, Mah….”

Psycho Detected (HIATUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang