Jilid 34

4K 54 2
                                    

Lam-sin mengelak.

"Nanti dulu," katanya. "Lam-sin telah membayar sumpahnya, telah melunasi sumpahnya, oleh karena itu, siapa yang menyentuh Lam-sin berarti akan mati!"

"Eh... kenapa begini? Bukankah... bukankah..."

"Mari kita keluar dan engkau saksikan betapa aku akan membunuh Lam-sin, si nenek buruk yang mengerikan ini!"

"Apa... apa maksudmu...?" Thian Sin semakin kaget.

Akan tetapi Lam-sin sudah meloncat dan berlari keluar. Thian Sin mengikutinya dan mereka tiba di lapangan rumput. Rumput di situ hijau segar dan tumbuh rata, semacam rumput yang tumbuhnya tidak meliar dan tidak bias tinggi. Lam-sin sudah duduk di atas rumput dan ketika Thian Sin yang mengejarnya tiba, ia berkata, "Maukah engkau membantuku mencari kayu kering untuk membuat api unggun?"

"Membuat api unggun? Untuk apa...? Tapi baiklah..." Thian Sin tentu saja merasa heran.

Saat itu matahari sedang berada di atas, cuaca cukup cerah dan biarpun tempat itu amat sejuk, akan tetapi segar dan tidak terlalu dingin. Perlu apa api unggun? Tapi melihat sikap Lam-sin begitu sungguh-sungguh, diapun cepat pergi mencari kayu kering yang dibutuhkan wanita tua. Setelah memperoleh kayu kering cukup, Lam-sin menumpuknya di atas batu-batu yang sudah diatur di tempat itu, dan iapun lalu membakar tumpukan kayu itu. Api bernyala cukup besar dan nenek itu lalu meraba ke arah mukanya.

"Ceng Thian Sin, engkaulah orangnya yang telah membantuku, melunasi sumpahku dan engkau pula satu-satunya orang yang menyaksikan musnahnya nenek buruk rupa yang bernama Lam-sin!"

Sekali ia merenggut ke mukanya, maka terlepaslah topeng nenek itu dan nampak wajahnya yang berkulit putih halus dan bentuknya cantik jelita itu. Topeng tipis itu dilemparnya ke dalam api yang bernyala-nyala dan tentu saja segera dimakan api. Wanita itu lalu menanggalkan pakaian luarnya, baju dan celana nenek yang kedodoran itu sehingga kini gadis itu hanya memakai pakaian dalam yang tipis itu. Pakaian nenek itupun melayang ke arah api, dimakan api menyusul topeng yang sudah menjadi abu. Gadis itu mengembangkan kedua lengannya dan wajahnya yang cantik manis itu tersenyum gembira.

"Nah, mampuslah sudah Lam-sin si nenek buruk!"

"Dan terciptalah si dara cantik jelita seperti bidadari...!" kata Thian Sin yang menghampiri dan memeluknya.

Gadis itu tersenyum, nampak deretan giginya yang rapi dan putih. Kini Thian Sin dapat menikmati semua itu dengan bebasnya, menatap wajah itu, menyelusuri seluruh tubuh yang menggairahkan itu dengan pandang matanya, sampai akhirnya gadis itu menundukkan muka karena malu, lalu mendorong dada Thian Sin dengan halus ketika pemuda itu hendak menciumnya.

"Nanti dulu, engkau belum mengenalku!" bisiknya.

"Siapa bilang? Aku sudah mengenalmu baik-baik semalam..." Thian Sin tersenyum.

"Tidak, engkau belum mengenal siapa aku, siapa namaku dan bagaimana riwayatku."

"Perlukah itu? Engkau adalah seorang gadis yang cantik seperti bidadari, yang kucinta, menjadi dewi pujaanku..." Thian Sin hendak meraih lagi akan tetapi gadis itu mengelak.

"Kalau memang memaksaku, aku akan membunuhmu, Thian Sin!" tiba-tiba ia membentak dan sepasang mata yang indah itu mengeluarkan sinar mencorong, mengingatkan Thian Sin akan sinar mata Nenek Lam-sin dan diam-diam dia bergidik.

Sukarlah menerima kenyataan bahwa gadis cantik ini adalah Nenek Lam-sin yang memiliki ilmu silat demikian hebatnya sehingga hanya dengan susah payah dia dapat mengalahkannya.

"Baiklah, maafkan aku. Nah, aku siap mendengarkan ceritamu," kata Thian Sin yang lalu duduk di atas rumput tebal.

Gadis itu sejenak memandang ke arah pakaian nenek yang terbakar sampai berkobar, dan sebentar saja pakaian itupun lenyap menjadi abu, seperti halnya topeng tadi. Dan tiba-tiba gadis itu menangis di depan api unggun, terdengar suaranya lirih, "Ibu... ibu... anakmu tidak pernah melanggar janji dan sumpah..."

Akan tetapi sebentar saja ia menangis karena ia sudah mampu mengendalikan dirinya dan menyusut kering air mata itu dengan saputangan yang tadinya tersisip di antara bukit dadanya. Matanya dan hidungnya menjadi agak merah akan tetapi dalam pandangan mata Thian Sin, hal itu bahkan menambah manisnya!

Gadis itu lalu menghampiri Thian Sin dan duduk pula di dekatnya, di atas rumput. Thian Sin memandang dengan kagum, terpesona oleh kecantikan dan keindahan bentuk tubuh itu. Semalam dia sama sekali tidak dapat menikmati pemandangan ini, dan pagi tadi hanya sebentar saja. 

Pendekar SadisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang