4. Living together

51.1K 1.7K 20
                                    

Aku menghembuskan nafas kasar. Rasanya aku sangat tidak siap bertemu dengan orang itu setelah kejadian tadi pagi. Aku menenggelamkan wajahku diatas meja. Siapa saja, bangunkan aku saat orang itu sudah mengajar oke? Gumamku pada meja kelas.

"Nil, sekarang pelajarannya pak tamvan kan? Btw, lo udah ngerjain tugas dari dia belom?" pak tamvan apaan?! Tugas apaan?! Aku mengingat-ingat apa aku punya tugas dari Rey.

"Astaga!!!!! Gue lupa!!!" plaaakkk.... Aku menepuk jidat Kiki lumayan keras.

"Eeebuset kecoak!! Jidat gue ngapa lo tepok?! Sakit nyet -____-" semburnya dengan wajah yang haram dibilang imut. Padahal dia cantik, tapi ini wajahnya absurd banget. Aku nyengir lebar menatapnya iba, separah itukah? :'v

"Gue harap dia lupa kalo ngasih tugas gue plis lupa... Kalo dia inget awas aja ntar." gumamku lirih selirih mungkin agar Kiki tidak mendengarnya.

"Ngomong apaan lagi lo?!" tanya Kiki menatap marah padaku.

"Peka amat kupingnya mak, udah ah. Bawel lo." aku memeletkan lidah kearahnya. Rey masuk kelas dengan wajah songongnya melihat lurus padaku. Aku membalasnya dengan wajah termalasku. Berhadapan dengannya di rumah saja sangat menyebalkan. Ini lagi harus bertemu dengannya lagi.

Apapun yang dia jelaskan pun tidak ada yang masuk ke otakku.
"Laline, kamu mendengarkan penjelasan saya?" hal menyebalkan itu saat namamu dipanggil guru dan serempak semua orang di kelas langsung menatapmu.

"Tidak." jawabku datar.

"Ke ruangan saya sekarang juga." perintahnya tak kalah datar. Tanpa pikir panjang aku langsung bangit dari bangkuku dan berjalan keluar kelas. Apa kubilang. Orang itu menyebalkan. Ngomong-ngomong, dimana ruangan orang itu? Sudahlah... Lebih baik aku bertanya pada guru lain.

----
Yap, setelah aku bertanya pada bu Ana, ternyata Rey memiliki ruangan sendiri karena dia alergi asap rokok. Manja sekali dia. Ruangannya berada di pojok gedung, dan setelah aku memasuki ruangan itu, aku sangat takjub. Bagaimana tidak?! Ruangan ini bahkan tidak layak disebut ruangan lagi. Semuanya berantakan. Ck! Orang itu... Aku berdecak kesal karena aku sama sekali tidak bisa duduk di sofa karena terlalu banyak kertas berserakan. Aku tidak suka sesuatu yang berantakan seperti ini. Akhirnya aku membereskan semuanya hingga bersih dan tidak ada satupun lembar kertas yang tertinggal. Aku merebahkan tubuhku di sofa dan memejamkan mataku sebentar.
"Wow, kau membersihkannya hingga sebersih ini." Rey berdecak kagum

"Kenapa ruangannya kotor banget?! Jorok!" aku berdiri tegak  menantangnya.

"Kenapa tidak jika istriku sudah disini membereskannya." Rey mendudukkanku di pangkuannya. Hey ayolah, ini sekolahan... Bukan tempat untuk pacaran. Aku mendelik kesal kearahnya.

"Ada apaan manggil gue kesini." ketusku tanpa basa basi.

"Aku tau kamu tidak mengerjakan tugas dariku kan? Jadi aku menyuruhmu kesini untuk bisa menghukummu." Rey mencium bibirku. Demi apa?! Rey nyium bibir gue!!! Aku berusaha memberontak sekuat tenaga, tapi apalah daya hayati, tenaganya jauh lebih besar dariku. Rey menggigit bibir bawahku sehingga membuatku sedikit membuka mulutku. Dan sialnya, dia bisa memanfaatkan kesempatan itu dengan langsung memasukkan lidahnya dan mengabsen deretan gigiku satu persatu. Perlahan aku mulai terbuai dengan ciumannya, yang tadinya hanya ciuman biasa sekarang berubah menjadi lumatan. Aku mengalungkan tanganku di lehernya. Dia melepaskan pagutannya setelah merasa kehabisan nafas. Dan aku? Jangan tanyakan lagi... Aku segera menghirup oksigen dengan rakus seolah tidak pernah bernafas.

"Yak! Apa yang kau lakukan?!" bentakku tak terima. Kenapa dia seenaknya saja menciumku?!

"Aku hanya mencicipi benda kenyal di wajah istriku. Itu saja.." Rey nyengir lebar. Tuhan, dapatkah aku melempar orang ini ke sungai?

Teacher I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang